Kutukan Fasisme yang Melekat Pada Barcelona

Cerita

by redaksi

Kutukan Fasisme yang Melekat Pada Barcelona

Pemerintah Kota Madrid menyoroti laga final Copa del Rey 2106 dengan sinis. Secara resmi mereka sempat mengeluarkan larangan bagi pendukung Barcelona untuk membawa dan mengibarkan bendera catalan (Estelada) saat melawan Sevilla, Minggu malam ini di Vicente Calderon.

Larangan tersebut dilatarbelakangi karena kejadian sebelum final Copa del Rey tahun lalu berlangsung. The Guardian menyebutkan bahwa para Catalans dan Basque yang menghadiri pertandingan antara Barcelona dan Athletic Bilbao telah mencemooh Raja Spanyol Felipe VI di Camp Nou. Selain itu, dalam laga final Copa del Rey beberapa tahun terakhir telah digunakan oleh Cules (julukan para suporter Barcelona) untuk menampilkan bendera separatis estelada.

Pelarangan para suporter Barcelona untuk membawa bendera catalan di lapangan hijau memang bukanlah yang kali pertama terjadi. UEFA pernah menjatuhkan sanksi kepada Barcelona karena nyanyian pro-separatis dan bendera estelada ditampilkan oleh fans mereka selama pertandingan Liga Champions.

"Larangan untuk mengibarkan bendera estelada dengan asumsi bahwa bendera tersebut melambangkan dukungan untuk memisahkan diri Catalonia dari Spanyol adalah serangan terhadap kebebasan berekspresi. FC Barcelona pada hari ini (Kamis) sudah mengajukan banding secara administratif pada Pengadilan Madrid untuk melindungi hak yang mendasar dan permintaan untuk membatalkan perintah yang sebelumnya dikeluarkan oleh Pemerintah Community of Madrid," bunyi pernyataan resmi dari Barcelona.

Banding yang diajukan akhirnya terkabul. Sehingga pada partai final nanti pendukung Barcelona dapat mengibarkan bendera kebanggaannya tersebut.

Jika merunut sejarahnya, Catalonia bukan pertama kalinya dianggap sebagai ancaman bagi negara Spanyol. Tercatat pada era Sang Falange (Francisco Franco) di tahun 1936-1975, catalan dikebiri total karena dianggap sebagai ancaman negara Spanyol kala itu. Bendera, bahasa, dan apapun yang berhubungan dengan Catalonia kala itu dianggap ilegal, dan yang tidak mematuhinya bisa diberanguskan dengan mudah. Seperti halnya yang terjadi pada tetangga dekatnya yaitu Basque, bahkan tindakan-tindakan penghibahan otonomi terhadap Propinsi Catalonia dan Basque pun disisihkan.

Seperti halnya Jerman dan Italia, Spanyol yang menganut Fasis kala itu membenarkan pembantaian terhadap golongan tertentu. Hal ini mencerminkan tindakan heroisme untuk membela keutuhan negara, dan menganggap superioritas atas hal-hal yang berbau SARA dibandingkan dengan golongan lain yang dianggap sebagai ancaman negara.

Pasang surutnya lalu berlanjut saat 2006, dimana parlemen Catalonia meloloskan undang-undang otonomi yang lebih luas, yang disambut oleh parpol dan media Spanyol dengan melancarkan kampanye anti-Catalan sehingga membakar emosi bangsa Catalan.

Dengan berbagai dinamika yang telah terjadi, ada baiknya bila Raja Felipe VI melihat sisi baik sepakbola di negaranya sebagai sarana pemersatu monarki Spanyol berkonstitusi yang demokratis. Karena skuat TimNas Spanyol tidak lain diisi oleh para pemain Madrid dan tentunya para Catalan Barcelona.

Ketika dilihat dari sudut pandang lapangan hijau, para TimNas Spanyol dalam setiap laganya adalah untuk membela Spanyol tentunya. La Roja pun mengawali pertandingan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Spanyol, bukan lagu kebangsaan Catalan. La Roja pun pernah menoreh tinta emas bagi Spanyol dengan mengalahkan Italia 4-0 di final Euro 2012 di Olimpiyskiy Stadium.

Spanyol menjadi tim pertama yang memenangkan dua Kejuaraan Eropa berturut-turut, dan tim sepak bola Eropa pertama yang memenangkan tiga turnamen besar berturut-turut yaitu Euro 2008, Piala Dunia 2010 dan Euro 2012. Dengan prestasi tersebut publik sepakbola mulai memberi tempat tertinggi untuk Spanyol. Apalagi musim ini mereka sudah pasti akan mengawinkan ge;ar Europa League (Sevilla) dan Liga Champions (Atleti atau Real Madrid)

Meminjam istilah Hobbes yang mengibaratkan Negara sebagai Leviatan, yaitu sejenis monster (mahkluk raksasa) yang ganas, menakutkan dan bengis yang terdapat dalam kisah perjanjian lama. Spanyol harusnya lebih arif menanggapi percikan-percikan yang ditimbulkan oleh para suporter Barcelona di Spanyol. Tidak serta merta menghidupkan lagi isu separatis Catalan di negaranya dengan memberikan sorotan tajam atas perilaku dari para suporter. Tidak dengan memberikan kesan memelihara naluri saling menyerang, seperti yang terjadi pada masa Leviatan Fasis yang membuat para Catalan tidak merasa nyaman hidup di Spanyol.

Sang Raja Spanyol bisa saja merangkul para Catalan (di sepakbola, identik dengan pendukung Barcelona) yang meresahkannya dengan memberikan pemahaman bahwa hakikatnya Spanyol tidak perlu mengulang sejarah kelam negaranya di masa lampau. Belum lagi para suporter Barcelona di seluruh dunia bisa menganggap bahwa pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah Spanyol seakan terlalu tegang dan kurang piknik.

Bila sepakbola Spanyol ingin terus merangkak naik prestasinya, harusnya baik pemerintah setempat maupun para Catalan Barcelona mampu menyadari bahwa Negara yang menginjak rumput hijaunya sekarang adalah Negara Spanyol bukan Negara Catalan. Dan lebih tepatnya, Catalan dijadikan sebagai suatu kesatuan kebudayaan dari sebuah daerah di Spanyol yang penuh suka duka dan kini mampu berkontribusi besar terhadap negerinya sendiri.

Sudah saatnya para stakeholder(pilar negara) saling memahamkan bahwa pluralitas itu jauh lebih mahal harganya di negeri monarki Spanyol yang demokratis tersebut dibandingkan memelihara perang saraf yang sudah terjadi lebih dari seabad yang lalu. Memang sepakbola bukanlah segalanya bagi negara, namun sepakbola bisa mewujudkan segala hal yang dikehendaki oleh negara.

(Gigih/amp)

Komentar