Rivalitas Manchester United dan Leeds United yang Hampir Terlupakan

Cerita

by redaksi

Rivalitas Manchester United dan Leeds United yang Hampir Terlupakan

Tidak sedikit dari kita yang mungkin hanya mengenal Liverpool dan Manchester City sebagai rival dekat Manchester United. Padahal, Leeds punya sejarah panjang dalam persaingan dengan MU dalam Roses Derby. Pada bagian pertama telah dijelaskan bagaimana sejarah persaingan tersebut bermula, pada bagian kedua ini akan dijelaskan mengenai persaingan yang sebenarnya di atas lapangan.

Rivalitas antara Leeds dan Manchester United bukan cuma berkutat pada urusan prestasi, tetapi juga citra klub itu sendiri. Salah satu yang menentukan adalah "kesebelasan mana yang menjadi favorit".

Hal ini bisa dijawab dari transfer dua pemain penting Leeds United, Joe Jordan dan Gordon McQueen, pada 1978. Tentu, transfer ini membuat rivalitas Manchester United dengan Leeds United kembali memanas. McQueen yang saat itu ditransfer ke Manchester United sebesar 495,000 poundsterling mengeluarkan pernyataan, “Sebanyak 99 persen pemain pasti ingin bermain untuk Manchester United dan satu persen sisanya adalah pembohong.”

Sontak, pernyataan ini memicu permusuhan yang lebih dalam di antara pendukung dua tim. Soalnya, seminggu sebelum transfer tersebut terjadi, McQueen menyatakan dalam interview Shoot Magazine kalau dirinya ingin berkarier di Leeds sepanjang kariernya.

Kepindahan Cantona menuju Old Trafford dari Elland Road akhirnya memicu api rivalitas kedua tim
Kepindahan Cantona menuju Old Trafford dari Elland Road akhirnya memicu api rivalitas kedua tim

Bibit permusuhan yang baru itu muncul: Eric Cantona. Pemain asal Prancis yang membantu Leeds meraih gelar liga pada 1992, telah menjadi idola baru publik Elland Road. Ia secara tiba-tiba pindah ke Old Trafford setelah Alex Ferguson menanyakan apakah Cantona akan dijual. Beberapa hari setelahnya, transfer terjadi. Cantona sukses menjadi idola dan pahlawan bagi Manchester United karena berhasil mengantarkan Red Devils meraih gelar liga perdananya setelah 26 tahun, dan ini menimbulkan kebencian bagi suporter Leeds.

Cantona yang kembali ke Elland Road memancing kebencian pendukung Leeds. Di waktu yang bersamaan, produk apparel Nike baru saja memasang poster di stadion yang bertuliskan, "1966 was a great year for football. Eric was born."

Rupanya, perpindahan pemain penting terus membuat permusuhan tetap hidup. Perpindahan tersebut termasuk Rio Ferdinand pada 2002 yang memecahkan rekor transfer saat itu dan juga Alan Smith pada 2004. Pemain yang terkenal dengan perayaan golnya yang mencium badge Leeds dan pernah berucap kalau tidak akan pernah pindah ke Manchester United, akhirnya terjadi. Ia menjadi judas dan hingga kini mendapat cap buruk dari penggemar Leeds.

Pengakuan juga hadir dari manajer terlama Manchester United, Sir Alex Ferguson, yang mengakui bahwa laga melawan Leeds United sebagai salah satu laga yang memberikan kesan yang mendalam karena atmosfernya. Dalam laga Piala FA, Januari 2010 tersebut, manajer berkebangsaan Skotlandia dengan tegas menyatakan: “Selama bertahun-tahun laga melawan mereka selalu fantastis, pertemuan yang penuh semangat setiap kali kami bertemu. Kami selalu mengalami laga yang luar biasa di Leeds, karena atmosfir yang electric (luar biasa) dan catatan kami juga cukup  baik disana,” ujarnya saat itu kepada The Globe and Mail.

Busby vs. Revie

Wafatnya legenda Manchester United, Sir Matt Busby pada 1994, menjadi bukti bahwa rivalitas berubah menjadi kebencian. Kala itu, setiap laga sepakbola yang digelar di Inggris melakukan minutes of silence untuk menghormati wafatnya salah satu tokoh berpengaruh dalam sepakbola Inggris tersebut. Namun, tidak bagi pendukung Leeds. Di Ewood Park, kandang Blackburn Rovers mereka menolak melakukan mengheningkan cipta dan meneriakan chant “There’s only one Don Revie, one Don Revie..”

Rivalitas kedua tim, konon juga disebabkan oleh persaingan antara pelatih termahsyur kedua tim yaitu Sir Alexander Matthew ‘Matt’ Busby dan Donald ‘Don’ Revie. Kedua pelatih sama-sama berhasil menciptakan generasi terbaik bagi klubnya. Busby dengan Busby Babes-nya, dan Revie dengan Revie Boys-nya.

