Tentang Sepakbola dan Perubahan

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Tentang Sepakbola dan Perubahan

Oleh: Fakhrurroji*

Tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan. Kehadiran aplikasi transportasi online yang mengganggu eksistensi para perusahaan taksi raksasa adalah contoh perwujudan perubahan itu. Di dunia bisnis, kita pun telah menyaksikan kejatuhan berbagai perusahaan sebagai akibat ketidakmampuan memetakan persaingan yang muncul sebagai akibat adanya perubahan. Nokia yang begitu besar tergantikan oleh Blackberry yang kemudian megap-megap menghadapi kekuatan Samsung dan Apple. Kedua nama yang disebut terakhir bukanlah yang paling kuat, tetapi mereka adalah yang paling mampu beradaptasi.

Di sepakbola, hal serupa pun terjadi. Jauh sebelum Manchester United menjadi penguasa Liga Primer Inggris beberapa waktu lalu, kita tahu bahwa Liga Inggris dikuasai oleh Liverpool. Bahkan nama-nama seperti Nottingham Forest yang pada musim 1998/1999 pernah di-hancur-lebur-kan oleh Ole Gunnar Solskjaer ternyata pernah menjadi juara Piala Champions; bukan cuma sekali tapi dua kali!

Di Italia, jauh sebelum Juventus, AC Milan, dan Inter Milan, silih berganti menjuarai Serie A, Torino sempat menjadi Raja Italia. Waktu pun akhirnya menjawab bahwa mereka yang pernah menjadi juara tidak selamanya menjadi yang terbaik, karena digantikan oleh mereka yang lebih siap menghadapi perubahan.

Pertanyaannya adalah mengapa hal tersebut bisa terjadi? Apakah benar kesebelasan-kesebelasan yang dulu pernah begitu perkasanya, kemudian menjadi biasa-biasa saja seperti Torino dan Parma misalnya? Kenapa juga Manchester United bisa bangkit dari peristiwa mengerikan saat kecelakaan pesawat di Muenchen? Dan jika Manchester United bisa, kenapa Torino tidak bisa?

Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge dalam bukunya Organizational Behavior menyebutkan beberapa sumber-sumber perubahan yang perlu diwaspadai. Faktor lingkungan, ekonomi, sosial, politik dan bahkan kompetisi itu sendiri, menjadi sumber-sumber penyebab perubahan. Perkembangan teknologi menjadi faktor paling dominan yang menyebabkan terjadinya perubahan sebagaimana dicontohkan oleh kehadiran perusahaan aplikasi transportasi.

Dalam dunia sepakbola dan olahraga pada umumnya, kehadiran teknologi memberikan kontribusi terhadap perubahan. Karenanya kemudian kita mendengar istilah sport science yang semakin menjamur penerapannya dalam dunia olahraga. Kehadiran �"Milan Lab�" pernah menjadi salah satu faktor kunci peningkatan kemampuan para pemain tua Milan untuk dapat bersaing di Liga Italia.

Faktor penggunaan teknologi juga telah mengakibatkan perubahan yang luar biasa dampaknya bagi sepakbola itu sendiri. Kehadiran televisi membuat sepakbola menjadi semakin mendunia. Kehadiran website dan media sosial membuat sepakbola dan para pelaku di dalamnya menjadi semakin terkoneksi. Wajah sepakbola pun menjadi berubah, dari sekadar pertandingan olahraga, menjadi sebuah industri besar dengan uang yang juga besar jumlahnya. Belum lagi penggunaan teknologi seperti teknologi garis gawang, dan lain sebagainya yang akan semakin meningkatkan ketepatan informasi bagi wasit dalam membuat sebuah keputusan, meskipun memang penerapannya masih akan terus diperdebatkan.

Faktor sosial ikut menjadi faktor pemicu perubahan dan sekaligus terpengaruh oleh perubahan yang ada dalam dunia sepakbola itu sendiri. Para pesepakbola kini bukan hanya menjadi olahragawan semata, tetapi telah menjadi tokoh di masyarakat, bahkan tahapnya telah menjadi sebuah brand. Siapa yang menyangka bahwa seorang pesepakbola bernama David Beckham mampu menciptakan trend rambut pria di dunia seperti ketika ia mempopulerkan rambut mohawknya setelah Piala Dunia 2002?

