Lima Pemuda Terbaik 2015

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Lima Pemuda Terbaik 2015

Selalu menyenangkan melihat para pemain muda yang menjanjikan. Mereka adalah harapan akan terus berjayanya sepakbola ketika yang berpengalaman semakin menua. Kami pilih lima pemain muda* terbaik tahun ini.

Anthony Martial

Remaja Prancis peraih penghargaan Golden Boy 2015 – penghargaan untuk pemain U-21 terbaik se-Eropa berdasarkan hasil voting jurnalis-jurnalis 30 surat kabar Eropa – ini menghabiskan 2015 di dua kesebelasan yang berbeda. Semester pertama ia jalani bersama AS Monaco, tempatnya mencetak sembilan gol Ligue 1 musim 2014/15. Delapan dari sembilan gol tersebut tercipta pada 2015. Tepatnya pada 12 pekan terakhir Ligue 1 musim lalu.

Barangkali itu yang membuat Manchester United bersedia mengeluarkan dana sebesar 36 juta pound sterling untuk membawanya ke Old Trafford. Dengan dana transfer sebesar itu Martial menjadi remaja termahal di sepakbola, mengalahkan pemegang rekor sebelumnya; Luke Shaw (Southampton ke Manchester United pada 2014), dan Marquinhos (AS Roma ke Paris Saint-Germain, 2013) yang sama-sama berharga 27 juta pound sterling. Martial sejauh ini baru satu kali absen dalam 23 pertandingan United di semua kejuaraan (Premier League, Champions League, Capital One Cup). Itu pun karena cedera.

Leroy Sané

Leroy Sané sudah menjalani kesibukan membela kesebelasan muda dan kesebelasan utama Schalke 04 secara bersamaan sejak memasuki semester kedua tahun 2014, atau awal musim 2014/15. Musim itu ia bermain di A-Junioren Meisterschaft Endrunde, A-Jugend Bundesliga West, DFB-Junioren-Pokal, dan UEFA Youth League bersama kesebelasan muda serta Bundesliga dan Champions League bersama kesebelasan utama.

Di Jerman ia sudah cukup dikenal, namun dunia baru benar-benar mengenalnya pada Maret 2015, pada tanggal 10 tepatnya. Ia memperkenalkan diri dengan sebuah tendangan melengkung yang membuat Iker Casillas tidak mampu berbuat apa-apa.



Musim lalu Sané lebih banyak bermain sebagai bagian dari kebijakan rotasi. Tidak demikian dengan musim ini. Sané sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kesebelasan utama. Sepanjang putaran pertama musim 2015/16 ia hanya melewatkan satu pertandingan: melawan Asteras Tripolis di pertandingan terakhir fase grup Europa League, yang sudah tidak mempengaruhi hasil lolos tidaknya Schalke ke 32 besar.

Héctor Bellerín

Héctor Bellerín awalnya mendapat cukup banyak kesempatan tampil di kesebelasan utama Arsenal saat kesebelasannya ditempa badai cedera yang membuat mereka kehilangan tiga bek sayap secara bersamaan – dan dua di antaranya adalah kedua bek sayap kesebelasan utama, Mathieu Debuchy dan Calum Chambers, pelapisnya. Karena perannya hanya pelapis, Bellerín tidak banyak bermain ketika pemain-pemain utama cukup bugar. Ia bahkan sempat menjalani peran ganda sebagai pemain U-21 dan cadangan kesebelasan utama.

Perlahan tapi pasti Bellerín semakin meyakinkan. Bellerín selalu tampil dalam sembilan pertandingan terakhir Arsenal musim lalu. Tujuh di antaranya bermain penuh. Musim ini Bellerín makin mantap menjadi pilihan utama Arsenal. Chambers yang awalnya dipercaya menjadi pengganti Debuchy dipindahtugaskan menjadi pelapis bek tengah dan gelandang bertahan. Debuchy, sementara itu, menjadi cadangan Bellerín. Dari pilihan ketiga, Bellerín menjadi pilihan utama. Hanya cedera dan larangan bertanding yang bisa menjauhkannya dari kesebelasan utama.

Julian Weigl

Thomas Tuchel membutuhkan seorang gelandang bertahan untuk kesebelasan barunya, Borussia Dortmund. Tuchel awalnya memilih Johannes Geis, eks pemainnya semasa di FSV Mainz 05. Namun Geis menolak kepastian bermain di bawah arahan pelatih kepala yang ia kenal baik dan lebih memilih bergabung dengan FC Schalke 04. Tuchel mengalihkan perhatian kepada gelandang TSV 1860 München, kesebelasan yang menduduki peringkat teratas di zona degradasi divisi kedua Bundesliga musim 2014/15. Namanya Julian Weigl.

Nama Weigl kalah tenar ketimbang Geis yang sudah lebih awal merasakan atmosfer divisi pertama walau usia keduanya hanya terpaut dua tahun. Geis juga memiliki keahlian eksekusi bola mati. Namun Weigl seolah tidak peduli. Ia menerima tawaran Dortmund dan akhirnya menjadi pilihan utama dan menjadi bagian penting dari taktik Dortmund di bawah arahan Tuchel.

Weigl, dalam perjalanannya sejauh ini, membuktikan bahwa pengalaman minim bukan kendala. Xabi Alonso yang jauh lebih berpengalaman ketimbang Weigl memecahkan rekor sentuhan dalam satu pertandingan – 172 sentuhan dalam satu pertandingan Bundesliga – ketika melawan Hertha BSC pada pekan ke-15. Di pekan ke-16 rekor tersebut patah. Weigl menyentuh bola sebanyak 189 kali melawan Eintracht Frankfurt.

Kingsley Coman

Kingsley Coman terdaftar sebagai pemain Paris Saint-Germain ketika menjadi juara Ligue 1 musim 2012/13 dan 2013/14 (plus Coupe de la Ligue 2013/14 dan Trophée des champions 2013). Coman juga bagian dari kesebelasan Juventus yang menjuarai Serie A 2014/15, Coppa Italia 2014/15, dan Supercoppa Italiana 2015. Saat ini ia terdaftar sebagai pemain Bayern München. Di PSG dan Juventus, Coman memang hanya beruntung. Ia tergabung dalam kesebelasan juara walau tidak banyak memberi kontribusi. Bersama Bayern ceritanya berbeda.

Coman adalah bagian penting – berrsama dengan Douglas Costa – dalam peningkatan kualitas Bayern musim ini. Keberadaan Costa dan Coman membuat Pep Guardiola memiliki pemain-pemain yang ia butuhkan untuk melancarkan serangan-serangan direct yang tidak bisa ia mainkan jika mengandalkan Arjen Robben dan Franck Ribéry. Dan karena Pep lebih mengedepankan serangan cepat musim ini, Coman (dan Costa) mendapat kesempatan bermain yang lebih banyak ketimbang kedua seniornya yang sudah lebih lama berada di Bayern.

*para pemain yang lahir setelah tahun 1994.

Komentar