Tinjauan Paruh Musim Serie A 2015/2016

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Tinjauan Paruh Musim Serie A 2015/2016

Serie-A 2015/2016 berjalan lebih ketat. Enam kesebelasan berbeda saling mencicipi puncak klasemen. Sampdoria, Chievo Verona, Internazionale Milan, Fiorentina, AS Roma dan Napoli, pernah merasakan predikat capolista sementara musim ini.

Tidak hanya capolista, papan tengah pun ikutan memanas. Sassuolo sempat melejit dengan mencapai tiga besar Serie-A 2015/2016. Akan tetapi mereka kembali turun ke papan tengah, bergelut dengan AC Milan, Empoli, Atalanta dan Lazio.

Serie-A 2015/2016 masih tersisa setengah musim lagi. Jarak poin masih cukup dekat dan kesebelasan-kesebelasan papan atas masih punya kecenderungan meraih scudetto. Dari setengah musim sejauh ini juga banyak hal yang menarik pada Serie-A 2015/2016. Entah itu dari penampilan sebuah kesebelasan, pelatih, atau pesepakbola secara individu.

Kesebelasan Terbaik : Napoli

Napoli
Skuat Napoli

Napoli sempat terseok-seok pada awal musim ini. Tiga laga perdana Serie-A 2015/2016 berakhir tanpa kemenangan. Debutnya langsung dikalahkan Sassuolo dengan skor 2-1. Kemudian ditahan imbang Sampdoria dan Empoli, masing-masing berakhir dengan kedudukan 2-2.

Tapi pelatih mereka, Maurizio Sarri, mengubah strategi kesebelasannya. Formasil 4-3-1-2 digangti menjadi 4-3-3. Poros serangan yang awalnya mengadalkan Mirko Valdifiori, dipindahkan kepada kombinasi Lorenzo Insigne dan Marek Hamsik. Kerjasama dua pemain tersebut merupakan momok bagi pertahanan sisi kanan lawan. Duet Insigne dengan Hamsik sangat taktis. Hamsik menjadi tembok pemantul bagi aliran bola Insigne dan terkadang Faouzi Ghoulam.

Ketika mengalahkan Lazio dengan skor 5-0, Hamsik dengan Insigne melakukan sedikitnya 18 kali kombinasi. Tidak cuma soal mengalirkan bola, Hamsik dan Insigne saling memberikan ruang untuk mendapatkan celah lawan. Mereka berdua seolah tahu kapan harus melebar ke kiri, atau bergerak masuk ke tengah.

Aliran bola untuk mereka berdua pun semakin dipermudah dengan keberadaan duet Jorginho dan Allan Marques di sektor tengah. Kedua pemain ini menjadi penyeimbang untuk menjaga penguasaan bola. Merebut bola dari lawan, kemudian mengalirkannya kepada rekan-rekannya. Allan dan Jorginho adalah jembatan antar lini yang sempurna bagi Partenopei, julukan Napoli.

Kekuatan di lini tengah mereka semakin disempurnakan oleh ketajaman Gonzalo Higuain. Sehiggga kerja keras Hamsik dkk tidak akan mubazir ketika bola sampai di dalam kotak penalti. Hasilnya, 50 persen dari 31 gol Napoli sejauh ini dihasilkan dari Higuain.

Upaya-upaya tersebut membantu Napoli terus merangsak ke papan atas klasemen Serie-A sementara. Bahkan sempat menduduki peringkat satu pada pekan ke-14 Serie-A musim ini.

Pelatih Terbaik : Paulo Sousa

Well done, lads!
Well done, lads!

Roberto Mancini memang berhasil membawa Inter Milan sebagai juara paruh musim Serie-A 2015/2016. Begitu juga dengan Sarri yang menjadikan Napoli sebagai calon peraih scudetto terkuat melalui permainan kolektifnya. Tapi rasanya Paulo Sousa layak disebut sebagai pelatih terbaik Serie-A 2015/2016 paruh musim ini.

Mantan pelatih FC Basel ini menonjol dari segi teknis maupun non teknis kebangkitan Fiorentina. Mancini dan Sarri sudah mengetahui kepelatihan Liga Italia sebelumnya, sementara Sousa baru musim ini melatih kesebelasan Serie-A. Karier Sousa memiliki cerita cukup panjang dari masa lalunya; dengan statusnya sebagai mantan pemain Juventus yang notabene musuh Fiorentina.

Awal kedatangan Sousa ketika melatih Fiorentina pun mendapat sambutan yang kurang ramah. Spanduk cacian sudah dilontarkan para suporter kesebelasan berjuluk Viola tersebut. Akan tetapi para petinggi tetap percaya kepada Sousa, mengingat rekam jejaknya yang membawa tiga klub negara berbeda menjadi juara di liganya. Usianya baru 45 tahun, tapi sudah melatih delapan kesebelasan berbeda (termasuk Fiorentina). Pengalaman-pengalamannya itu menjadi andalan Sousa untuk mengarungi musim ini bersama Viola.

Dirinya pun mengadopsi formasi yang berbeda dengan kesebelasan Serie-A lainnya, yaitu menerapkan pakem 3-4-2-1. Formasi tiga bek pada era sepakbola sekarang dianggap kuno. Tapi Sousa mampu mengubahnya menjadi luar biasa. Tiga bek Fiorentina berperan besar dalam penguasaan bola. Fiorentina juga mampu melancarkan pressing ketat maupun agresif yang membuat lawan kesulitan membangun serangan dari lini pertahanan. Hasilnya, Inter pernah dibantai 4-1 di kandangnya sendiri.

Selain itu, Sousa bisa memaksimalkan skuat yang bisa dibilang dengan kuantitas seadanya. Ya, kedalaman skuat Viola masih kurang memadai untuk bersaing di papan atas. Stok pemainnya terbatas, terutama di sektor belakang. Tapi Sousa masih bisa menjaga kesebelasannya tetap fit, walau sempat mengeluhkan kondisi fisik skuatnya menurun karena kelelahan.

Tapi untuk itu masih ada bursa transfer Januari 2016 yang bisa dimanfaatkannya. Agar kedalaman skuat mencukup dan Sousa pun berhasil mengubah kebencian suporter Fiorentina menjadi cintainya.

Halaman berikutnya, Pemain Terbaik dan Best Eleven

Komentar