4 Faktor yang Membuat Leicester City Memuncaki Klasemen Liga Primer

Analisis

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

4 Faktor yang Membuat Leicester City Memuncaki Klasemen Liga Primer

Leicester City semakin memantapkan posisinya di puncak klasemen sementara Liga Primer 2015/2016. Pada pekan ke-25 yang digelar Sabtu (6/2), kesebelasan berjuluk The Foxes tersebut bertandang ke markas Manchester City yang berada di peringkat kedua. Dan skuat besutan Claudio Ranieri ini berhasil menang dengan skor 1-3.

Leicester kini meraih 53 poin, yang artinya unggul enam poin atas Manchester City di bawahnya. Tottenham Hotspur dan Arsenal yang menguntit di bawah City pun hanya bisa memangkas jarak hingga lima poin jika mereka meraih poin penuh pada pekan ke-25 ini.

Kemenangan Leicester di Etihad Stadium ini tentunya menjadi sinyal kuat bagi kesebelasan lain Liga Primer bahwa mereka merupakan kandidat juara Liga Primer musim ini. Dan pada laga melawan Manchester City, mereka juga menunjukkan beberapa catatan penting yang membuat mereka tetap berada di puncak klasemen.

Never Change The Winning Team

Legenda Inggris, Sir Alf Ramsey, berhasil mengantarkan timnas Inggris juara Piala Dunia 1966. Kala itu banyak yang mengatakan bahwa taktik pelatih kelahiran Dagenham ini begitu brilian kala menjungkalkan Jerman Barat dengan skor 4-2 di partai final. Namun diketahui kemudian bahwa Sir Alf Ramsey memiliki filosofi yang berpegang teguh pada 11 pemain terbaiknya di mana ia pun berujar Never Change the Winning Team sebagai rahasianya membawa Inggri juara dunia (untuk pertama kali dan satu-satunya).

Dan kini filosofi tersebut dipegang teguh oleh manajer Leicester City, Claudio Ranieri. Sepanjang musim 2015/2016, ia tak terlalu banyak melakukan rotasi. Hampir 11 pemain yang masuk dalam susunan pemain adalah 11 pemain yang sama dengan laga-laga sebelumnya. Mereka adalah Kasper Schmeichel, Danny Simpson, Wes Morgan, Robert Huth, Christian Fuchs, Riyad Mahrez, Daniel Drinkwater, N'Golo Kante, Marc Albrighton, Shinji Okazaki, dan Jamie Vardy.

Pada laga melawan Manchester City, Sabtu (6/2), 11 pemain yang ia turunkan sejak menit pertama (nama-nama di atas) sama dengan 11 pemain yang ia turunkan kala menghadapi Tottenham, Aston Villa, Stoke City, dan Liverpool, atau empat laga Liga Primer sebelum menghadapi Manchester City. Ranieri hanya merotasi para pemainnya kala menjalani Piala Liga atau Piala FA.

Ranieri tampaknya belajar dari kesalahan. Di Inggris, pelatih asal Italia tersebut sempat dijuluki sebagai tinkerman karena hobinya merotasi pemain saat menukangi Chelsea. Sementara saat ini, dengan kelihaiannya menjaga kebugaran 11 pemain terbaiknya, Leicester berhasil meraih kemenangan demi kemenangan sehingga mantap di papan atas klasemen Liga Primer bahkan puncak klasemen sementara.

Jamie Vardy Tak Cetak Gol Tak Masalah!

Keunggulan 1-3 atas Manchester City jelas luar biasa. Kemenangan di Etihad Stadium tersebut memutus laga tak terkalahkan Manchester City di kandang dalam 15 laga Liga Primer terakhir mereka. Kemenangan itu juga berarti kemenangan ke-15 Leicester dari 25 laga.

Uniknya, Jamie Vardy yang biasanya menghiasi daftar pencetak gol pada kemenangan Leicester gagal mencetak gol pada laga ini. Karena ketiga gol Leicester dicetak oleh Huth yang melesakkan dua gol serta satu gol dari Mahrez. Meskipun begitu,top skorer sementara Liga Primer ini cukup merepotkan lini pertahanan Man City di mana ia mendapatkan dua peluang emas yang tinggal berhadapan dengan kiper Man City, Joe Hart.

