Sedikit Chauvinis, Perdana Menteri Prancis Kritisi Soundtrack untuk Euro 2016

Berita

by Redaksi 33

Redaksi 33

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Sedikit Chauvinis, Perdana Menteri Prancis Kritisi Soundtrack untuk Euro 2016

Original soundtrack dalam sebuah gelaran pesta sepakbola itu seperti halnya tambahan butir-butir garam ke dalam sayur yang sedang dimasak. Gelaran pesta sepakbola akan menjadi lebih semarak dengan kehadiran original soundtrack yang dinyanyikan setiap kali pertandingan di stadion digelar, ataupun ditampilkan dalam acara pembukaan dan penutupan sebuah pesta sepakbola.

Penulis ingat betul lagu Waka Waka yang dinyanyikan oleh Shakira dalam ajang Piala Dunia 2010 yang membuat ingatan penulis langsung terlempar kepada momen ketika Iniesta mencetak gol penentuan pada babak final, ataupun ketika Ghana kalah oleh Uruguay dalam babak 8 besar hanya karena handsball yang dilakukan oleh seorang Luis Suarez (disebut juga tangan setan). Lagu We Are One yang dinyanyikan oleh Pitbull membuat ingatan penulis terlempar kepada momen ketika Jerman membantai Brasil 7-1, untuk kemudian menjadi juara setelah mengalahkan Argentina pada babak final.

Dengan segala memori yang mampu dibawa oleh sebuah soundtrack, maka bisa dianggap bahwa original soundtrack dalam sebuah pesta sepakbola juga bisa menjadi pengingat, sekaligus identitas dari pesta sepakbola itu sendiri. Hal inilah yang disadari betul oleh seorang Andre Vallini, salah seorang menteri di Prancis yang menjabat sebagai Menteri Pengembangan dan Francophony. Ia menyadari betul makna dari soundtrack ini bukan hanya sekadar pelengkap dalam ajang sepakbola, tapi juga mampu menjadi sebuah cerminan identitas dari negara penyelenggara pesta sepakbola itu sendiri.

Oleh karenanya, ia sedikit "mencak-mencak" saat tahu bahwa soundtrack untuk ajang Euro 2016 ini banyak yang menggunakan Bahasa Inggris. Ia mengkritisi kebijakan FFF (Federasi Sepakbola Prancis) yang memilih lagu cover dari I Was Made for Lovin` You yang dipopulerkan oleh band lawas asal Amerika, Kiss. Lagu cover dari I Was Made for Lovin` You ini digubah menjadi I Was Made for Lovin` You (My Team) dan dibawakan oleh band asal Prancis Skip the Use.

"Euro 2016 adalah salah satu pesta sepakbola terbesar yang akan diselenggarakan di Prancis dan akan menjadi jalan bagi orang-orang dari luar negeri untuk mengenal Prancis lebih dekat - juga untuk mengenal bahasa kita lebih dekat, bahasa Prancis. Maka, saya bisa katakan bahwa lagu untuk ajang Euro 2016 ini tidak cocok dan saya kesal karena liriknya menggunakan bahasa Inggris," ujar Vallini seperti dilansir The Guardian.

Ia juga menambahkan bahwa dalam ajang Euro 2016 ini, ketika budaya dari satu negara dan negara yang lain saling bertukar satu sama lain, harusnya Prancis mempertahankan bahasanya sendiri, bukannya malah menggunakan bahasa negara lain sebagai soundtrack.

"Saat ini kami sedang berusaha untuk mempertahankan eksistensi dari Bahasa Prancis di Eropa. Oleh karena itu, saya tidak habis pikir kenapa dalam ajang sebesar Euro 2016 ini, saat orang-orang dari negara lain datang ke Prancis, lagu yang dipergunakan malah lagu dari bahasa lain dan FFF malah menurunkan kekuatan dari Bahasa Prancis itu sendiri," tambah Valliani.





Sebenarnya, penggunaan Bahasa Inggris dalam soundtrack sebuah pesta sepakbola sah-sah saja dan tidak apa-apa. Toh, pada saat Euro 2012 pun, Polandia dan Ukraina tidak menggunakan soundtrack Bahasa Polandia ataupun Ukraina, melainkan menggunakan soundtrack lagu berjudul Endless Summer yang dinyanyikan oleh Oceana. Pun dengan Piala Dunia 2014 yang menggunakan lagu We Are One yang dinyanyikan oleh Pitbull, lagunya menggunakan bahasa Inggris.

Sungguh merupakan sikap yang sedikit chauvinistik dari seorang Andre Vallini ini. Atau, apa karena ini pengaruh dari Perang Seratus Tahun yang pernah terjadi antara Inggris dan Prancis? Entahlah.

foto: guardian.co.uk

Komentar