Selain faktor sosial, ada pula faktor politik di sepakbola yang membuat semua unsur yang ada di dalamnya mesti menyesuaikan. Salah satu contohnya adalah mekanisme pemberian tiga poin untuk kemenangan, padahal skema dua poin telah diterapkan puluhan tahun setelah FIFA dibentuk. Hal ini membuat kesebelasan lebih mengutamakan untuk mengejar kemenangan.

Perubahan jumlah peserta kompetisi juga akan memengaruhi bagaimana pendekatan kesebelasan dalam bertanding. Penerapan aturan Financial Fair Play juga merupakan salah satu yang menyebabkan terjadinya perubahan. Aturan tersebut sukses membuat Chelsea dan Paris Saint-Germain tak begitu jor-joran dalam membeli pemain. Soalnya, kalau melanggar klub bisa dikenai denda dengan jumlah yang besar. Aturan FFP pada akhirnya memengaruhi strategi transfer yang ditetapkan kesebelasan.

Perubahan lainnya adalah soal pembatasan pemain asing yang kelewat longgar di Liga Primer Inggris. Ini membuat prestasi timnas Inggris yang tak kunjung membaik karena para pemain asli Inggris yang tersingkir dari persaingan.

Kita tahu bahwa peraturan sepakbola akan selalu mengalami perubahan, dan karenanya akan mengubah baik itu strategi, pendekatan ataupun cara sebuah kesebelasan dalam bertanding.

Contoh dari faktor ekonomi yang memicu perubahan adalah perubahan harga minyak yang meningkat mendorong pertumbuhan ekonomi yang pesat di Timur Tengah, ataupun juga mendorong taipan minyak dari Rusia seperti Abramovich. Kita tahu kemudian bahwa minyak-minyak itu yang kemudian membiayai perkembangan pesat dari Manchester City ataupun Chelsea (pengecualian untuk musim ini). Kehadiran dukungan dana pengusaha-pengusaha dari Asia juga menjadi salah satu penyebab meningkatnya kesebelasan di Eropa seperti salah satunya adalah Erick Thohir pengusaha dari Indonesia yang menjadi salah satu pemilik Inter Milan.

Sumber-sumber perubahan tersebut bukanlah merupakan sebuah faktor-faktor yang terpisah satu sama lain. Bahkan beberapa di antaranya dapat terjadi secara bersamaan. Seperti misalnya perkembangan teknologi yang mempengaruhi gaya hidup masyarakat, ataupun faktor ekonomi dan politik yang seringkali berjalan beriringan. Mewaspadai sumber-sumber perubahan bukan berarti mencegah perubahan itu terjadi, tapi lebih kepada bagaimana mempersiapkan dampak-dampak dan risiko dari adanya perubahan tersebut dan mempersiapkan langkah-langkah apa yang harus dilakukan.

Yang namanya perubahan, kendati abadi, akan selalu juga mendapatkan penolakan. Seperti misalnya penolakan terhadap teknologi garis gawang dan video replay yang dianggap akan mengurangi faktor humanis dalam sepakbola. Ataupun juga penolakan para pendukung Manchester United terhadap gaya permainan kesebelasan Setan Merah versi Van Gaal yang dianggap membosankan dan menjemukan.

Masih dalam Organizational Behavior, Robbins dan Judge juga menyebutkan bahwa ada juga yang namanya perubahan yang direncanakan. Hal ini tentu dapat dilakukan dengan memetakan faktor-faktor pemicu perubahan tersebut. Salah satu tahap dalam merancang perubahan, seperti dikatakan John P. Kotter dalam bukunya Leading Change, adalah perlunya membangun kesadaran akan urgensi atau perlunya perubahan.

Perubahan yang sering dilakukan oleh kesebelasan sepakbola tentunya adalah ketika mendapatkan sejumlah hasil negatif dalam kurun waktu tertentu. Ambil contohnya saat Abramovic yang mengubah posisi manajer dari Mourinho kepada Hiddink. Kita tahu perubahan pemimpin juga akan menjadi faktor perubahan yang terjadi dalam sebuah organisasi, tak terkecuali dalam kesebelasan sepakbola. Chelsea misalnya, menyadari adanya penurunan performa Chelsea dan adanya hubungan yang tidak harmonis antara Mourinho dengan petugas medisnya. Sementara Manchester United mungkin merasa penurunan kinerja Manchester United bukan dirasa sebuah urgensi yang membahayakan sehingga perlu melakukan perubahan, dengan memecat Van Gaal misalnya.

*Penulis adalah pegawai bank,praktisi corporate communication yang juga pemerhati tata kelola perusahaan. Mencintai sepakbola berakun twitter @RojiHasan

Komentar