Grup E, Grup yang Penuh Persoalan

Analisis

by Redaksi 34

Redaksi 34

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Grup E, Grup yang Penuh Persoalan

Di Piala Eropa 2016, Grup E diyakini menjadi yang paling semarak. Ini bukannya tanpa alasan. Pasalnya di grup ini terdapat empat kesebelasan negara yang berpotensi saling jegal; Di antaranya adalah Belgia, Italia, Swedia, dan Irlandia.

Jika melihat ranking yang dilansir FIFA, Belgia dan Italia layak difavoritkan untuk lolos karena keduanya berada di deretan negara teratas. Namun, apakah keduanya benar-benar pantas mewakili grup E untuk masuk ke babak knock out?

Belgia: Bagus di Depan, Lubang di Belakang?

Belgia mencatatkan penampilan baik selama babak kualifikasi Piala Eropa 2016. The Red Devils tercatat menorehkan tujuh kali kemenangan, dua kali hasil imbang, dan sekali kalah. Catatan baik tersebut mengantarkan mereka berada di puncak grup E kualifikasi lalu.

Dari segi skuat, Belgia tampak tidak memiliki kekurangan. Nama-nama yang membawa kesebelasan ini melaju hingga babak perempat final Piala Dunia 2014 masih bermain. Dengan banyaknya nama-nama yang sama, maka mudah bagi pelatih Belgia, Marc Wilmots, untuk menerapkan taktiknya.

Posisi gelandang serang menjadi kelebihan Belgia. Kevin De Bruyne yang bersinar bersama Manchester City akan menjadi andalan. Selain De Bruyne, masih ada Eden Hazard, Yannick Ferreira Carrasco, dan Dries Mertens, yang siap memperebutkan ruang di pos tersebut.

Namun, bukan berarti Belgia tidak memiliki celah. Posisi bek dan kiper bahkan bisa dibilang menjadi salah satu persoalan negara yang tetangga Belanda tersebut. Pasalnya dari skuat saat ini, hanya ada empat bek yang memiliki caps dua digit. Dua dari empat pemain tersebut bahkan bisa dibilang tidak bermain secara kompetitif musim ini, di antaranya adalah Thomas Vermaelen dan Laurent Ciman.

Tidak hanya di posisi pemain belakang, di posisi kiper Belgia juga bisa dibilang tidak akan mampu optimal. Hal ini disebabkan oleh dua kiper yang dipanggil Wilmots, Thibaut Courtois dan Simon Mignolet, tidak menunjukkan peran yang baik-baik amat di musim 2015/2016.

Dengan persoalan tersebut, dapatkah Belgia lolos dari grup ini?

Mampukah Italia Bermain Tanpa Andrea Pirlo?

Sejatinya tidak ada yang salah jika seorang pemain yang sudah uzur tidak dipanggil. Hal tersebut baru menjadi persoalan ketika seorang Andrea Pirlo tidak dipanggil untuk ikut ke turnamen sebesar Piala Eropa 2016.

Tidak dipanggilnya Pirlo sendiri cukup mengagetkan bagi seluruh pendukung kesebelasan nasional Italia. Bagaimana tidak, pemain yang bermain untuk Italia sejak tahun 2002 ini, telah memegang peran penting di tim ini.

Pirlo yang di tahun pertamanya di kesebelasan nasional Italia sama sekali tidak dianggap, bahkan mulai mengubah stigma dewa sepakbola Italia ada di lini depan. Tidak hanya soal perubahan stigma, Pirlo juga kerap menjadi penyelamat tim ini karena mampu memecah kebuntuan lewat sepakan bebas khas miliknya.

Italia diprediksi bakal menampilkan pola permainan baru tanpa kehadiran Pirlo di kompetisi ini. Perubahan pola tersebut mulai terlihat dari gaya permainan Italia yang berubah di dua laga uji tanding terakhir yang dilakoni, yakni ketika mereka mengalahkan Skotlandia 1-0 dan Finlandia 2-0.

