Tak Ada Gelar "Drummer" Terbaik untuk Joey Barton

Cerita

by Redaksi 33

Redaksi 33

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Tak Ada Gelar "Drummer" Terbaik untuk Joey Barton

Dalam sebuah pertunjukan band yang bersifat ansambel, melibatkan lebih dari satu orang, mungkin akan sedikit orang yang mengalihkan perhatiannya kepada seorang pemain drum. Para penonton akan lebih mengalihkan perhatiannya kepada orang-orang yang terlihat lebih jelas di atas panggung seperti pemain gitar, bass, atau sang front man, vokalis.

Pemain drum, yang biasanya berada di paling belakang, akan menjadi orang yang cukup sulit untuk dikenali. Padahal, pemain drum memegang peranan penting. Tanpa penabuh drum, bisa dipastikan tempo permainan band akan kacau; gitar akan bermain terlalu cepat; sementara vokalis akan lupa kapan waktu dirinya masuk ke dalam sebuah bagian lagu. Lagu juga dapat berlangsung cepat atau lambat tergantung dari ketukan tempo yang dimainkan oleh seorang pemain drum.

Begitu pula halnya dalam permainan sepakbola. Sekecil apapun peran yang dimainkan, peran itu akan berperan begitu penting bagi tim. Okazaki senang akan peran yang ia mainkan dalam tim Leicester sebagai "figuran" di tengah nama-nama tenar seperti Jamie Vardy maupun Riyad Mahrez.

Namun, di sisi lain, Fabio Borini pun memberikan peran yang lumayan penting sebagai penyisir sayap di Sunderland, meski ia tidak menyukainya. Yang jelas, setiap pemain memiliki pilihan dan kesukaannya masing-masing dalam hal posisi bermain.

Dari setiap peran yang dijalankan, akan ada penghargaan yang diberikan. Untuk drummer, ada gelar drummer terbaik seperti Drummer of The Year, Young Drummer of The Year, dan masih banyak penghargaan untuk drummer lainnya. Meski kerap terlupakan, setidaknya masih ada penghargaan yang diberikan untuk seorang pemain drum.

Namun, lain kisah dengan seorang Joseph "Joey" Barton. Penabuh drum (a.k.a. gelandang tengah) asal Inggris, sekaligus pemain yang pernah mencicipi satu kali cap bernama Tim Nasional Inggris. Selama berkompetisi dalam Skybet Championship musim 2015/2016, ia membuktikan diri sebagai kunci permainan lini tengah Burnley, sekaligus sosok penting yang mengantar Burnley menjuarai Skybet Championship 2015/2016.

Lini tengah dalam permainan sepakbola, seperti yang kita ketahui adalah sebuah posisi yang mirip seperti halnya seorang pemain drum dalam sebuah band. Ia jarang sekali mendapatkan perhatian lebih, tidak seperti halnya pemain depan yang akan lebih sering mendapatkan perhatian karena memiliki peluang lebih banyak untuk bersinar, seperti halnya gitaris ataupun vokalis yang akan lebih mudah dikenali di atas panggung.

Lalu, apa yang membedakan pemain drum dengan seorang Joey Barton? Seperti yang sudah diungkapkan di atas, penabuh drum dalam sebuah band setidaknya masih bisa mendapatkan penghargaan jika ia menampilkan permainan yang luar biasa. Joey Barton? Dalam acara perayaan juara Burnley saja ia tidak mendapatkan medali di saat pemain yang lain berkalungkan medali di leher mereka.



Dalam video tersebut, terlihat bahwa Barton tidak mendapatkan medali, karena pihak Football League lebih memilih medali untuk diserahkan kepada seorang Tom Heaton, kiper andalan Burnley. Walhasil, Barton, bersama dengan James Tarkowski menjadi pemain yang tidak berkalungkan medali saat itu.

Dilansir dari situs resmi klub Burnley, hal ini terjadi akibat kesalahan dari pihak klub yang salah mengirimkan daftar pemain yang akan diberikan medali, yang seharusnya 25 pemain malah 27 pemain yang didaftarkan.

"Kami pihak Burnley Football Club memohon maaf atas kekacauan yang terjadi dalam acara pengalungan medali. Kami tidak menuruti saran dari Football League yang menyarankan kami untuk memberikan daftar 25 pemain yang mendapatkan medali. Kami malah memberikan daftar 27 pemain sehingga kesalahan administratif seperti ini terjadi. Kami mohon maaf atas kesalahan kami ini," ujar situs resmi Burnley seperti dilansir oleh ESPN FC.

Akhirnya, mungkin karena merasa kesal, Barton memilih untuk tidak ikut dalam pengangkatan piala, dan dirinya lebih memilih untuk mengangkat replika piala juara Skybet Championship beberapa kali. Sebuah hal yang sebenarnya cukup disayangkan terjadi, mengingat selama musim 2015/2016, Barton menjadi sosok kunci lini tengah tim asuhan Sean Dyche ini.

Barton lebih memilih mengangkat trofi replika (foto: mirror.co.uk)

Seperti halnya seorang Saitama, tokoh utama dalam anime One Punch Man yang aksi-aksi heroiknya jarang diakui, Barton pun harus mulai memikirkan bahwa mungkin setiap permainan tidak perlu diberikan penghargaan. Seperti Saitama yang mengatakan bahwa ia menjadi pahlawan bukan karena ingin diakui, tapi karena memang aku ingin menjadi pahlawan.

Barton mungkin harus menerima kenyataan bahwa musim ini dirinya tidak menerima penghargaan yang seharusnya. Tapi, bukannya seperti yang Vialli katakan dalam buku The Italian Job, bahwa orang Inggris bermain bola karena memang menyenangi permainan sepakbola tersebut? Setidaknya, meski tidak mendapat penghargaan, Barton harus bersyukur bahwa dirinya masih bisa bermain sepakbola.

Sungguh kasihan sekali Barton, `penabuh drum` Burnley yang tidak mendapatkan gelar `drummer` terbaik.

foto: mirror.co.uk

ed: fva

Komentar