Ketika Perhitungan Paulo Sousa Mulai Terbaca Lawan

Taktik

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Ketika Perhitungan Paulo Sousa Mulai Terbaca Lawan

Fiorentina memiliki kerendahan hati yang membuat mereka bangkit di Italia. Tapi rasanya kerendahan hati saja belum cukup. Keperkasaan mereka diyakini masih ada ketika mengalahkan Internazionale Milan di Stadion Artemio Franchi, Senin (15/2) dini hari. Fiorentina yang tertinggal terlebih dahulu melalui gol Marcelo Brozovic, gelandang Inter, mampu bangkit dan membalasnya dengan dua gol pada babak kedua.

"Permainan ini seperti (permainan) Liga Champions: bertingkat tinggi, kompetitif, teknis, taktis dan fisik. Ini akan menjadikan peningkatan kami untuk melawan tim di setiap pertandingan, tidak hanya di Liga Italia," ujar Paulo Sousa, Pelatih Fiorentina, usai mengalahkan Inter seperti dikutip dari Football Italia.

Saat itu Fiorentina akan menghadapi Tottenham Hotspur pada pertandingan leg pertama babak 16 besar  Liga Eropa 2015/2016. Dan kemenangan atas Inter, membuat Sousa lebih percaya diri menghadapi Tottenham. Apalagi permainan salah satu gelandang serangnya, Federico Bernardeschi, semakin impresif. Bernardeschi memudahkan Fiorentina mencetak gol ketika Nikola Kalinic mandul. Berardeschi pun mempermudah kinerja Borja Valero untuk menguasai lapangan tengah.

Ya, Bernardeschi memang mencetak gol pada leg pertama melawan Tottenham. Tapi golnya tidak mampu membawa kemenangan karena skor berakhir 1-1. Kemudian, Fiorentina dihantam 0-3 di kandang Tottenham, Stadion White Hart Lane, pada pertemuan leg kedua. Alhasil, Fiorentina tersingkir dari Liga Eropa karena kalah agregat 1-4.

Sejak kekalahan 0-3 itulah Fiorentina terjatuh. Mereka kesulitan untuk bangkit kembali. Kesebelasan berjuluk Viola itu tidak pernah menang dalam empat laga berikutnya. Satu kali dikalahkan AS Roma dan imbang melawan Napoli, Hellas Verona dan Frosinone. Padahal setelah tersingkir dari Liga Eropa, Fiorentina memilih fokus mengejar tiga besar Serie-A 2015/2016.  Saat ini Fiorentina berada di peringkat keempat dengan koleksi 55 poin dari 30 laga. Poin mereka sama dengan Inter Milan yang menempati posisi kelima, sementara Fiorentina tertinggal lima poin dari Roma yang berada di peringkat ketiga.

Ketika berhasil menahan imbang Napoli, hasil itu tidaklah buruk bagi Fiorentina untuk menggapai ambisinya. Tapi ketika dikalahkan Roma dengan skor 1-4, kesalahan-kesalahan Fiorentina mulai bisa dirasakan. Dua gol Roma yang bersarang di gawang Ciprian Tatarusanu, diakibatkan dari kebocoran garis pertahanan tinggi Fiorentina, sehingga proses gol tersebut tampak seperti dalam posisi offside.

Saat itu Mohamed Salah, Stephan El Shaarawy, dan Diego Perotti, berhasil mengeksploitasi kelemahan pertahanan garis tinggi Fiorentina, yakni terbukanya ruang-ruang yang disebabkan garis pertahanan tinggi Gonzalo Rodriguez dkk. Jarak antara bek Fiorentina saat berada di pertahanan garis tinggi terlalu lebar. Hal itu membuat Salah, Shaarawy dan Perotti, berhasil memaksa para bek Fiorentina berduel satu lawan satu. Para bek Fiorentina terutama Gonzalo Rodriguez, tidak mempu mengimbangi duel satu lawan satu. Apalagi jika mengingat tiga pemain Roma tersebut memiliki kecepatan serta dribel mumpuni.

Goal El Shaarawy
Goal Salah

Di sisi lain, Fiorentina terlalu berkegantungan kepada Valero. Fiorentina kehilangan Valero di tengah laga menghadapi Roma karena cedera. Kehilangan Valero membuat serangan Fiorentina hanya mengandalkan Marcos Alonso dari sayap kiri, itu pun mampu diredam oleh pertahanan lawan. Situasi itu diperparah dengan cederanya Matias Vecino. Alhasil, Fiorentina kehilangan dua gelandang kuncinya di lapangan.

"Fiorentina mendorong Marcos Alonso (full-back kiri) dan menarik trequartista (Valero). Kami berhasil menghentikan mereka untuk masuk ke dalam box, kami juga menekan mereka dan melakukannya dengan baik," ujar Luciano Spalletti, Pealtih Roma, ketika membeberkan kunci kemenangannya atas Fiorentina.

Di luar cedera Valero, Spalletti berhasil membaca ketergantungan Fiorentina kepada Valero. Ia mencontek dari kemenangan Tottenham atas Fiorentina pada leg kedua. Saat itu Tottenham berhasil meredam Valero dan Fiorentina tidak bisa berbuat banyak. Mereka tidak punya gelandang pelapis yang sepadan dengan Valero. Sebetulnya Fiorentina memiliki Panagiotis Kone yang didatangkan pada bursa transfer Januari lalu. Permainan Kone sediki mirip dengan Valero. Ia memiliki ketenangan ketika mengolah bola, menjaga tempo permainan dan umpan-umpan yang akurat. Tapi sayangnya Kone masih belum dimainkan karena bermasalah dengan kebugaran.

Selain persoalan lini tengah, kelemahan Fiorentina soal pertahanan belum terobati. Fiorentina tidak punya skuat yang cukup dalam di sektor pertahanannya, dan inilah yang paling disorot selama putaran pertama lalu. Lalu, Fiorentina mendapatkan Yohan Benaloane dari Leicester City. Kemudian Sousa mengubah formasi tiga bek andalannya menjadi empat bek agar menjaga stok pemain bertahannya. Tapi rasanya percuma karena Benalouane pun masih dibekap cedera sampai sekarang.

Otomatis kedatangan dua pemain yang diharapkan bisa menambal kelemahan itu menjadi sia-sia. Apalagi permainan Fiorentina sudah mulai terbaca lawan dan perebutan peringkat ketiga semakin sulit. Isu tidak sedap mengenai masa depan Sousa mulai muncul. Apalagi jika mengingat Diego Della Valle, Presiden Fiorentina, jarang menjalin hubungan yang baik dengan pelatih klub miliknya itu. Contohnya lihat saja hubungannya dengan Cesare Prandelli dan Vincenzo Montela yang berakhir tidak menyenangkan.

Media Calcio Mercato pun tiba-tiba memunculkan beberapa nama pelatih yang cocok menangani Fiorentina, seperti Eusebio Di Francesco, Stefano Pioli, Roberto Donadoni, hingga Ivan Juric. Tapi mengguncang Sousa lebih cepat rasanya tidak etis. Sousa hanya perlu memperbaiki secara matang dan itu bisa dilakukan pada pergantian musim nanti. Seperti kata seorang filsuf dari Romawi bernama Saneca, yang mengatakan jika "keberuntungan terjadi ketika persiapan bertemu dengan kesempatan". Dalam hal itu menunjukan jika nasib baik sering jatuh kepada mereka yang melakukan perencanaan secara menyeluruh yang bisa dilakukan pada pergantian musim depan.

ed: fva

Komentar