Kasus Doping Maria Sharapova dan Pesepakbola yang Terkait Kasus Serupa

Cerita

by redaksi

Kasus Doping Maria Sharapova dan Pesepakbola yang Terkait Kasus Serupa

Kabar mengejutkan itu meluncur langsung dari mulut Maria Sharapova itu sendiri. Ia mengaku kalau dirinya sudah menggunakan meldonium sejak 2006. Sebelumnya, Sharapova mengumumkan kalau Federasi Tenis Internasional, ITF, memberikan surat pengumuman kalau dirinya positif menggunakan meldonium yang sudah dilarang penggunaannya sejak 1 Januari 2016 oleh ITF.

World Anti-Doping Agency (WADA) sebagai badan yang memiliki wewenang untuk megeluarkan daftar obat-obatan yang dilarang, baru merilis meldonium sebagai zat yang dilarang pada Januari tahun ini dengan alasan “bukti penggunaannya oleh atlet dapat meningkatkan performa”. Pengakuan ini pun membuat Sharapova kehilangan sejumlah kerja sama, termasuk dengan Nike yang sudah mengumumkan pemutusan kerja sama.

Apa yang terjadi pada Sharapova membuat kita mengingat kembali sejumlah kejadian gagalnya pesepakbola dalam tes obat-obatan. Beberapa di antaranya bahkan jelas-jelas menggunakan obat-obatan terlarang. Misalnya saja, pada Copa America 2015 di Chile lalu, gelandang Brasil, Frederico Rodrigues Santos, atau Fred, gagal lolos tes doping setelah terbukti menggunakan diuretic hydrochlorothiazide.

Zat ini menjadi komposisi obat yang biasa digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi. Diuretic Hydrochlorothiazide merupakan ‘water pill’ yang bisa membuat tubuh mengeluarkan banyak urin, termasuk zat garam dan air. Yang paling menyebabkan zat ini dilarang adalah kemampuannya untuk ‘menyembunyikan’ zat lain yang dipakai oleh tubuh ketika dilakukan tes obat-obatan.

Pep Guardiola pernah tersangkut kasus doping ketika bermain di Brescia
Pep Guardiola pernah tersangkut kasus doping ketika bermain di Brescia

Bukan cuma Fred yang sosoknya jarang kita lihat, sosok sekaliber Pep Guardiola pun pernah mengalami kasus serupa. Kala itu ia gagal lolos tes obat-obatan ketika masih bermain untuk Brescia. Ia terbukti menggunakan steroid nandrolone, zat yang jelas-jelas dilarang penggunaannya oleh atlet. Nandrolone yang dikenal dengan merek dagang Deca-Durabolin ini terbukti mampu meningkatkan kemampuan atlet.

Guardiola tidak sendirian. Nama nama seperti Jaap Stam, Edgar Davids, serta Fernando Couto, juga pernah terbukti menggunakan zat ini. Setelah tersangkut kasus doping , ternyata mereka bisa memperbaiki reputasi dan tetap menjalani karier di dunia sepakbola hingga sekarang.

Nama Adrian Mutu tidak dapat dilepaskan apabila membahas atlet yang terkena kasus doping. Saat itu pemain timnas Rumania yang baru bergabung dengan Chelsea sebanyak 27 laga harus dihukum dari seluruh kegiatan sepakbola lantaran positif menggunakan kokain. Kembali ke Italia, ia kemudian membela Juventus dan Fiorentina. Di La Viola, ia terbukti menggunakan doping dan harus dihukum sembilan bulan larangan tampil oleh Federasi Sepakbola Italia, FIGC, dan hukumannya dipotong menjadi 6 bulan setelah ia melakukan banding.

Setelah kasus tersebut, Mutu berhasil membangun kembali kariernya dan memperkuat klub seperti Cesena, Ajaccio, FC Petrolul, Pune City, dan kini bermain di Liga I Romania, Târgu Mure?.

Namun tidak sepenuhnya atlet yang pernah bermasalah dengan tes obat-obatan mampu memperbaiki kariernya. Garry O’Connor, pesepakbola Skotandia yang sempat dilabeli ‘wonderkid’ setelah bergabung dengan Lokomotiv Moscow pada usia 23, kariernya menjadi berantakan setelah gagal lolos tes obat-obatan akibat menggunakan kokain saat memperkuat Birmingham City. Adiksinya terhadap kokain membuat dirinya harus kehilangan rumah mewah serta mobil Ferrari yang dimilikinya. Ia pun harus tinggal di rumah sewaan seharga 45 pounds sebulan. Ia kini hanya bermain di Selkirk FC, klub divisi kelima di piramida kompetisi Skotlandia.

Sebenarnya menarik untuk disimak, karena ada dua jenis obat-obatan yang dianggap melanggar yaitu obat-obatan untuk tujuan sosial dan rekreasional seperti kokain, mariyuana, methampethamine, atau obat-obatan untuk meningkatkan performa seperti nandrolone, THG, atau drostanolone.

Sebagai atlet yang berada di level tinggi, tuntutan untuk terus selalu fit dan memiliki performa yang selalu tinggi membuat beberapa atlet ‘terpaksa’ menggunakan obat-obatan atau doping untuk menjaga performa terbaiknya. Tekanan yang tinggi untuk selalu memiliki kebugaran maksimal, bahkan pada saat libur kompetisi juga membuat atlet menjadi stress dan memilih obat-obatan terlarang sebagai jalan keluar.

Sebenarnya konyol ketika orang-orang mengharapkan atlet untuk seperti menjadi robot dan berpikir bahwa mereka kurang berkomitmen hanya karena mereka kadang-kadang melakukan kebiasaan banyak dilakukan di masyarakat umumnya. Atlet selalu banyak mendapakan sorotan, tetapi ada saat tertentu ketika kritik kepada mereka harus dibenarkan. Ada suatu titik tertentu ketika atlet harus bertanggung jawab atas pilihannya untuk terlibat dalam tindakan yang bahkan setiap warga negara biasa akan dikenakan konsekuensi jika memakainya, baik itu di lingkungan sosial kita, atau hukum; dalam hal ini, menggunakan doping atau zat terlarang.

Terlepas dari benar tidaknya Sharapova menggunakan zat tersebut untuk alasan kesehatan, kita hanya bisa menyadari bahwa ada banyak hal yang menjadi alasan para atlet untuk menggunakan doping atau zat-zat yang terlarang digunakan. Mereka harus menerima konsekuensinya apakah kariernya akan meredup atau bahkan kembali lagi seperti semula. Yang terpenting, ini menjadi pelajaran bagi para atlet bahwa setiap tindakan yang mereka lakukan, memiliki konsekuensi yang sama beratnya dengan keuntungan yang mereka dapatkan.

Foto: extratv.com, mundodeportivo.com

[tr]

ed: fva

Komentar