4 Pelajaran yang Kita Dapatkan dari Atletico Madrid 1-0 FC Bayern München

Analisis

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

4 Pelajaran yang Kita Dapatkan dari Atletico Madrid 1-0 FC Bayern München

Atlético Madrid berhasil menang dengan skor 1-0 atas FC Bayern München di Vicente Calderón pada lanjutan leg pertama semifinal Liga Champions UEFA. Sepertinya ada dua hal yang tidak berjodoh dini hari tadi. Kedua hal tersebut adalah Josep Guardiola dan pertandingan tandang di fase knock-out Liga Champions.

Sebuah gol solo run cantik dari Saúl Ñíguez kembali membuat Guardiola gagal menang di pertandingan away pada fase sistem gugur Liga Champions.

Guardiola adalah pelatih yang brilian, kita semua tahu itu. Namun, pertandingan dini hari tadi adalah pertandingan tandang kesembilannya sebagai pelatih Bayern di fase knock-out, dan ia hanya berhasil menang sebanyak satu kali saja, yaitu saat menang 2-0 atas Arsenal di babak 16 besar di Stadion Emirates pada 2014.

Bahkan saat ia masih menjabat sebagai pelatih FC Barcelona, ia hanya memenangkan tiga dari 12 pertandingan away-nya di fase knock-out Liga Champions. Salah satu kemenangannya itu adalah saat Blaugrana berhasil menghempaskan Real Madrid CF pada 2011.

Jadi kalau ditotal-total, dari 21 pertandingan tandangnya di fase sistem gugur di Liga Champions, Guardiola hanya berhasil menang empat kali saja. "Rekor" ini terlihat remeh, tapi bisa jadi ini yang akan menghalanginya untuk mengangkat trofi "Si Kuping Besar" untuk ketiga kalinya.

Sementara selain kutukan perjodohan di atas, kami memiliki tiga poin lagi dari pertandingan dini hari tadi.

Menguasai pertandingan tidak sama dengan memenangkannya

Seperti yang sudah kami prediksikan, pertandingan ini adalah pertandingan antara kesebelasan bertahan melawan kesebelasan menyerang. Belum cukup sampai di situ, karena pertandingan ini menampilkan kesebelasan bertahan terbaik di Eropa melawan kesebelasan menyerang yang terbaik pula di Eropa. Jadi bukan sembarangan pertandingan bertahan melawan menyerang pada umumnya.

Tidak seperti hasil imbang 0-0 antara Manchester City dan Real Madrid yang lambat, tumpul, datar, dan cenderung membosankan, pertandingan dini hari tadi menampilkan intensitas tinggi yang sangat menggairahkan, baik untuk pendukung kedua kesebelasan maupun penonton netral.

Atlético menekan Bayern pada babak pertama sebelum akhirnya tim tamu mengambil inisiatif untuk lebih menyerang di babak kedua.

Jika melihat statistik, kita seperti sedang dibohongi. Pada kenyataannya Bayern mendominasi penguasaan bola (71%), jumlah operan (614 berhasil dari 707, atau 87%), dan jumlah tembakan (7 on target dari 20 tembakan).

Sementara Atlético adalah kesebelasan yang kalah dari Bayern dalam ketiga aspek di atas. Mereka hanya mencetak 29% penguasaan bola, 159 operan berhasil dari 253 percobaan (63%), dan lima shot on target dari 11 total tembakan.

Semua angka di atas memihak kepada Bayern, kecuali untuk angka yang paling krusial, yaitu skor 1-0 untuk Atlético. Hal ini kembali mengajarkan satu hal penting di sepakbola bahwa menguasai pertandingan tidak sama dengan memenangkannya.

Simeone si pelatih jenius

Ada hal yang sangat menarik dari pelatih Atléti, Diego Simeone. Jika kita melihat tahun 2014 sebagai musim terbaik Atlético (mereka menjuarai La Liga Spanyol), termasuk salah satunya ditandai dengan keberhasilan mereka menembus partai final Liga Champions (mereka kalah dari Real Madrid), sebenarnya Atlético sudah banyak melakukan transformasi.

Hanya empat pemain yang menjadi starter pada pertandingan dini hari tadi yang juga menjadi starter pada final Liga Champions 2014 di Lisbon. Mereka adalah Filipe Luís, Gabi, Juanfran, dan Koke.

