Para Pemilik Kesebelasan di Inggris yang Dibenci Pendukungnya

Cerita

by Redaksi 31

Redaksi 31

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Para Pemilik Kesebelasan di Inggris yang Dibenci Pendukungnya

Iming-iming keuntungan yang besar menjadi salah satu faktor banyaknya pengusaha luar Inggris yang menanamkan kekayaannya di berbagai kesebelasan di Inggris. Gerakan masif kepemilikan asing di sepakbola Inggris ditandai oleh masuknya taipan Rusia, Roman Abramovich, ke Chelsea pada 2003. Kesuksesan yang diraih Chelsea dalam beberapa tahun berikutnya memicu banyaknya orang kaya yang ingin melakukan hal serupa.

Namun, seiring dengan waktu banyak dari pemilik kesebelasan yang justru jadi musuh bagi pendukung kesebelasan tersebut akibat kebijakan yang dianggap merugikan dan membawa kesebelasan tersebut ke ambang kehancuran. Berikut di antara nama-nama pemilik yang dibenci tersebut:

Massimo Cellino (Leeds United)

Pria asal Cagliari, Italia, ini datang ke Leeds bagai seorang pahlawan. Prestasi Leeds yang tak kunjung membaik kala diakuisisi oleh grup asal Timur Tengah, GFH Capital, menumbuhkan harapan baru. Apalagi, Cellino kala itu mengumbar janji-janji manis pada pendukung Leeds.

Ketakutan penggemar Leeds saat itu beralasan. Sebelum mengakuisisi Leeds, Cellino justru menjual Cagliari setelah kepemilikannya selama 22 tahun. Di Cagliari, Cellino terkenal sebagai "Manager Eater" atau pemakan manajer karena kebiasaannya menggonta-ganti pelatih/manajer. Terbukti, Cagliari sudah melakukan pergantian pelatih sebanyak 36 kali dari 22 tahun masa kepemilikan Cellino.

Aksi protes rezim Cellino oleh pendukung Leeds

Ternyata, ketakutan pendukung United-julukan Leeds terbukti adanya. Cellino langsung bermasalah dengan manajer Leeds saat itu, Brian McDermott, beberapa hari setelah ia berkuasa. Dalam empat bulan kemudian, McDermott langsung dicopot dari posisinya dan dimulailah era Leeds yang (semakin) suram. Cellino kemudian telah melakukan bongkar-pasang pelatih sebanyak empat kali dalam enam bulan dari Mei hingga November 2014. Ia juga melakukan keputusan konyol, seperti mengilangkan nomor "17" yang dianggap angka sial di Italia. Kursi tribun nomor "17" di Elland Road diganti menjadi ‘16b’ dan juga mempensiunkan nomor punggung "17" di Leeds.

Pada Desember 2014, Cellino di-banned dan diminta untuk mundur dari pemilik Leeds United oleh operator kompetisi, Football League, karena terbukti melakukan penghindaran pembayaran pajak di Italia. Setelah di-banned dalam dua bulan berikutnya, Cellino keukeuh untuk melanjutkan kepemimpinannya di Leeds.

Delapan bulan berikutnya, Cellino kembali berurusan dengan Football League. Ia dihukum dan dilarang terlibat di klub selama satu tahun ke depan. Sebelumnya ia juga kembali bermasalah dengan pelatih kepala yang ditunjuknya.

Mengenai masalah gonta-ganti manajer, Cellino pernah berujar bahwa memilih pelatih itu seperti memilih buah semangka. “Manajer itu seperti buah semangka. Mereka terlihat bagus saat dibeli di toko, dan kalian akan memakannya. Tapi, terkadang semangka tersebut tidak bagus. Jadi kita kadang memakannya dan menikmatinya sampai terasa enak,” ujarnya.

Hal konyol lainnya yang ia lakukan adalah dengan melarang kamera televisi SkySports yang menyiarkan pertandingan Divisi Championship. Sebelumnya ia juga pernah berujar akan menjual saham meyoritas Leeds kepada suporter, namun pernyataan tersebut ia ralat dalam 24 jam kemudian.

Atas era Cellino yang membuat kekacauan di Leeds United, fans melakukan aksi protes di berbagai kesempatan, salah satunya dalam laga kontra Middlesbrough (16/2).

Vincent Tan (Cardiff City)

Nama pemilik klub asal Wales, Cardiff City, ini cukup populer dalam berapa tahun belakang. Bukan karena prestasi tentunya, melainkan sejumlah kebijakan konyol yang dilakukannya selama berkuasa di klub berjuluk Bluebirds ini.

Tan merupakan pengusaha asal Malaysia. Ia tercatat sebagai 10 pengusaha terkaya di Malaysia versi majalah Forbes. Pria bergelar Tan Sri Dato’ ini terkenal dengan sejumlah usahanya seperti properti, maskapai penerbangan, rumah judi, resort, waralaba makanan cepat saji di Malaysia.

Menjanjikan kejayaan Cardiff City, Vincent Tan melakukan perubahan yang amat sensitif yakni mengganti identitas klub seperti logo dan warna seragam klub. Hal yang dianggap tabu dalam sepakbola. Alasannya adalah Tan tidak menyukai burung. Tan mengganti logo burung menjadi naga dengan alasan naga adalah simbol yang populer di Asia. Ide pengubahan nama Cardiff City menjadi Cardiff Dragons pernah dicetuskannya.

Pendukung Cardiff menuntut Tan untuk angkat kaki dari stadion Cardiff City

Ia juga memecat manajer Cardiff saat itu, Malcky Mackay. Pemecatan tersebut diduga bermotif pribadi karena Mackay dituduh menuliskan pesan singkat bernada rasis. Hal kontroversial lainnya adalah mengganti staf eksekutif Cardiff dengan seorang pemuda magang berudia 23 tahun yang merupakan teman anak Tan.

Saat ini janji Tan untuk membawa Cardiff City kembali ke Liga Primer jauh dari kenyataan, karena penampilan Bluebirds yang tidak menunjukkan perbaikan. Karena tekanan yang besar, akhirnya Tan setuju untuk mengembalikan warna biru sebagai kostum kandang Cardiff City pada Januari 2015 silam.

Randy Lerner (Aston Villa)

Pengusaha perbankan asal Amerika Serikat, Randy Lerner, mengakuisisi Aston Villa sejak tahun 2006. Lerner sebelumnya dikenal sebagai pemilik klub Amerian Football, Cleveland Browns. Dengan kekayaannya yang mencapai 1 miliar dollar AS, Lerner kala itu dipercaya akan membawa perubahan yang signifikan bagi The Villans.



Perubahan yang diharapkan ternyata tidak terjadi, Villa malah kesulitan untuk menembus kompetisi Eropa bahkan stabil untuk berada di papan tengah. Uang besar yang digelontorkan di era kepelatihan Martin O’Neill di 2006 hingga 2010 tidak membuahkan hasil. Penunjukan eks manajer Birmingham City, Alex McLeish, pada 2011 seakan menjadi tanda bahwa Villa mengalami kekacauan dalam mengendalikan klub.

Pada 2012, Villa mengalami kerugian sebesar 53 juta pounds. Alih-alih memperbaiki situasi, pada 2014 Lerner ingin melepas kepemilikannya di Aston Villa. Tidak pernah terdegradasi dari kompetisi Liga Primer, klub yang bermarkas di Villa Park ini akhirnya terdegradasi di musim 2015/2016.

Halaman berikutnya, tiga presiden klub lainnya:

Komentar