Kualitas Lini Serang Menjadi Masalah Besar AC Milan

Analisis

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Kualitas Lini Serang Menjadi Masalah Besar AC Milan

AC Milan gagal mencapai target mereka musim 2015/2016. Di akhir musim, kesebelasan yang bermarkas di Stadion San Siro ini harus puas menempati peringkat ketujuh. Meski lebih baik dari musim sebelumnya yang menempati peringkat ke-10, tidak tampilnya AC Milan di kompetisi Eropa musim depan membuat kiprah AC Milan musim ini disebut gagal.

Memang, Carlos Bacca berhasil mencetak 18 gol yang merupakan terbanyak ketiga di Serie A. Namun, dari sekian banyak faktor yang menjadi biang kegagalan Milan musim ini, masalah justru terletak pada lini serang mereka. Ternyata, torehan 49 gol yang dicetak Milan musim ini, merupakan yang terburuk dalam 15 tahun terakhir.

Terakhir kali Milan seret gol dalam semusim adalah pada musim 2001/2002. Kala itu, Milan yang masih dilatih Carlo Ancelotti hanya mampu mencetak 47 gol. Bedanya, musim tersebut Milan hanya kebobolan 33 gol dan mengakhiri musim di peringkat keempat (di bawah Juventus, AS Roma, dan Inter Milan), sementara musim ini kebobolan jauh lebih banyak dengan 43 gol.

Pada musim tersebut, Fiorentina dan Parma tampil lebih buruk. Parma harus puas menempati peringkat ke-10, sementara Fiorentina terdegradasi karena mengakhiri klasemen di peringkat ke-17. Ironisnya, saat itu Fiorentina berstatus juara Coppa Italia.

Sementara bagi AC Milan kala itu, mencetak 47 gol dalam semusim sebenarnya bukan catatan terburuk. Lima musim sebelumnya atau pada 1997/1998, Milan yang ditangani Fabio Capello hanya mampu mencetak 37 gol. Bahkan Capello pun sempat membuat Milan hanya mampu mencetak 36 gol pada musim 1992/1993.

Hanya saja saat itu lini serang Milan tetap menjadi sorotan. Lini depan bahkan dihuni Andriy Shevchenko, Filippo Inzaghi, Jose Mari, dan Javi Moreno. Padahal lini tengah Milan diperkuat Andrea Pirlo, Manuel Rui Costa, Demetrio Albertini, Fernando Redondo, Gennaro Gattuso, Massimmo Ambrosini, Ibrahim Ba, serta Christian Brocchi.

Yang jadi mewajarkan, saat itu merupakan musim pertama Carlo Ancelotti menangani Milan. Karena masih diberi kepercayaan, perlahan Ancelotti mulai membangun fondasi skuatnya dan mampu mencetak lebih banyak gol serta lebih minim kebobolan. Butuh tiga musim bagi Ancelotti bisa mengantarkan Milan juara, dan butuh lima musim untuk membuat Milan mencetak 85 gol dalam semusim Serie A (terbanyak dalam sejarah Milan).

Hal tersebut patutnya perlu menjadi pelajaran bagi manajemen Milan saat ini. Milan saat ini dalam lima musim terakhir terus mengalami penurunan kualitas lini serang dan musim ini menjadi puncaknya. Dalam 10 musim terakhir, gol terbanyak dicetak oleh Milan saat ditangani Massimilliano Allegri pada 2011/2012, saat mereka menjadi runner-up.

Berbicara soal kualitas pemain, saat ini Milan tentu saja cukup mumpuni. Selain Carlos Bacca, masih ada Luiz Adriano yang sempat tajam di Ukraina dan Liga Champions, Mario Balotelli yang memiliki potensi menjanjikan, serta Jeremy Menez yang menjadi tumpuan Milan mencetak gol pada musim 2014/2015. Belum lagi lini tengah yang dihuni Andrea Bertolacci, Keisuke Honda, Giacomo Bonaventura, Riccardo Montolivo, serta Kevin Prince Boateng. Namun hal tersebut belum cukup membuat Milan mengerikan di depan gawang lawan.

Persoalannya jelas bukan karena kualitas pemain, namun sistem permainan yang memang perlu dimantapkan oleh pelatih. Sementara di Milan saat ini, pelatih mulai datang dan pergi. Setelah Allegri, nama-nama seperti Clarence Seedorf, Filippo Inzaghi, Sinisa Mihajlovic, dan Christian Brocchi bergantian mengisi pos pelatih Milan.

Brocchi, yang merupakan pelatih Milan saat ini, hanya dikontrak dua bulan sejak April. Dengan kekalahan di final Coppa Italia dan tak lebih baik dari Mihajlovic, kemungkinan besar ia akan digantikan pada musim yang baru.

Pada akhirnya, memiliki penyerang berkualitas saja tidak cukup. Bacca tak di setiap pertandingan bisa mencetak gol. Belum lagi kualitas lini pertahanan pun akan menentukan seberapa berharganya gol yang bisa diciptakan.

Hal yang perlu dilakukan Milan memang hanya menunjuk pelatih yang dirasa tepat, lalu bersabar menantikan hasil. Dengan kekuatan finansial yang terbatas, penting bagi Milan untuk membangun fondasi secara perlahan.

Tengok bagaimana proses Di Francesco membangun Sassuolo, yang awalnya berstatus tim promosi namun dalam tiga musim mampu berlaga di kompetisi Eropa. Milan perlu menyadari bahwa Milan saat ini bukan Milan 10 tahun yang lalu.

Pada musim 2014/2015, lini pertahanan menjadi persoalan (kebobolan 50 gol, terburuk dalam 65 tahun terakhir). Musim ini, saat lini pertahanan belum terlalu mumpuni (kebobolan 43 gol), lini serang menjadi persoalan berikutnya.

Persoalan di atas akan menjadi persoalan bagi siapapun pelatih Milan berikutnya. Dan membereskan dua persoalan tersebut, tentunya bukan hal yang mudah dan butuh proses yang tidak sebentar. Pertanyaannya, maukah manajemen Milan bersabar? Melihat yang sudah terjadi beberapa musim terakhir, tampaknya mereka lebih menginginkan hasil yang instan.

ed: fva

Komentar