Tinjauan Hinrunde Bundesliga 2015/16

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Tinjauan Hinrunde Bundesliga 2015/16

Bayern München, sesuai prediksi, menguasai jalannya Hinrunde (putaran pertama) Bundesliga musim ini. Namun mereka melakukannya dengan cara yang tidak terbayangkan sebelumnya. Itu tidak serta merta membuat Bundesliga minim kejutan, karena di bawah Bayern berada kesebelasan-kesebelasan yang musim lalu tidak menduduki papan atas.

Borussia Dortmund dan Hertha BSC menduduki tempat yang musim lalu menjadi milik VfL Wolfsburg, Bayer Leverkusen, dan Borussia Mönchengladbach. Selain performa tim, Bundesliga musim ini juga diperkaya dengan cerita-cerita dari para individu yang terlibat di dalamnya.

Kesebelasan Terbaik: Bayern München

Nominee lainnya adalah Borussia Dortmund, Hertha BSC, dan Borussia Mönchengladbach. Bukan, bukan karena tiga kesebelasan tersebut dan Bayern München adalah empat besar Hinrunde musim ini. Karena satu dan lain alasan saya rasa mereka adalah empat kesebelasan yang pantas mendapat penghargaan lebih.

Dortmund masuk nominasi karena mereka tampil sangat baik musim ini. Jauh lebih baik dari musim lalu. Dortmund yang hanya tahu cara menekan (termasuk positioning ketika bertahan) dan menyerang cepat sekarang sudah menjadi kesebelasan yang paham penguasaan bola (dan mampu menggunakannya untuk membongkar pertahanan lawan) dan positioning ketika menyerang. Dengan 47 gol, Dortmund adalah kesebelasan paling produktif sepanjang Hinrunde musim ini.

Terdekat dengan Dortmund untuk urusan produktivitas adalah Bayern München yang mencetak 46 gol. Setelahnya ada Borussia Mönchengladbach dengan 34 gol, yang 32 di antaranya tercipta sejak Spieltag (matchday) keenam. Mönchengladbach pantas mendapat pujian karena mereka mampu cepat bangkit dari lima kekalahan beruntun dalam lima pertandingan pertama Bundesliga musim ini. Dari peringkat terbawah di pekan kelima, Mönchengladbach kini menduduki peringkat ketiga. Sejak pekan keenam mereka meraih enam kemenangan beruntun; ini termasuk dalam rangkaian sepuluh pertandingan tak terkalahkan selepas pekan kelima. Dan salah satu kesebelasan yang mereka kalahkan dalam sepuluh pertandingan tersebut adalah Bayern München, yang tidak terkalahkan hingga bertemu Mönchengladbach.

Hertha BSC, sementara itu, menjadi nominee karena mereka tampak sama sekali berbeda dengan Hertha biasanya. Papan atas bukan habitat Hertha, dan Berlin adalah salah satu anomali dalam teori Simon Kuper dan Stefan Szymanski dalam Soccernomics. Musim ini Hertha tampak cukup kompeten untuk membawa Berlin merasakan papan atas. Dan mereka melakukannya dengan pelatih yang sama serta susunan pemain yang nyaris sama dengan musim lalu. Hertha berubah dari dalam dan bersama-sama.

Ketiga kesebelasan di atas pantas mendapat penghargaan kesebelasan terbaik karena alasannya masing-masing, namun rasanya tidak adil jika penghargaan ini tidak jatuh ke tangan Bayern München. Dua musim kebelakang Bayern begitu dominan sehingga sulit membayangkan peningkatan musim ini. Namun nyatanya mereka mampu mengangkat diri ke tempat yang lebih tinggi dan menjadi bukti nyata bahwa batas kemampuan hanya ilusi. Raphael Honigstein menyebut Bayern musim ini sebagai “ekuivalen sepakbola untuk model Terminator II: mereka dapat mengubah bentuk sesuka hati, beradaptasi terhadap situasi apa pun, dan menghancurkan lawan-lawan mereka dengan pilihan cara yang tak terhitung jumlahnya.”

Pelatih Terbaik: André Schubert

Bukan tanpa alasan Bayern München, Borussia Dortmund, Hertha BSC, dan Borussia Mönchengladbach menjadi nominee kesebelasan terbaik Hinrunde. Mereka tampil gemilang. Alasan di balik itu, ternyata, sama: efek pelatih kepala.

Kita ternyata belum melihat kemampuan terbaik Pep Guardiola selama ini. Kerja kerasnya menganalisis dan mencari cara mengalahkan lawan membuat Bayern München menjadi mesin penghancur yang bermain berbeda dari pekan ke pekan tanpa harus meninggalkan jati diri mereka. Menyesuaikan taktik dengan gaya bermain lawan adalah satu hal, menyesuaikan taktik dengan gaya main lawan tanpa meninggalkan gaya main sendiri jelas berbeda. Pep bisa melakukannya.

Thomas Tuchel dan Pál Dárdai, sementara itu, mengubah Borussia Dortmund dan Hertha BSC dengan cara mereka masing-masing. Tuchel menjadikan Dortmund mematikan lewat penguasaan bola, sesuatu yang tidak mereka kuasai musim lalu. Dárdai meningkatkan efisiensi permainan pasukannya. Namun pada akhirnya gelar pelatih terbaik jatuh kepada André Schubert-nya Borussia Mönchengladbach.

Entah apa yang salah dengan Lucien Favre sehingga Mönchengladbach kalah dalam lima pertandingan pertamanya musim ini. Langkah pertama Schubert ketika dipercaya menjadi pelatih kepala sementara adalah mengembalikan kepercayaan diri ke dalam permainan Mönchengladbach. Dalam pertandingan Bundesliga pertamanya Schubert meraih kemenangan 4-2 atas FC Augsburg. Lima kemenangan beruntun mengikuti.

Lama kelamaan Schubert menunjukkan keahlian lain yang ia miliki selain memotivasi para pemainnya. Secara taktik Schubert juga ternyata tidak terlalu buruk. Dalam pertandingan melawan TSG Hoffenheim di Spieltag 14, Mönchengladbach tertinggal 2-3. Schubert menulis instruksi taktik di dua lembar kertas – satu untuk Lars Stindl dan satu untuk Granit Xhaka – dan menitipkannya kepada pemain pengganti yang masuk di menit ke-80, Nico Elvedi. Mönchengladbach berhasil mencetak dua gol tambahan di menit ke-87. Cara ini ditiru Pep ketika Bayern berhadapan dengan lawan terberatnya musim ini.

Halaman berikutnya, Pemain Terbaik dan Best Eleven

Komentar