Namun Atlético yang sekarang masihlah kesebelasan yang sama dengan dua tahun yang lalu. Mereka masih sama dalam hal intensitas dan kedisiplinan, yang berbeda yaitu pada pemain-pemain yang Simeone pilih.

Antoine Griezmann, Augusto Fernández, Saúl, Jan Oblak, Stefan Savić, bahkan sampai Thomas Partey (bukan "Party" meskipun Atlético berhasil berpesta dini hari tadi) mampu menyempurnakan cara bermain Atlético pada dua tahun yang lalu.

Jadi bukan tidak mungkin tahun ini Simeone akan mengulangi hal yang sama seperti dua tahun yang lalu, atau bahkan malah lebih baik.

Saúl Ñíguez yang membuat Spanyol masih sangat menjanjikan

Dua dari empat semifinalis Liga Champions adalah kesebelasan asal Spanyol. Tapi pada kenyataannya, core Spanyol sangat kental di keempat semifinalis.

Dini hari yang lalu, ada tujuh pemain Spanyol yang bermain di pertandingan antara Manchester City dan Real Madrid. Sementara dini hari tadi, ada sembilan pemain Spanyol yang diturunkan. Bahkan pelatih Bayern, kesebelasan asal Jerman, adalah orang Spanyol.

Pemain-pemain seperti Javi Martínez, Koke, dan Thiago Alcântara sudah dipuji sebagai pemain-pemain masa depan Spanyol, terutama karena keterlibatan mereka saat membawa Spanyol menjuarai Kejuaraan Piala Eropa (Euro) U21 pada 2011 dan 2013.

Belum selesai sebuah generasi sampai kepada puncaknya, sudah muncul generasi baru yang juga tak kalah menjanjikan. Ia adalah Saúl Ñíguez, yang masih berusia 21 tahun, yang menjadi pemain paling bersinar pada pertandingan dini hari tadi.

Ia mencetak gol yang sangat brilian di menit ke-11 dengan menari meliuk-liuk melewati tekel para pemain Bayern dan mengelabui Manuel Neuer.

Neuer sendiri sudah kami prediksi akan jadi faktor pembeda karena kesalahan kecil saja bisa berdampak besar untuk Bayern. Namun, ia justru kebobolan saat pertandingan masih belum terlalu panas meskipun pada akhirnya ia berhasil membuat empat penyelamatan.

Pelatih kesebelasan negara Spanyol, Vicente del Bosque, menonton pertandingan dini hari tadi di tribun Stadion Vicente Calderón. Ia menonton sembilan calon penggawa sangara Spanyol. Tapi melihat aksi Saúl dengan 5 dribel suksesnya, 3 kali menang duel udara, dua intercept, dua tekel sukses, satu buah blok, dan satu gol indahnya, ia pasti sangat terkesima.

***

Sesuai perkiraan kami, dan sama dengan saat mereka mengalahkan FC Barcelona 2-0 di perempatfinal leg kedua lalu, Atlético Madrid bermain menekan dari awal untuk mencuri satu gol, untuk kemudian bermain bertahan dan disiplin sambil sesekali meluncurkan serangan balik ke pertahanan FC Bayern München.

Nantikan analisis kami selengkapnya di kolom khusus #AboutTheGame di detikSport. Antara lain kami akan menyoroti susunan sebelas pemain yang diturunkan Pep Guardiola yang cenderung tidak biasa dan pada akhirnya berakibat fatal, permainan bertahan Atléti yang mendominasi di babak pertama, dan perubahan kecil yang terlambat di babak kedua untuk Bayern.

Modal satu gol akan sangat berharga bagi Diego Simeone untuk bertandang ke München pekan depan. Atlético hanya butuh bertahan lebih sabar lagi tanpa harus bermain terlalu menekan seperti di awal pertandingan dini hari tadi.

Bayern memang kesebelasan yang sangat fasih dalam menyerang. Tapi bermain menyerang akan sangat berisiko terhadap serangan balik Atlético. Ini yang akan membuat pertandingan leg kedua nanti tidak akan kalah menariknya daripada dini hari tadi.

ed: fva

Komentar