Eusebio Di Francesco, Sumber Pemikiran Negatif Silvio Berlusconi

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Eusebio Di Francesco, Sumber Pemikiran Negatif Silvio Berlusconi

Di saat posisi Sinisia Mihajlovic sebagai pelatih AC Milan tengah dalam kondisi kritis, nama Eusebio Di Francesco muncul kepermukaan sebagai calon pengganti. Sejumlah media di Italia menebarkan keyakinan: jika Milan serius ingin kembali mendapatkan trofi, mereka tidak boleh ragu untuk menunjuk Di Francesco.

Karier Di Francesco yang kini melatih Sassuolo, diprediksikan bakal mendapat kemewahan yang begitu cepat dalam karier kepelatihannya. Mari kita ingat di awal kemunculan pelatih 46 tahun ini saat membawa Sassuolo untuk pertama kalinya berkiprah di Serie-A, setelah menjuarai Serie-B 2012/2013. Kendati sempat dipecat, ia kembali lagi dan menyelamatkan Sassuolo dari degradasi Serie-A 2013/2014.

Selanjutnya, Di Francesco mengubah Sassuolo menjadi kesebelasan yang memainkan sepakbola menarik, walau cuma bermodalkan pesepakbola-pesepakbola muda. Maka tidak heran kalau Milan berpikir serius menjadikannya pengganti Mihajlovic. Memang Mihajlovic membuat Milan bermain lebih emosional dan ulet, tapi sayangnya tidak diiringi dengan kecerdasan taktis. Singkatnya, para pemain memang bermain dengan hati, namun tidak diimbangi dengan isi kepalanya. Sebetulnya, gaya Mihajlovic itu tidak salah, tapi itu bukan yang dibutuhkan Milan dalam proses pembangunan saat ini.

Lalu apa yang dibutuhkan Milan dari Di Francesco? Ia diharapkan bisa membuat keajaiban. Salah satunya bisa diberikan kepada Giacomo Bonaventura, salah satu pemain terbaik yang dimiliki Milan saat ini. Tapi sebagai winger, Bonaventura membutuhkan sistem yang bekerja untuk menguntungkannya. Mungkin ia bisa mendapatkan itu pada formasi 4-3-3 ala Di Francesco. Seharusnya Bonaventura bisa lebih penting daripada Domenico Berardi sebagai winger Sassuolo, atau Lorenzo Insigne di Napoli.

Eksplosifnya Berardi tidak lepas dari kepintaran Di Francesco mengembangkan potensi pemainnya. Sementara saat ini Milan hanya memikirkan Alessio Romagnoli. Tapi lihat apa yang dilakukan Di Francesco bersama Sassuolo, tidak hanya mengembangkan potensi, tapi ia mengembalikan potensi. Salah satu contohnya adalah mendorong Francesco Acerbi yang layak memperkuat kesebelasan negara Italia. Andrea Consigli pun sebetulnya menjadi kiper yang berkembang di bawah arahannya. Sayangnya, ia melakukan blunder yang memalukan pada pertandingan pekan lalu.

Jika berada di Milan, bukan tidak mungkin Di Francesco bisa lebih menggali Mattia De Sciglio dan Davide Calabria seperti Sime Vrsaljko. Dan siapa tahu Di Francesco bisa menghidupkan kembali permainan Andrea Bertolacci. Di Francesco bisa saja menjadi penyelamat Milan. Mantan pelatih Lecce itu adalah orang tepat untuk tempat yang tepat. Sistemnya mampu mengembalikan cahaya pemain yang redup dan membesarkan bakat muda.

Tapi jika bicara soal perlu atau tidak perlu, Milan saat ini lebih membutuhkan strategi jangka panjang yang jelas. Karena percuma bicara soal jangka panjang, toh Mihajlovic pun berakhir dengan mengenaskan. Soal itu, kapan Silvio Berlusconi, pernah belajar? Ia pun memecat Mihajlovic melalui sambungan telepon. Maka penunjukan Cristian Brocchi merupakan pergantian pelatih yang kelima kalinya sejak 2014.

Ultras Milan membentangkan spanduk, begini tulisnya: "Seorang Presiden yang tidak mampu mengenali masalah yang sebenarnya dalam bisnisnya, tidak lagi dibenarkan. Bahkan jika ia membuat investasi besar. Jika ada, ia menjadi orang pertama yang harus bertanggung jawab untuk situasi ini."

Tapi Presiden Milan itu tidak pernah belajar. Ia lagi-lagi melancarkan niatannya menyerahkan kepelatihan kepada mantan pemain Milan tanpa pernah memikirkan gagasannya. Hasilnya, strategi-strateginya itu sungguh menggelikan. Bahkan untuk membantu klub dalam jangka panjang pun tidak sanggup. Lihat saja bagaimana ia memperlakukan mantan pemain Milan seperti Leonardo, Clarence Seedorf, dan Filippo Inzaghi, ketika menjabat pelatih klubnya. Masing-masing dari mereka sempat merasakan kursi panas dengan cara berbeda-beda.

Sebetulnya Milan perlu mendefinisikan identitasnya. Jika benar ingin berinvestasi, mereka bisa mengambil sedikit pelajaran dari Torino dan Sassuolo, kedua kesebelasan yang baik dengan bakat mudanya. Sejauh ini pun Milan sudah memiliki dasar kuat untuk menerapkan strategi itu. Skuat saat ini pun diisi pemain seperti Romagnoli, De Sciglio, Gianluigi Donnarumma, Jose Mauri, M`Baye Niang, dan lainnya. Tapi sayang, pelatih jangka panjangnya baru dibuang.

Padahal baru-baru ini Wakil Presiden, Adriano Galliani, dengan bangga berbicara tentang akademi Milan yang berkecimpung di dunia internasional. Jika hal itu benar-benar terjadi, apakah itu tidak akan menjadi kepentingan untuk sejumlah uang besar? Lagipula siapa juga yang mengatakan Manuel Locatelli tidak kali baik daripada Bertolacci? Justru nama-nama seperti Riccardo Saponara, Franco Vazquez, Lorenzo Tonelli yang akan mereka bungkus pada musim panas nanti.

Sepatutnya Galliano dan Berlusconi perlu mengambil langkah mundur di musim panas nanti. Dalam artian mereka harus menilai kembali tujuan klub ini, memulainya dari nol dengan perencanaan yang hati-hati, serta investasi yang masuk akal agar kembali ke jalur juara.

Tapi siapa yang tahu dengan Berlusconi? Bisa saja Brocchi justru dijadikan tumbal pada musim panas nanti. Diperlakukan dengan hal yang sama seperti Leonardo, Seedorf dan Inzaghi, kemudian Brocchi digantikan Di Francesco. Jika itu terjadi mungkin kembali kepada kebutuhan Milan. Tapi seperti diketahui bahwa cerita Mihajlovic pun pada awalnya memiliki harapan yang sama.

Maka siapapun yang bertanggung jawab di musim panas nanti, akan lebih bijaksana ketika menerapkan gaya permainan kesebelasannya. Atau fokus kepada pembentukan skuat muda, jika itu benar-benar tujuannya. Pelatih harus menentukan pemain yang sesuai dengan cara bermainnya nanti, bukan karena Berlusconi ingin mempertahankan Philippe Mexes atau mengembalikan Kevin-Prince Boateng.

Klub ini sudah menangis atas kestabilan yang dijanjikan kepada seluruh benua di dunia. Hal itu mengakibatkan musim Milan mengalami beberapa fase peralihan, tapi sampai akhirnya menjadi sia-sia.

Sumber lain: Football-Italia.

ed: fva

Komentar