Bumerang Filosofi Menyerang Martinez

Cerita

by Redaksi 33

Redaksi 33

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Bumerang Filosofi Menyerang Martinez

Tak salah kalau seseorang memiliki sifat keras kepala. Itu adalah bagian dari sifat alamiah yang ada dalam diri manusia. Namun, yang menjadi masalah adalah ketika ia melakukan sesuatu yang tidak benar, dan ia masih menganggap itu adalah hal yang benar dan berkeras kepala akan hal tersebut.

Roberto Martinez pun sama halnya seperti itu. Ia adalah orang keras kepala yang hanya ingin memperagakan permainan menyerang bersama Everton. Saat pertama kali datang ke Goodison Park, keinginannya ini didukung oleh manajemen Everton. Mereka percaya bahwa Martinez akan mampu membawa sebuah nafas baru di tubuh The Toffees.

"Everton resmi mengumumkan Roberto Martinez sebagai manajer baru. Martinez sudah menandatangani kontrak empat tahun bersama Everton. Semoga saja, dengan kedatangannya ke Everton ini akan memberikan sebuah warna baru dalam permainan Everton," ujar situs resmi Everton seperti dilansir Courier tepat pada 2013 lalu.

Para pemain pun mengakui hal yang sama. Mereka semua mengakui bahwa ada sesuatu yang baru yang dibawa oleh seorang Martinez ke dalam Everton, sesuatu yang tidak dimiliki oleh David Moyes.

"Sangat berbeda dengan Everton yang saya kenal selama ini. Martinez membawa sebuah ide yang baru dan ia berhasil mengubah filosofi bermain kami," ujar pemain tengah Everton, Leon Osman.

"Setiap minggu selalu saja ada pendekatan berbeda yang digunakan. Sebuah perubahan yang bagus bagi para pemain dan kami semua menikmatinya," ujar kiper Everton, Tim Howard.

Apa yang disebutkan sebagai nafas baru oleh manajemen Everton pun sempat hampir menjadi kenyataan. Pada musim 2013/2014, Everton dengan luar biasa bertarung dengan Arsenal untuk memperebutkan zona Liga Champions Eropa, meski pada akhirnya mereka tetap saja finis di urutan lima klasemen.

Mengusung gaya sepakbola menyerang, Martinez membuat permainan sepakbola Everton pada awalnya begitu bergairah. Mengakui diri sebagai penganut gaya ball possession a la Pep Guardiola, ia berujar bahwa sepakbola adalah tentang menyerang dan menciptakan peluang, bukan tentang bertahan dan melakukan serangan balik.

"Kami takkan menjadi tim yang hanya solid dalam pertahanan, menciptakan banyak clean sheet, dan hanya menantikan kesempatan untuk kemudian melakukan serangan balik. Kami tidak akan pernah menjadi seperti itu," ujar Martinez seperti dilansir oleh SkySports.

Ternyata, justru gaya sepakbola menyerang inilah yang menjadi awal kejatuhan seorang Roberto Martinez. Martinez seolah lupa, bahwa dalam sepakbola, bukan hanya aspek penyerangan saja yang terpenting. Pertahanan pun adalah hal yang penting karena dalam olahraga sepakbola, selisih gol adalah hal yang terpenting, meski cuma hanya satu gol saja.

Hal inilah yang disadari oleh tim-tim juara macam Manchester United, Atletico Madrid, dan juga juara Liga Primer Inggris musim 2015/2016, Leicester City. Namun, alih-alih memberikan apresiasi, Martinez malah mengejek sepakbola semacam itu dengan sebutan "Sepakbola Parasit".

"Sepakbola modern sekarang terlalu banyak diwarnai oleh sepakbola parasit. Banyak tim-tim yang hanya bermain dengan mengandalkan organisasi permainan yang rapi dan menyerang tim lain dengan menggunakan counter attack, sebuah cara yang paling mudah dan ekonomis dalam bermain. Kami bukanlah tim seperti itu," ujar manajer asal Spanyol ini seperti dilansir SkySports.

