Pragmatisme Antonio Conte dan Pertimbangan Fabio Capello Sebagai Pelatih Baru Italia

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Pragmatisme Antonio Conte dan Pertimbangan Fabio Capello Sebagai Pelatih Baru Italia

Antonio Conte mengeluhkan situasi kesebelasan negara Italia yang sedang dilatihnya. Ia merasa kehilangan beberapa pemain yang sudah klop dengan strateginya seperti Andrea Barzagli, Claudio Marchisio, Giorgio Chiellini, dan Marco Veratti, karena cedera. Ketiadaan para pemain itu dirasa mengganggu persiapan Italia menuju Piala Eropa 2016.

Conte pun terpaksa mengabaikan daftar cedera pemain-pemain itu dengan memanfaatkan potensi skuatnya saat ini. Salah satu carannya dengan menempatkan Matteo Darmian yang sejatinya seorang full-back, menjadi bek tengah untuk menggantikan kekosongan Barzagli dan Chiellini. Hal ini terjadi saat jeda internasional pada Maret lalu kala menghadapi Spanyol dan Jerman. "Jadi kita harus membuat situasi darurat untuk memberikan beberapa jawaban," imbuh Conte seperti dikutip dari Football-Italia.

Selain bereksperimen, Conte menguji beberapa bakat muda atau debutan seperti Federico Bernardeschi dan Jorginho. Bahkan, tidak menutup kemungkinan Conte akan memanggil pemain baru. "Aku akan membukakan pintu, tapi aku punya ide dasar dari yang akan didatangkan ke Prancis," ungkap Conte.

Khusus bagi Bernardeschi, debutnya bulan lalu diharapkan bisa memberikan fleksibilitas. Sebab, pemain Fiorentina itu bisa bermain sebagai gelandang serang, winger, bahkan full-back sekalipun. Bernardeschi tidak keberatan dimainkan di posisi manapun bersama Italia. Ia pun siap beradaptasi dengan berbagai formasi racikan Conte. Tekad Bernardeschi itu patut dikagumi, tapi itu bisa menjadi bukti dari terganggunya persiapan Italia selama ini.

Dengan situasi saat ini, Conte memberikan kesempatan ideal untuk para pemainnya di jeda internasional. Ia mencoba menunjukkan bahwa Italia tidak diragukan lagi memiliki skuat untuk masa depan. Integrasi itu sedang ditunjukkan Conte karena dua tahun lalu Italia tersingkir secara cepat di Piala Dunia 2014 Brasil. Selang dua tahun itu jugalah mereka belum bisa berkembang dengan cara seharusnya.

Hal itu terlepas dari munculnya pemain seperti Domenico Berardi, winger Sassuolo. Ia menunjukan permainan yang lebih baik pada musim ini. Berardi juga sudah menyumbangkan enam gol dan empat assist dari 19 laganya bersama Sassuolo. Kendati demikian, ia masih belum menemukan cara untuk mendapatkan debut di timnas Italia.

Conte memang sedang bereksperimen dengan tambang emas di Italia, dengan pemain muda berbakat menghadapi dua negara terbaik di Eropa. Salah satunya dengan memberikan ruang baru untuk Lorenzo Insigne. Risiko eksperimen itu memang tidak menuai hasil maksimal karena Italia tidak mampu mengalahkan Spanyol dan Jerman.

Tapi setidaknya performa skuatnya saat ini dan pada Piala Eropa 2016 nanti, akan menjadi pembelajaran untuk penggantinya dan bisa membuka potensi bakat di Italia yang salama ini terbengkalai.

Ya, Italia semakin terombang-ambing dengan kepastian Conte yang akan undur diri setelah Piala Eropa 2016. Sementara itu, Federasi Sepakbola Italia (FIGC) masih merumuskan penggantinya karena Italia punya segudang pelatih berpengalaman yang layak memimpin Gianluigi Buffon dkk.

Nama-nama pengganti Conte perlahan bermunculan. Fabio Cannavaro sempat menyatakan minatnya, tapi pengalaman kepelatihannya masih terbatas. Claudio Ranieri, Manajer Leicester City, juga disebutkan, namun ia mengaku masih belum mau menangani kesebelasan negaranya. Nama Marcelo Lippi pun sempat mencuat kembali, begitu juga dengan Roberto Donadoni.

Tapi di deretan nama-nama tersebut seolah membuat lupa kepada pelatih dengan segudang pengalaman lain, yaitu Fabio Capello. Saat ini ia tengah menganggur sejak dipecat Rusia pada Juli 2015. Carlo Tavecchio, Presiden FIGC, mulai memikirkannya dan berencana akan berbicara dengan Capello. Hanya saja, Capello saat ini lebih tertarik melatih sebuah klub karena sudah kenyang melatih dua kesebelasan negara berbeda.




Fabio Capello sewaktu melatih Kesebelasan Negara Rusia

Tapi soal kesebelasan negara, Capello seolah trauma karena gagal menjalankan tugasnya di Rusia dan Inggris. Tapi mengapa ia tidak mencoba peruntungannya di tanah kelahirannya sendiri? Kendati demikian, yang lebih penting dari itu adalah kesuksesannya saat melatih klub. Capello sudah menjalani 16 musim bersama empat kesebelasan berbeda di dua Italia dan Spanyol.

Bersama Milan, Capello memenangi empat gelar Serie-A Italia dalam lima musim. Pada 1994, ia pun membuat Milan sebagai salah satu penampil terbaik di Eropa sepanjang masa. Saat itu, mereka mengalahkan Barcelona yang dilatih Johan Cruyff dengan skor 4-0 di final Liga Champions.

Karena prestasinya bersama Milan, ia didapuk menjadi pelatih Real Madrid dan langsung mempersembahkan gelar La Liga 1996/1997. Tapi ia cuma bertahan satu musim dan kembali ke Milan. Sayangnya, nasibnya tidak sebagus musim perdananya yang memberikan empat Scudetto.

Tapi Capello membuktikan kemampuannya kembali saat menukangi AS Roma dan menjuarai Serie-A 2000/2001. Capello membuat trisula maut Roma yang diisi Francesco Totti, Gabriel Batistuta, dan Vincenzo Montella. Kemudian Capelllo menyebrang ke Juventus dan meraih dua Scudetto. Sayang seluruh gelarnya di Juventus tidak sah karena terjerat skandal Calciopoli.

Secara keseluruhan ia sudah mengoleksi tujuh gelar liga di tiga kesebelasan dari dua negara berbeda. Capello juga telah membangun kesebelasan yang sukses dalam periode berbeda dengan gaya permainan yang tidak sama. Ia pun telah beberapa kali menangani tekanan dari ekspektasi kesebelasan-kesebelasan besar.

Di tanah kelahirannya saja ia membawa Milan menjadi finalis Liga Champions tiga kali berturut-turut. Kemudian mempersembahkan Scudetto yang sudah lama tidak dicicipi Roma. Bahkan kedua kesebelasan itu pernah diperkuatnya selama menjadi pemain. Catatan itu mungkin bisa dijadikan alasan untuk meluluhkan hati Capello yang sulit dibujuk. Lagipula tidak ada salahnya Capello mencoba peruntungannya sekali lagi. Jangan sampai ia hanya menjadi orang yang dilihat dari sejarahnya saja, namun prestasinya banyak dilupakan.

ed: fva

Komentar