Park Ji-sung dan Budaya Korea yang Hampir Mengubur Kariernya

Cerita

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Park Ji-sung dan Budaya Korea yang Hampir Mengubur Kariernya

Kerutan di wajah Guus Hiddink kian bertambah seiring dengan usianya yang menua. Kini, ia mesti menggunakan kacamata untuk melihat dunia. Lebih dari satu dekade silam, Hiddink masih amat eksplosif. Ia melompat dan memeluk Park Ji-sung yang merayakan golnya ke gawang Portugal.

Nama Hiddink akan terpatri selamanya dalam benak Ji-sung. Kepercayaan Hiddink terhadap pemain kelahiran 25 Februari 1981 tersebut, membuat nama Ji-sung berkibar seperti sekarang ini.

Karier Ji-sung memang tidak mencolok. Tubuhnya yang kurus dan kecil, bahkan membuatnya tidak dipanggil untuk memperkuat Korea Selatan di Olimpiade Sydney pada 2000. Dengan posisi sebagai gelandang bertahan, Ji-sung dianggap tak cukup kuat untuk beradu fisik dengan pemain lawan.

Pada akhirnya, Ji-sung dipanggil untuk mengikuti seleksi. Di sana, ia bermain memukau karena mampu melewati lawan dan mencetak gol. Ji-sung pun diikutsertakan ke Sydney.

Namun, penampilang Ji-sung amat mengecewakan. Ia yang kala itu mengenakan kostum dengan nomor “2” berulang kali gagal mengantisipasi serangan lawan. Media pun mulai mencibir pelatih Huh Jung-moo yang mereka anggap melakukan nepotisme dengan memainkan pemain titipan yang kualitasnya buruk. Jung-moo dituduh memasukkan Ji-sung karena kalah main Go dengan pelatih Ji-sung semasa kuliah.

Hal ini sempat membuat ayah Ji-sung, Park Sung-jong, terguncang. “Hal yang membuatku marah saat memutuskan membiarkannya bermain bola adalah ketika tim penyeleksi mengirimkan pemain yang gagal pulang,” Sung-jong terdiam sesaat. Ia membiarkan air matanya membasahi pipinya, “Media memilih Ji-sung untuk dikeluarkan.”

Pada tahun yang sama, Guus Hiddink ditunjuk untuk menangani Korea Selatan dalam persiapan menuju Piala Dunia 2002. Dengan mengejutkan, Hiddink memanggil Ji-sung ke timnas. Lebih mengejutkan lagi, ia memasang Ji-sung sebagai pemain sayap, ketimbang gelandang bertahan.

Menurut pelatih Ji-sung semasa SMA, Lee Hak-jong, Ji-sung tak akan pernah bermain di timnas kalau yang melatihnya orang Korea. “Jika orang Korea yang melatih, talenta Ji-sung tak akan pernah ditemukan. Seperti halnya sebuah jaringan, kami memiliki sistem, juga senioritas,” ucap Hak-jong.

Hak-jong mengungkapkan kalau Hiddink hanya akan memasukkan pemain yang sesuai dengan kriterianya. Mereka bukan berasal dari sistem, melainkan seleksi yang dilakukan sembari latihan.

Apa yang dilakukan Hiddink mengundang tanya penggemar Korea. Hal ini diungkapkan Shin Moon Sun, komentator sepakbola, yang menyatakan bahwa kalau mereka tidak melihat Park Ji-sung bermain bola dari awal sampai akhir, maka mereka tidak bisa mengonfirmasi kontribusinya buat tim.

Lalu, Ji-sung pun menunjukkan kemampuannya terutama dalam menyerang. Ia menjadi salah seorang pemain kunci Korea Selatan dalam gelaran uji coba jelang Piala Dunia, termasuk satu golnya kala mengalahkan Prancis beberapa pekan sebelum Piala Dunia digelar.