Dari sinilah masalah berawal. Akibat hinaannya ini terhadap sepakbola bertahan, yang ia sebut sebagai "Sepakbola Parasit", orang-orang mulai menyadari bahwa Martinez memiliki satu kelemahan yang cukup kritis dalam sistem permainannya. Ia kurang pandai dalam mengorganisasi pertahanan.

Inilah mengapa ketika Everton menyerang, pada masa Martinez, banyak sekali lubang yang bisa dieksploitasi oleh para penyerang tim lawan. Pada musim 2015/2016 saja, Everton kebobolan 55 gol, dan menjadikan Everton sebagai salah satu tim di Liga Primer Inggris yang mudah kebobolan pada musim ini.

Malah, beberapa kebobolan tersebut terjadi pada saat penting. Saat melawan West Ham, Everton dengan mudahnya membiarkan tiga gol bergelontoran ke gawang mereka, padahal saat itu mereka sudah unggul 2-0. Dalam dua pertandingan terakhir sebelum melawan Norwich saja, Everton kebobolan enam gol dan hanya mencetak satu gol saja.

Pertanyaan tentu saja menyeruak, tentang bagaimana Martinez mengoordinasikan lini pertahanan Everton yang, sebenarnya dihuni oleh pemain-pemain yang tidak buruk-buruk amat. Ada Phil Jagielka di sana. Ada juga John Stones, bek muda berbakat asal Inggris. Ada juga Seamus Coleman dan Leighton Baines yang menghuni dua sisi bertahan Everton.

Hal ini belum ditambah dengan pemain tengah yang berpengalaman. Di posisi itu ada seorang Gareth Barry yang sudah cukup lama jam terbangnya di Liga Primer Inggris, harusnya mudah bagi Everton menahan serangan lawan.

Tapi entah kenapa, lawan begitu mudahnya menjebol gawang Everton dalam ajang Liga Primer Inggris. Martinez seolah-olah hanya fokus pada penyerangan dan tidak fokus pada pertahanan. Ia lebih memperhatikan bagaimana cara mencetak gol daripada bagaimana cara menjaga agar gawangnya sendiri tidak kebobolan.

"Dalam latihan, Martinez hanya menekankan tentang penyerangan. Semua hanya tentang menciptakan gol dan menciptakan kesempatan untuk mencetak gol. Tak ada pertahanan sama sekali," ujar Dave Watson, mantan kapten Everton.

Tidak salah Martinez memiliki filosofi sepakbola menyerang seperti itu. Bukan hal yang salah juga kalau Martinez memberikan penilaian yang buruk terhadap sepakbola negatif, karena itu adalah opininya sendiri. Namun, menjadi sedikit aneh ketika dengan filosofi yang seperti itu Everton terus meraih hasil yang buruk, Martinez tetap menerapkan sepakbola menyerang.

Bahkan, ia sampai berdelusi bahwa semua baik-baik saja dan para pemain mudanya hanya perlu untuk belajar lebih banyak lagi. Hal inilah yang tidak disukai suporter sehingga mereka menyuarakan agar Martinez segera dipecat.

Akhirnya, tepat pada Mei 2016, Martinez pun dipecat oleh manajemen Everton. Ia dipecat akibat prestasi Everton yang tak kunjung membaik, yang hanya diam di peringkat ke-12. Semoga saja, melalui pemecatan ini, Martinez belajar bahwa menjadi keras kepala dalam dunia sepakbola yang dinamis adalah hal yang berbahaya.

Tapi, sekali lagi, Martinez itu tidaklah salah. Ia hanya pribadi yang keras kepala. Filosofi menyerang yang ia terapkan akhirnya menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Everton tak membutuhkannya lagi.

foto: firstpost.com

Komentar