Perjuangan Oscar Tabarez untuk Menjadikan Uruguay Sebagai Simbol Sepakbola Dunia

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Perjuangan Oscar Tabarez untuk Menjadikan Uruguay Sebagai Simbol Sepakbola Dunia

Uruguay adalah negara dengan wilayah yang kecil dengan populasi sekitar tiga juga orang. Tapi sepakbola membuat Uruguay bertaring. Mereka memenangi sejumlah kejuaraan seperti Copa America 1916 dan 1917. Uruguay pun pernah meraih medali emas Olimpiade 1924 dan 1928.

Prestasi paling termahsyur adalah ketika Uruguay memenangi Piala Dunia perdana pada 1930 dengan status sebagai tuan rumah. Kendati sempat absen pada dua Piala Dunia berikutnya secara berturut-turut, Uruguay kembali menjadi juara Piala Dunia 1950 di Brasil. Tapi mereka hanya mencapai semifinal pada Piala Dunia 1954 di Swiss.

Selanjutnya, skuat berjuluk La Celeste (Si Langit Biru) itu seolah menjadi korban dari kesuksesannya sendiri. Permainan mereka yang kompetitif telah tersebar secara global. Salah satu dampaknya adalah ketika dipermalukan Belanda pada Piala Dunia 1974 dan lima kali tidak lolos dari delapan kompetisi yang mendunia itu berikutnya.

Setelah gagal lolos ke Piala Dunia 2006, Uruguay menunjuk Oscar Tabarez sebagai pelatih. Sejak 10 tahun itulah Uruguay kembali menjadi layaknya singa yang kembali menunjukan taringnya. Uruguay kembali ke Piala Dunia pada 2010 di Afrika Selatan dan langsung mencapai semifinal. Kemudian Diego Lugano dkk., memenangi Copa America 2011, sehingga menjadi kekuatan yang kembali ditakuti seperti awal 1900-an sampai 1950-an.

Sebelum mengambil alih Uruguay pada 2006 silam, waktu Tabarez lebih dihabiskan untuk intropeksi diri atas beberapa kegagalannya, termasuk ketika melatih klub-klub sepakbola dan Uruguay yang dibesut pada 1988 sampai 1990. Sebelum kembali melatih Uruguay, ia juga kritis kepada sepakbola negaranya. Tabarez banyak mengomentari tema globalisasi dalam sepakbola dan dampaknya untuk Uruguay. Tuntutannya selama itu hanya satu: kompetisi domestik Uruguay tidak lagi kompetibel di kelas atas internasional.

Pasar global, terutama di Eropa, merupakan tawaran menggiurkan bagi pesepakbola Uruguay, sehingga mustahil bagi Liga Uruguay untuk mempertahankan para pemain bintang. Padahal Liga Uruguay selalu mencetak banyak pemain muda nan menjanjikan. Tidak sedikit para pemain muda yang meninggalkan negaranya dalam usia yang masih sangat muda dan kembali ketika sudah menua.

Hasilnya, muncul berbagai anggapan bahwa para pemain Liga Uruguay belum tentu kompeten untuk timnas negara itu sendiri. Maka dari itulah Tabarez gemar menyelipkan beberapa pemain dari Liga Uruguay itu sendiri. Gaston Guruceaga, Diego Polenta, Nahitan Nandez, Guzman Pereia, Brian Lozano, dan lainnya, adalah jebolan Liga Uruguay. Tapi apa mau dikata, nyatanya Tabarez tidak mampu mengalahkan global, sehingga para penggiat Liga Uruguay itu tetap tersisihkan para pesepakbola yang kenyang sepakbola Eropa.

Kendati demikian, Tabarez banyak memberikan untuk konsistensi Uruguay U-20, hingga diproduksi menjadi pemain senior yang berbakat. Pada dasarnya ia menyukai pemain yang cepat, termasuk cara berpikirnya dan diimbangi teknik yang baik. Tabarez adalah pelatih yang tidak terlalu menyukai statistik. Ketika lawannya memenangkan penguasaan bola, skuatnya lebih dituntut agar efektif dalam menciptakan peluang, melakukan percobaan tendangan yang signifikan.

Hal itulah yang membuat Uruguay terbentuk sebagai skuat yang sulit dikalahkan lawan-lawannya. Tapi pada intinya kriteria itu dituntut dengan rasa pentingnya membela kesebelasan negaranya sendiri. Sebab Tabarez adalah dogma. Kriterianya itu berimbang dengan kepribadiannya sebagai pemikir yang cepat dalam membuat kesimpulan.

Walau pada kesimpulannya itu harus dikalahkan publik karena beberapa pertanyaan, tapi ia tetap melakukannya agar memberikan kesan dan nilai yang baik. Salah satu contohnya adalah bagaimana ia mengatasi isu-isu keretakannya dengan Luis Suarez pada Copa America Centenario 2016.

Tabarez memang diterpa berbagai kritik karena kegagalannya di kompetisi tersebut. Tapi wajar karena Uruguay tampil dengan kekuatan minus. Absennya Luis Suarez selepas dari sanksi dan cedera yang didapatkannya, begitu juga dengan kondisi Diego Godin yang baru sembuh dari cedera kala itu. Kendati demikian, mereka tetap berada di atas angin pada kualifikasi Piala Dunia 2018 Rusia.

Konsentrasi Tabarez pun sedang terpecah karena kondisi kesehatannya. Baru-baru ini terkuak bahwa ia menderita penyakit langka bernama Sindrom Guillain-Barre. Penyakit itu disebabkan peradangan akut yang menyebabkan kerusakan sel saraf tanpa penyebab yang jelas.

Gejala penyakitnya itu sebetulnya sudah terasa ketika memimpin di Copa America Centenario 2016. Maka dari itu ia lebih sering duduk di kursi, tidak seperti biasanya berdiri di pinggir lapangan memberikan intruksi. Tabarez harus memimpin Godin dkk., dengan menggunakan scooter dan tongkat selama Copa America Centenario 2016.



Ia merasakan kelemahan di kakinya, kemudian menyebar ke lengan dan dada. Penyakit itu bisa menyebabkan kelumpuhan. Tabarez sempat mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit. Selama ia sakit pun tidak ingin digembor-gemborkan kepada publik. Kondisi kesehatannya itu tidak membuatnya ciut untuk mundur dari Uruguay.

Masih ada tugas penting dari Tabarez, yaitu meloloskan Uruguay ke Piala Dunia 2018 di Rusia. Ia berjuang melawan kelemahan tubuhnya dengan dibantu fisioterapis pribadinya. Justru ia geram ketika penyakitnya itu mulai naik ke publik.

"Aku baik-baik saja. Aku sedang tidak baik, tapi biarkanlah berbicara saya hanya pelatih. Dan di atas semua, saya tidak punya niatan untuk mengundurkan diri," papar Tabarez. Ia pun menyanggah menderita Sindrom Guillain Barre, "Ini Chronic Neuropathiy yang menyerang sistem motorik, tapi tidak ada hubungannya dengan sindrom Guillain Barre yang dibahas selama beberapa hari terakhir," paparnya seperti dikutip dari Gazzetta World.

Uruguay saat ini adalah cerminan dari pelatihnya, yaitu Tabarez. Ia adalah sepakbolanya Uruguay karena membangun kembali kesuksesannya dan julukan El Maestro layak didapatkan Tabarez. Uruguay sempat tidak mampu membuat keyakinan, tapi ia terus memaksa negaranya itu terus membuat terlibat dalam sepakbola dunia dan mencetak sejarah. Forza Maestro!



Sumber lain: ESPN, Mercury News

Komentar