Steve Žungul: Tukang Pesta yang Jadi Dewa

Cerita

by redaksi

Steve Žungul: Tukang Pesta yang Jadi Dewa

Membuat sebuah perubahan dalam hidup, apalagi kalau itu berdasarkan oleh keinginan sendiri, bukanlah hal yang mudah bagi seseorang. Meninggalkan hal yang lama, dan bersiap untuk segala kemungkinan yang tersembunyi dalam hal yang baru. Apalagi bagi seorang yang masih dalam usia muda, itu adalah hal yang sulit sekaligus juga menantang untuk dilakukan.

Inilah yang dahulu pernah dilakukan oleh Steve Zungul, legenda Major Indoor Soccer League. Ia mengambil langkah besar dalam hidupnya meninggalkan Hajduk Split, klub sepakbola yang ia bela di negara asalnya, Yugoslavia. Zungul tak hanya meninggalkan Hadjuk. Ia meninggalkan negara asalnya dan menyeberang ke Amerika Serikat untuk berkiprah di Major Indoor Soccer League, turnamen sepakbola indoor yang mirip futsal, hanya saja dimainkan dengan pembatas lapangan seperti hoki.

Zungul, yang nama aslinya adalah Slavisa Zungul, sebenarnya adalah seorang pesepakbola profesional. Ia mengawali kareirnya sebagai pemain muda Dinamo Zagreb, sebelum akhirnya ia mendapatkan kontrak profesionalnya bersama Hajduk Split di tahun 1970-an. Bersama Split, ia mencetak 177 gol dalam satu musim. Ia juga tampil sebanyak 14 kali bersama timnas Yugoslavia.

Zungul suka kebebasan. Kewajiban berlatih setiap hari membuanya merasa terkekang. Zungul merasa tidak bebas karenanya. Apalagi, Zungul tahu bahwa ia harus mengikuti wajib militer negaranya karena saat itu usianya masih 24 tahun. Saat itu ia juga dilarang untuk bepergian ke luar negeri sampai usianya 28 tahun.

Akhirnya, Zungul mengambil sebuah langkah besar. Ia kabur ke Amerika Serikat untuk mengikuti MISL dengan alasan untuk menjaga kebugaran pada saat libur musim dingin tahun 1978. Kebetulan, saat itu pacar Zungul, Moni Kovacic juga sedang berlibur ke New York. Zungul memiliki alasan kuat untuk pergi ke Amerika Serikat saat itu. Hal ini menjadi sebuah skandal di Yugoslavia yang mengakibatkan dirinya dianggap sebagai pengkhianat oleh orang Yugoslavia.

Sesampainya di Amerika Serikat Zungul ditawari kesempatan membela New York Four Arrows langsung oleh manajer legendaris MISL sendiri, Dragan Popovic. Zungul menerima tawaran tersebut, karena mengkhawatirkan kebebasannya jika pulang ke Yugoslavia. Akhirnya, ia mengubah nama Slavisanya menjadi nama Steve, sehingga namanya menjadi Steve Zungul.

"Ia adalah pemain yang luar biasa, saya mengakui hal itu. Ia pasti mencetak gol dalam setiap pertandingan. Instingnya dalam mencetak gol sangatlah tajam. Namun, karena ia cinta akan kebebasan, sulit bagi kami untuk mengontrolnya." ujar rekannya di Four Arrows, Damir Sutevski.

Pelatihnya semasa di Four Arrows, Dragan Popovic, juga mengakui bahwa Steve Zungul adalah pemain hebat. Sayang, karena ia suka berpesta dan datang ke tempat hiburan malam ia sempat dimarahi oleh dirinya dan membuat orang di sekitarnya sedikit gusar kepadanya.

"Banyak orang yang kesal dan tidak memahami dirinya karena ia suka berpesta dan datang ke tempat hiburan malam. Tapi, saya juga harus mengakui kalau ia (Zungul) adalah pemain yang dapat mempersiapkan diri dengan sangat baik sebelum bertanding. Ia adalah pemain khusus kompetisi, dan ia tidak suka latihan yang mengekang," kenang Popovic.

Popovic juga mengenang saat ia memarahi Zungul yang punya kebiasaan tidur di waktu dini hari hanya karena ia ingin berpesta terlebih dahulu. "Saya sempat frustasi. Saya mengatakan kepada Zungul bahwa ia harus segera pulang dan ada di rumah untuk mempersiapkan diri sebelum bertanding. Zungul pun berkata kepada saya bahwa berilah ia waktu sampai jam 02.00, dan ia akan tidur setelah itu. Namun, pada akhirnya, saya tahu bahwa ia akan tidur juga. Ia pasti akan mempersiapkan dirinya dengan baik sebelum bertanding, karena saya tahu, ia memang pemain yang memang khusus untuk kompetisi," ujar Popovic.

Ya, meskipun Slavisa, eh, Steve Zungul adalah pemain yang sulit diatur, ia tetap menunjukkan kemampuan maksimalnya di lapangan. Hasilnya, sekarang ia dikenal sebagai legenda MISL. mencetak 652 gol, mencetak 471 assist, dan menorehkan 1.123 poin selama 14 musim karirnya di MISL. Bagi rekan-rekannya yang pernah bermain di MISL bersamanya, ia adalah pemain hebat yang mampu mencetak gol dari berbagai situasi.

"Steve (Zungul) mencetak gol dengan semua bagian dari tubuhnya. Ia selalu berada dalam posisi yang tepat. Ia memang suka mencetak gol, dan ia akan berusaha mencetak gol dari berbagai situasi," ujar Branko Segota, pencetak gol terbanyak kedua setelah Zungul sepanjang sejarah MISL.

Ia pun pensiun di tahun 1990 dengan menyandang titel sebagai dewa MISL. Setidaknya, ini membuktikan bahwa pilihan yang ia buat dengan pindah ke Amerika tidaklah salah. Hal baru yang bermula dari spekulasi berbuah menjadi sebuah keberhasilan yang membuatnya menjadi legenda MISL.

(sf)

Sumber: Guardian

foto: guardian.co.uk

(pik) 

Komentar