Level Copa America (Masih) di Bawah Piala Eropa?

Analisis

by Redaksi 32

Redaksi 32

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Level Copa America (Masih) di Bawah Piala Eropa?

Pada bulan Juni kali ini kita disajikan oleh dua turnamen besar sepakbola, Copa America Centenario dan Piala Eropa 2016, dalam waktu yang relatif bersamaan. Copa America dihelat mulai 3 Juni hingga 26 Juni, sementara EURO akan dilaksanakan pada 10 Juni sampai 10 Juli. Jadi dalam rentang waktu satu bulan kita akan dihibur oleh dua turnamen dari dua benua penguasa dalam dunia sepakbola.

Copa America kali ini lebih spesial dibanding dengan perhelatan-perhelatan sebelumnya, pasalnya turnamen yang pertama kali diselenggarakan di Argentina itu telah genap berusia 100 tahun. Untuk itu pada kesempatan kali ini ada sedikit perubahan dengan menambah kuota yang awalnya hanya 12 kini menjadi 16 peserta termasuk undangan untuk negara dari zona CONCACAF.

Sementara itu jika dilihat dari usia, EURO berusia jauh lebih muda daripada Copa America. Turnamen tersebut baru diselenggarakan di Prancis pada tahun 1960 silam, berusia 44 tahun lebih muda. Akan tetapi, meski Copa America telah lebih dulu namun stigma bahwa level mereka yang selalu berada di bawah bayang-bayang Piala Eropa tak bisa dengan mudah dihapuskan.

Memang terlalu dini untuk menilai, pasalnya Copa America baru berjalan kurang lebih seminggu, sementara Piala Eropa baru akan dibuka tiga hari mendatang. Akan tetapi gejala negatif telah terjadi di Copa America. Dalam delapan laga awal, total 16 peserta hanya berhasil mencetak 14 gol. Jadi rata-rata tiap pertandingan hanya tercipta 1,75 gol. Jumlah tersebut merupakan torehan yang tergolong sedikit. Bandingkan dengan Piala Eropa empat tahun silam yang telah menuai 20 gol dalam delapan laga awal, yang berarti menghasilkan rataan 2,5 gol di tiap laganya.

Selain itu para pemain yang menjadi pusat daya pikat juga tidak ikut tampil di laga awal. Superstar Lionel Messi tidak bermain di laga perdana kala Argentina berhadapan dengan Meksiko. Hal itu terjadi karena La Pulga masih mengalami cedera. Sementara itu Luis Suarez yang meraih El Pichichi musim lalu juga mengalami kondisi yang sama dengan Messi ketika negaranya menelan kekalahan atas Meksiko.

Selain itu Copa America kali juga tidak dihiasi oleh penampilan Neymar yang memang tidak terdaftar dalam skuat Brasil. Alasannya ia akan diproyeksikan untuk mengikuti Olimpiade yang akan diselenggarakan di Brasil Agustus mendatang. Tak dapat dimungkiri bahwa aura ketiga penyerang Barcelona tersebut merupakan indikator penting yang mampu menarik animo masyarakat terhadap Copa America 2016.

Di satu sisi Piala Eropa juga tidak diikuti oleh beberapa bintang Eropa. Tercatat Marco Reus, Karim Benzema, Vincent Kompany, Claudio Marchisio serta Arjen Robben merupakan sebagian nama besar yang tak ikut ambil bagian pada kesempatan kali ini. Namun beberapa pemain tersebut hanyalah sebagian kecil dari puluhan pemain bintang yang akan tampil di Prancis esok.

Dari aspek tim tuan rumah, Amerika Serikat yang notabene merupakan salah satu negara paling maju di dunia, terbukti belum bisa meminimalisasi terjadinya kesalahan teknis. Seperti pada laga antara Uruguay melawan Meksiko. Saat pemutaran lagu kebangsaan untuk Uruguay, bukan Orientales, la Patria o la Tumba yang terdengar, justru iringan dentuman lagu kebangsaan Cile yang terlantun. Meski sempat memicu perdebatan, akhirnya pihak penyelenggara secara resmi telah meminta maaf atas kesalahan tersebut.

Kontroversi kedua terjadi saat laga Brasil melawan Ekuador. Saat itu Los Amarillos berhasil membobol gawang Brasil setelah Alisson Becker gagal dalam menangkap bola hasil tendangan Miller Bolaños. Akan tetapi tak lama kemudian wasit menganulir gol tersebut dengan alasan bola yang dikuasai oleh Bolaños telah melewati garis dan dianggap telah keluar dari lapangan.

Sontak keputusan tersebut memancing pro dan kontra, hal itu juga semakin didukung dengan penampilan buruk dari Brasil. Sehingga banyak yang beranggapan bahwa Brasil diuntungkan atas keputusan kontroversial tersebut.

Sementara itu animo masyarakat akan Copa America kali ini juga terbukti kurang merata di tiap laganya. Pertandingan antara Agentina melawan Cile yang digelar di Levi`s Stadium, menjadi jumlah penonton terbanyak sejauh ini, dengan total 69.451 penonton.

Di sisi lain Laga antara Panama yang berhadapan dengan Bolivia hanya dihadiri oleh 13.466 penonton. Jumlah tersebut hanya mencakup hampir seperlima dari total kapasitas Camping World Stadium yang dapat menampung 65.000 penonton. Stadion yang terletak di kota Orlando tersebut sebelumnya juga sepi pengunjung saat menggelar laga antara Kosta Rika dan Paraguay dengan hanya ditonton langsung oleh 14.334 pasang mata.

Gelaran Piala Eropa memang belum bergulir, akan tetapi tak sedikit masyarakat yang sudah tak sabar menanti. Sama halnya dengan saudara tuanya, Piala Eropa juga telah mengalami penggemukan kontestan. Sejak periode 1996, turnamen tersebut hanya diikuti oleh 16 kontestan dan kini jumlah telah bertabah menjadi 24 peserta.

Aturan baru tersebut juga telah memancing polemik di kalangan pengamat dengan alasan eksklusifitas yang mulai kendur. Maka tak heran jika tak sedikit negara debutan turut serta pada turnamen kali ini dan menimbulkan opini tentang semakin mudahnya akses untuk ikut berpartisipasi di ajang Piala Eropa.

Dengan plus minus tersebut setidaknya kita dapat membaca halaman awal Copa America serta gema Piala Eropa yang akan menggelar pertandingan pembuka pada 11 Juni esok. Memang terlalu dini untuk menilai Copa America (masih) tak terlalu menarik dibanding Piala Eropa, akan tetapi dengan beberapa fenomena di atas, toh perayaan seabad turnamen antar negara tertua di dunia tersebut juga belum mampu menyaingi kegemerlapan Piala Eropa.

Foto: dekhnews.com, concacaf.com

Komentar