Busby berhasil membangun generasi emas Manchester United dan meraih banyak gelar pada era 1950-an hingga 1960-an akhir. Berkat tangan dingin Busby, lahirlah Busby Babes- julukan bagi pemain-pemain muda Manchester United yang meraih banyak gelar bagi Red Devils.

Sementara itu, Don Revie adalah pelatih terbesar bagi Leeds United hingga kini. Tangan dinginnya menjadikan Leeds mendominasi sepakbola Inggris di era 1960-an hingga 1970-an.

Saat itu, pendukung Leeds menganggap bahwa publik memberi citra buruk kepada Don Revie karena dianggap membawa Leeds merajai Inggris dengan permainan yang kasar sehingga Leeds kala itu mendapat julukan "Dirty Leeds". Publik Inggris pun tidak memberikan penghargaan yang layak kepada Revie yang pernah menangani timnas Inggris, bahkan hingga kematiannya akibat kanker pada 1989. Selain itu, media Inggris juga dikenal selalu memberikan stigma buruk kepada Revie yang dituduh melakukan suap kepada tim-tim untuk mengalah.

Hal yang berbeda diberikan kepada Matt Busby. Busby dianggap sebagai salah satu pelatih terbaik yang pernah dilahirkan Britania Raya. Publik Leeds menganggap bahwa Revie tidak mendapat penghormatan yang layak dari publik sepakbola Inggris. Maka itulah, timbul semacam kecemburuan yang diakibatkan perbedaan publik menyikapi dua pelatih hebat ini.

Charlton bersaudara, Jack dan Bobby dalam laga Leeds United vs. Manchester United
Charlton bersaudara, Jack dan Bobby dalam laga Leeds United vs. Manchester United

Ada nama Charlton bersaudara, yaitu Jack dan Bobby memberi keunikan dalam rivalitas kedua tim dari utara Inggris ini. Bobby Charlton, merupakan legenda hidup Manchester United. Meraih banyak gelar untuk tim yang bermarkas di Old Trafford, termasuk Piala Eropa, tiga gelar liga, dan satu Piala FA. Sementara itu, Jack Charlton, yang merupakan kakak dari Bobby, menjadi salah satu legenda Leeds United, menjadi pemain one-man club bagi Leeds dan meraih dua juara liga, satu piala FA, satu piala liga, serta satu gelar Eropa.

Menurut riset yang dilakukan Football Fan Census pada 2012, baik Leeds maupun Manchester United ada dalam peringkat tiga besar dalam daftar tim yang paling dimusuhi dalam sepakbola Inggris. Sementara itu, pendukung Leeds masih menganggap Manchester United sebagai rival utama sedangkan Mancester United meganggap bahwa Liverpool adalah rival utama mereka.

Semenjak Leeds United terdegradasi dari Premier League, praktis tensi persaingan di antara keduanya menjadi menurun. Pertemuan kedua tim di laga Piala FA 2010 membuktikan bahwa rivalitas yang selalu didengung-dengungkan, memang masih ada. Manchester United akhirnya bertemu Leeds setelah absen selama enam musim di liga. Leeds yang kala itu bermain di League One, divisi level ketiga Inggris, mampu mengalahkan Manchester United 1-0 di Old Trafford melalui gol Jermain Beckford.

Setahun kemudian, kedua tim bertemu di ajang Piala Liga dan menghasilkan kemenangan Manchester United tiga gol tanpa balas melalui gol Michael Owen dan Ryan Giggs.

Eks-pemain Liverpool dan timnas Inggris, Stan Collymore, mengungkapkan bahwa fans Manchester United tampaknya sangat merindukan rivalitas mereka dengan Leeds United. “Fans Manchester United masih menyanyikan lagu tentang Leeds (di tribun). Mereka yang menyebut dirinya sebagai tim paling besar, namun masih melihat nilai dari pertemuan dengan Leeds,” ujarnya kepada HITC.

Roses derby kini hanya bisa dirindukan untuk dilihat, tetapi sulit terwujud karena Leeds yang tak kunjung bermain di level tertinggi kompetisi sepakbola Inggris, Premier League. Performa mereka yang jauh dari kata menjanjikan di divisi Championship selama bertahun-tahun, nampaknya sulit melihat kembali rivalitas ini. Penggemar Manchester United yang selama satu dekade terakhir  disuguhkan dengan rivalitas tim sekota nampaknya juga ingin merasakan kembali ketegangan yang dihadirkan dari rivalitas ini. Roses derby, kami merindukanmu!

Foto: mirror, pinterest, whoateallthepies, AP, zimbio.com

[tr]

ed: fva

Komentar