Sementara itu, Mahrez tampil begitu mencuri perhatian pada laga ini. Ia menjadi pencetak assist atas gol pertama Leicester yang dicetak Huth. Setelah itu, ia mencetak gol indah, dengan menaklukkan sejumlah pemain City, untuk menambah keunggulan Leicester menjadi 2-0 pada menit ke-48.

Ketika Mahrez tak sempat mencetak banyak assist, pemain lain pun muncul berkontribusi langsung atas gol-gol The Foxes. Pada gol Mahrez, gelandang asal Aljazair tersebut mendapatkan operan dari N’Golo Kante. Sementara pada gol kedua Huth, bek asal Jerman tersebut menyambut sepak pojok bek kiri Leicester, Christian Fuchs. Semua pemain bisa diandalkan Ranieri pada jika Vardy kesulitan mencetak gol.

Kante Sang Penakluk Lini Tengah Man City

Selain Mahrez dan Huth, penampilan N’Golo Kante pun begitu vital pada laga lini. Bukan atas satu assist yang ia cetak untuk Mahrez, namun tentang bagaimana ia menghentikan setiap serangan Man City yang hendak masuk dari area tengah.

Dari 39 kali upaya tekel yang dilakukan Leicester, 10 di antaranya dilakukan oleh Kante, di mana ini merupakan yang terbanyak. Ia juga hanya dua kali gagal merebut bola pada 10 kali kesempatan tekelnya tersebut.

Selain itu, ia juga mencatatkan lima intersep (terbanyak di Leicester bersama Wes Morgan) dan empat sapuan (kedua terbanyak di Leicester). Enam bloknya pun membuat percobaan tembakan Manchester City menjadi sia-sia.

Man City sendiri awalnya hendak memaksimalkan lini tengah dengan memasang formasi 4-3-2-1. Namun berkat ketangguhan Kante, manajer Manchester City, Manuel Pellegrini, pada akhirnya City harus menyerang lewat sayap. Pada babak kedua, Pellegrini pun mengubah formasi Manchester City menjadi 4-4-2 dengan memasukkan Kelechi Iheanacho dan Fernando untuk menggantikan Yaya Toure dan Fabian Delph.

Ini artinya kontribusi Kante begitu vital bagi Leicester pada laga ini. Dan tentu saja ini bukan pertama kalinya gelandang asal Prancis tersebut tampil cemerlang, di mana penampilannya cukup konsisten sejauh ini.

Spesialis Umpan Panjang dan Serangan Balik

Raihan tiga poin di Etihad Stadium juga membuat Leicester City semakin memantapkan diri sebagai kesebelasan spesialis umpan panjang dan serangan balik. Karena pada laga ini, Leicester yang kembali bermain dengan formasi 4-4-2, kalah jauh dalam penguasaan bola (63% berbanding 37%), sama seperti laga melawan Liverpool.

Ketika menguasai bola, Manchester City berhasil melepaskan 563 operan. Jumlah tersebut hampir dua kali lipat dari yang dilepaskan Leicester City yang menorehkan 296 operan. Sementara itu untuk operan panjang, Manchester City hanya melakukan sebanyak 36 kali dan Leicester melepaskan 64 kali.

Serangan balik cepat mengandalkan umpan panjang ini terbukti cukup efektif bagi Leicester. Selain menghasilkan 12 operan kunci, mereka berhasil melepaskan 14 tembakan dengan tujuh tembakan yang mengenai sasaran (termasuk tiga gol yang tercipta). Berbeda dengan Manchester City yang melepaskan 22 tembakan dengan 12 on target tanpa ada satupun menjadi gol.

Dengan skema ini, yang terus mereka peragakan sepanjang musim, kini Leicester menyamai torehan gol Manchester City (47 gol) sebagai kesebelasan terproduktif hingga pekan ke-25. Dengan jumlah kebobolan yang hanya 27, tentunya strategi ini terbilang berhasil dan membuat Leicester City menjadi kandidat kuat peraih trofi juara Liga Primer.

Baca juga

Ranieri Bukan Lagi Mayat yang Berjalan


Leicester City dengan Jiwa Pemberontak a la Albert Camus


Claudio Ranieri, Tinkerman yang Kini Menjadi Thinkerman



foto: squawka.com

Komentar