Sebelum menghadapi Prancis, Ji-sung didera masalah baru. Ia menjadi pemain teratas untuk dienyahkan dari tim. Selain itu, Ji-sung pun menghadapi dilema di mana ia mesti fokus antara kuliah atau sepakbola.

“Kalau bukan Hiddink yang melatihku, aku mungkin tak akan pernah bermain di Piala Dunia,” kenang Ji-sung, “Pertemuan dengan Hiddink adalah murni keberuntungan.”

Soal Maknae dan Senioritas

Senioritas memang kerap ditampilkan dalam budaya populer Korea Selatan seperti dalam drama maupun variety show. Hal ini misalnya yang ditunjukkan dalam variety show "Running Man" Episode 287 yang tayang Minggu (21/2) pekan lalu. Para anggota RM dibuat tidak nyaman karena mereka harus "mengajari karyawan magang" yang usianya terpaut 12 tahun lebih tua. Di sisi lain, karyawan magang mesti menghormati atasannya karena masyarakat Korea Selatan digambarkan amat menghargai pekerjaan.

Senioritas ini pula yang membuat adanya sebutan ?? (maknae) yang berarti anggota termuda dalam sebuah grup, seperti boyband dan girlband. Dalam penuturannya dalam sebuah acara, maknae Super Junior, Cho Kyuhyun, mengaku sempat tersiksa karena statusnya tersebut.

Banyak yang menganggap Kyuhyun "promosi" ke Super Junior dengan tidak melalui sistem yang biasa dilakukan. Kala itu, Kyuhyun baru menjadi trainee selama dua bulan, tapi sudah memulai debutnya di Super Junior. Karena baru masuk, ia masih merasa segan untuk bertemu dengan 12 anggota Super Junior lainnya.

“Hal paling buruk datang dua hari setelah aku masuk. Apa yang mesti aku ucapkan? Saat mengucapkan salam, aku cuma bilang ‘halo’ dan pergi,” ucap Kyuhyun dalam acara Strong Heart, “Lalu, Leeteuk hyung bilang ‘Maaf, tapi bukan begitu caranya menyapa orang.”

Karena masih baru, Kyuhyun belum punya kasur. Selama sembilan bulan, ia tidur beralasakan selimut. Sebagai maknae Kyuhyun pun diminta membuatkan ramyun. Namun, ini adalah pertama kalinya ia memasak ramyun untuk banyak orang.

“Mestinya aku membuat delapan porsi, tapi aku tidak mengukur airnya secara benar. Ramyunnya lebih mirip seperti genangan Sungai Han. Leeteuk mencobanya lalu dia melempar sumpitnya dan berkata ‘Siapa yang memasak ini?”

Atas perlakuan-perlakuan tersebut Kyuhyun dikabarkan pernah mencurahkan hatinya pada rekannya yang lain, Ryowook, sembari menangis.

“Tanpa diketahui anggota lain, Kyuhyun masuk ke kamarku. Ia lalu berbaring dan bilang ‘Ryowook aku sangat lelah’. Lalu tiba-tiba saja air mata mengalir dari pipinya, seperti yang ada di drama-drama,” ungkap Ryowook.

Beruntung Korea Selatan kala itu mendatangkan pelatih asing untuk mengarungi Piala Dunia 2002. Park Ji-sung pun tentu beruntung karena selain bisa berlaga di Piala Dunia, Hiddink pula yang membuatnya lebih cepat berkompetisi di Eropa. Jika bukan Hiddink, mungkin pelatih timnas Korea hanya akan memandangnya sebagai maknae di mana kemudian ia tak akan mampu mencuri perhatian dunia.

Baca juga

Park Ji-sung dan Cemoohan yang Membuatnya Berniat Pensiun


Park Ji-sung dan Budaya Korea yang Hampir Mengubur Kariernya


Filantropi Park Ji-sung yang Menginspirasi


Park Ji-Sung, Three Lungs Park


Pirlo: Sir Alex Ferguson Merendahkan Reputasinya Ketika Menghadapi Saya



foto: pbase.com

Komentar