Irlandia dan Ujian untuk Pertahanan Milik Martin O’Neill

Tidak mengagetkan melihat Irlandia mampu lolos ke putaran final sebab mereka kerap menunjukkan penampilan yang memukau di babak kualifikasi. Persoalannya, mampukah mereka lolos dari lubang jarum di turnamen kali ini?

O’Neill melakukan banyak perubahan sejak menangani tim ini di tahun 2013. Salah satu yang paling kentara adalah perubahan dalam taktik dan pemain peninggalan pelatih asal Italia, Giovanni Trapattoni, yang mengantar tim ini lolos ke Piala Eropa 2012.

Lini belakang pun menjadi salah satu proyek perbaikan O’Neill untuk Piala Eropa 2016. Dua pemain yang kurang bersinar di masa Mr. Trap – panggilan akrab Trapattoni, Seamus Coleman dan Robbie Brady, mendapat banyak kesempatan di era O’Neill.

Hasilnya, Irlandia tampil menakjubkan di grup E meski tidak memuncaki klasemen. Irlandia berhasil mencatatkan rekor sebagai tim paling sedikit kebobolan di grupnya dengan hanya kemasukan tujuh gol. Tidak hanya itu, Jerman yang berstatus juara grup D di akhir babak kualifikasi, berhasil mereka kalahkan 1-0 di Dublin.

Namun, performa lini pertahanan yang baik di kualifikasi tidak berlanjut di 2016. Pertahanan baik mereka perlahan mulai runtuh. Dari empat pertandingan yang mereka jalani di 2016, mereka kebobolan lima gol. Bahkan, mereka takluk dari Belarusia di uji tanding terakhirnya sebelum berangkat ke Prancis.

Gelaran Piala Eropa 2016 pun akan menjadi momen pembuktian berhasil tidaknya perubahan yang dilakukan oleh O’Neill. Sebab dua kesebelasan nasional di grup ini, Belgia dan Swedia memiliki penyerang maupun lini kedua yang mematikan.

Akankah Hasilnya Masih Sama Swedia?

Swedia sempat memiliki trio mengerikan di lini depan. Berjuluk Gre-no-li, Gunnar Gren, Gunnar Nordahl, dan Nils Liedholm, mereka sempat merusak peta persaingan sepakbola Eropa dengan mendapatkan emas di Olimpiade 1948 London. Keberadaan ketiganya ditopang nama-nama lain membuat mereka sempat jadi tim menakutkan Eropa.

Beberapa puluh tahun berselang, tepatnya awal 1990-an, Swedia kembali melanjutkan hegemoninya, utamanya di kawasan Skandinavia. Di era tersebut, Swedia kembali menorehkan prestasi baik dengan menjadi juara tiga piala dunia 1994 dan semifinalis Piala Eropa 1992. Kesuksesan mereka di sana bukan karena keberadaan seorang pemain bintang saja, tapi juga karena kerjasama tim yang baik.

Dua catatan baik Swedia di atas membuktikan bahwa Swedia butuh tim yang kompetitif agar dapat bersaing di Eropa. Nah, hal tersebut tidak mereka miliki dengan skuat yang ada saat ini.

Bagaimana tidak, di skuat saat ini keberadaan maestro sepakbola mereka, Zlatan Ibrahimovic, begitu berpengaruh. Namun istimewanya Ibrahimovic tidak akan menjadi keuntungan karena tidak adanya sokongan dari pemain lain.

Catatan mereka sepanjang babak kualifikasi bisa menjadi contoh bagaimana mereka begitu mengandalkan Ibrahimovic. Peran Ibrahimovic bahkan sampai bisa disebut menenggelamkan pemain lain. Hal ini pun harus menjadi perhatian bagi pelatih Swedia, Erik Hamren yang harus menjaga dominannya Ibrahimovic dan mengoptimalkan peran pemain lain.

Jika persoalan tersebut terselesaikan bukan tidak mungkin Swedia akan mampu melaju dan menyingkirkan Italia di babak grup seperti pada Piala Eropa 2004. Namun jika tidak, bukan tidak mungkin turnamen ini akan berakhir di babak grup, seperti halnya pencapaian mereka di beberapa turnamen terakhir.

ed: fva

Komentar