Kematian Sepakbola Possession Guardiola di Tangan Simeone

Analisis

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Kematian Sepakbola Possession Guardiola di Tangan Simeone

Dengan penguasaan bola mencapai 69%, kemudian dengan 85% operan sukses, dan 33 total tembakan, FC Bayern München sudah melakukan segalanya untuk mengubah nasib mereka. Pada akhirnya mereka berhasil menang 2-1 atas Atlético Madrid sekaligus mengubah agregat menjadi imbang 2-2, tapi itu tidak cukup karena Atlético lah yang berhak lolos ke final Liga Champions UEFA di Milan akibat aturan gol tandang.

Kedua kesebelasan sama-sama mengandalkan pressing, dan pertandingan dini hari tadi adalah pertandingan yang sangat mencerminakan permainan sepakbola menyerang dan possession menghadapi anti tesisnya, yaitu sepakbola bertahan dan counter-attack.

Pada kenyataannya, kegigihan dan sepakbola possession ala Pep Guardiola tidak cukup untuk menembus kegigihan dan taktik bertahan dari Diego Simeone. Semalam, Atlético berhasil meredam seluruh serangan Bayern jika mereka menyerang melalui tengah. Sebanyak 22 tekel sukses (dari total 32 tekel) dan 21 intercept adalah cermin bahwa organisasi permainan Atléti sudah sangat rapi.

Villareal [ralat: Atletico] hanya dua kali melakukan kesalahan. Pertama, ketika terjadi pelanggaran di depan kotak penalti yang menghasilkan tendangan bebas pada menit ke-30. Eksekusi tendangan bebas yang diambil oleh Xabi Alonso sendiri pada akhirnya mampu membuka skor untuk Bayern.

Kemudian, yang kedua adalah saat terjadinya penalti. Beruntung, eksekusi Thomas Müller berhasil dimentahkan oleh Jan Oblak, begitupun bola muntahan yang berhasil disambar Alonso, yang kembali bisa dimentahkan oleh penjaga gawang asal Slovenia ini.

Selain itu, aksi yang paling terlihat dari permainan bertahan Atlético adalah sapuan mereka yang berhasil sampai 29 sapuan dari 44 total sapuan. Ini menandakan bahwa Bayern bermain sangat menekan sampai ke wilayah pertahanan Atlético.

Sebanyak 22 sapuan (dari 34) di antaranya mereka lakukan di dalam area kotak penalti mereka sendiri. Bukan salah Allianz Arena juga yang "menyediakan banyak tempat sampah" di sepanjang pinggir lapangan karena yang terpenting dari Simeone adalah untuk "membuang" bola sesering mungkin.

Bayern menemukan alternatif dengan memainkan umpan silang

Permainan bertahan Atlético ini memaksa para pemain Bayern hanya memiliki banyak ruang yang leluasa untuk bermain lewat sayap. Dipaksa bermain lewat sayap tidak memberikan dampak apa-apa pada skor. Hal ini terjadi lantaran letak gawang yang tetap di tengah (iya, lah), bukan di sayap.

Bayern sadar mereka harus mengalirkan bola ke tengah, ke mulut gawang, mereka tidak bisa terus-menerus memainkan bola dari sayap ke sayap. Untuk itulah mereka melakukan pendekatan melalui bola panjang (long ball) dan umpan silang (crossing).

Melalui umpan silang, cara ini memang tidak efisien, yang bisa kita simak dari angka 35 umpan silang yang kebanyakan mubazir dengan hanya sembilan saja yang berhasil. Namun, cara ini adalah cara yang efektif.

Ini bukanlah tipikal gaya bermain Guardiola. Tapi ia sepertinya sadar jika ia ingin terus mengandalkan possession, salah satu caranya adalah dengan bola panjang dan umpan silang.

Banyak peluang Bayern yang tercipta dari skema ini, termasuk sebiji gol dari Robert Lewandowski pada menit ke-74. Mereka juga bisa melakukan banyak penetrasi ke dalam kotak penalti Atlético, tidak seperti di leg pertama di mana mereka hanya sedikit menciptakan operan ke dalam kotak penalti Atléti.

Tapi hanya satu yang kurang, mereka banyak gagal memanfaatkan umpan silang dan bola panjang ini lantaran Atlético menumpuk banyak pemain di depan mulut gawang mereka. Atléti juga berhasil mencatatkan duel sukses sebanyak 22 dari 37 duel (63%).

Hanya butuh satu serangan balik cepat bagi Atlético

Gol memenangkan pertandingan, tapi pertahananlah yang memenangkan kejuaraan. Hal ini sangat diserapi oleh Simeone. Tapi kemudian timbul pertanyaan: Bagaimana cara memenangkan pertandingan dengan pertahanan? Jawabannya adalah serangan balik cepat yang mematikan.

Baca juga: Kenapa Kita Membenci Permainan Bertahan?

Pertahanan kokoh Atléti tidak akan ada artinya jika mereka tidak bisa mencetak gol, bukan? Di sini lah peran utama Griezmann. Penyerang asal Prancis ini memiliki angka 85% akurasi tembakan di Liga Champions. Ini sangat penting untuk Atlético karena mereka tentunya tidak memiliki banyak kesempatan untuk mencetak gol dengan cara bermain mereka ini.

Sesuai yang sudah kami prediksi kemarin, skema sempurna Atlético adalah menyerang balik yang memang hanya sekali-sekali, kejadiannya pun tidak berlangsung lebih dari 5-10 detik. Tapi dari kejadian yang sekali-sekali dan sebentar itu lah mereka bisa mengancam Bayern. Akhirnya Griezmann mampu mencetak gol pada menit ke-54.

Gol tersebut memaksa Bayern untuk mencetak tiga gol (dua gol lagi karena saat itu sedang dalam keadaan 1-1) melawan Atléti yang belum pernah kebobolan lebih dari dua gol dalam satu pertandingan sejak Januari 2015.

Meskipun Bayern kemudian bisa mencetak gol pada menit ke-74, tapi bisa dibilang pertandingan ini sudah berakhir ketika Griezmann mencetak gol pada menit ke-54 tersebut.

Pada akhirnya Bayern harus tersingkir, sesuai dengan julukan mereka, Die Roten, atau diplesetkan menjadi Die Rotten (dalam Bahasa Inggris), yang berarti: mati membusuk.

Baca analisis selengkapnya di kolom khusus #AboutTheGame di detikSport: 35 Umpan Silang Bayern Dikalahkan oleh 1 Serangan Balik Cepat Atlético

e
d: fva

Komentar