Bermain Menyerang yang Menjadi Bumerang

Analisis

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Bermain Menyerang yang Menjadi Bumerang

Manchester United tersingkir dari Liga Champions UEFA setelah mereka takluk dari tuan rumah VfL Wolfsburg 3-2 di Volkswagen Arena. Perjalanan mengecewakan United di liga paling bergengsi di Eropa tersebut harus berakhir mengecewakan setelah mereka justru tampil paling menghibur dan menyerang.

Dini hari tadi dimulai dengan apik oleh pasukan Louis van Gaal. Baru 10 menit waktu berjalan, Anthony Martial sudah membuat "Setan Merah" unggul melalui serangan yang dibangun secara cepat.

Perubahan dalam pendekatan permainan, yang biasanya membosankan melalui penguasaan bola, membuat United bermain lebih langsung dan lebih berniat ketika meluncurkan operan ke daerah pertahanan lawan.

Dengan banyak pemain menyerang bertipikal cepat, yaitu Martial di depan ditemani Memphis Depay di sayap kiri dan Jesse Lingard di sayap kanan, United mampu bermain lebih cepat dengan memanfaatkan ruang di belakang lini pertahanan Wolfsburg.

Proses gol Anthony Martial (sumber: Squawka)
Proses gol Anthony Martial (sumber: Squawka)

Pembangunan serangan dalam gol Martial di atas adalah contoh yang sempurna dari permainan United yang lebih cepat dan langsung, alias tidak bertele-tele (United "hanya" menguasai 52,8% penguasaan bola dini hari tadi).

Ini memang masih United yang sama dengan yang biasanya, terutama dari cara mereka membangun serangan dari belakang. Masih banyak juga operan yang tercipta antara lini pertahanan dan gelandang bertahan. Bedanya dini hari tadi, setiap ketika bola sampai ke tengah lapangan, ada rasa dan niat menyerang yang lebih beringas dari United, tidak seperti biasanya.

Hal ini juga disebabkan dari Juan Manuel Mata yang bermain di belakang penyerang, yaitu posisi No. 10. Dengan Mata mengisi posisi ini, United terlihat lebih kreatif dalam menghubungkan permainan dari tengah ke depan melalui operan-operannya.

Gol pertama United tentunya berkat kejeniusan dari Mata yang dikombinasikan dengan kecepatan Martial dan pergerakan tanpa bola para pemain sayap "Setan Merah". Ini memang bukan gebrakan baru, kuncinya ternyata adalah menaruh pemain yang tepat di posisi yang tepat, di posisi di mana mereka bisa bermain optimal.

Namun, dengan permainan menyerang terbuka seperti ini, tentunya memiliki kelemahan tersendiri. Bentuk lini tengah United yang selama ini solid dan kaku malah terbuka lebar, dengan Marouane Fellaini yang berkali-kali meninggalkan Bastian Schweinsteiger sendirian untuk melindungi empat bek di belakang.

Grafik rata-rata posisi para pemain VfL Wolfsburg dan Manchester United (sumber: WhoScored)
Grafik rata-rata posisi para pemain VfL Wolfsburg dan Manchester United (sumber: WhoScored)

Dengan "Attack, attack, attack!", seperti yang diinginkan oleh para suporter United, mereka akhirnya kehilangan kontrol di lini tengah. Ini adalah antonim dari filosofi Louis van Gaal yang mengedepankan kontrol.

Dari gambar di atas, terlihat United sebenarnya bermain dengan 4-1-4-1 alih-alih 4-2-3-1 yang lebih seimbang. Fellaini berkali-kali membantu Mata di posisi gelandang serang, Bastian juga berkali-kali kalah jumlah dengan lawannya di lini tengah

Secara kontras, Wolfsburg bermain justru lebih solid dengan Max Kruse dan Julian Draxler bisa punya banyak waktu untuk menguasai bola dan melihat banyak opsi operan. Ditambah dengan kecepatan Andre Schuerrle, pertahanan United dikorbankan besar-besaran dengan taktik menyerang ini.

Gol kedua dari Wolfsburg yang dicetak oleh Vieirinha adalah situasi yang paling mencerminkan kondisi di atas. Terdapat ruang yang cukup besar di lini tengah United yang keasyikan menyerang.

Proses gol Vieirinha (sumber: Squawka)
Proses gol Vieirinha (sumber: Squawka)

Berbeda dengan United yang 45% serangannya berasal dari sisi sayap kiri, Wolfsburg justru kebanyakan menyerang United melalui tengah, yaitu sebanyak 35% dari serangan mereka. Ini adalah pertentangan yang mengesalkan bagi filosofi Van Gaal.

Pertandingan dini hari tadi adalah pertandingan yang sama sekali berbeda dari pertandingan-pertandingan "membosankan" Manchester United yang selama musim ini kita tonton: mereka lebih cepat, mereka lebih menyerang, mereka lebih menghibur, mereka lebih banyak mengambil risiko, mereka lebih banyak menciptakan peluang, tapi sayang, mereka juga akhirnya tersingkir dari Liga Champions.

Apakah ini konsekuensi yang sepadan jika United ingin tidak membosankan?

Setelah ini musim akan terasa lebih panjang bagi United yang tersingkir dari Liga Champions dan harus berlaga di Liga Europa UEFA. Kenyataannya ini adalah konsekuensi kolektif, mulai dari kekalahan melawan PSV Eindhoven di matchday pertama, cederanya Luke Shaw, dan banyak momen mengesalkan lainnya di Liga Champions musim ini untuk United.

Pada akhirnya memang Manchester United tidak cukup baik untuk keluar dari grup yang relatif mudah. Ini adalah kenyataan pahit bagi para suporter Manchester United.

Tapi setidaknya "Setan Merah" mendapatkan takdir alami mereka untuk berlaga di "Liga Malam Jumat" (setan yang banyak bergentayangan di malam Jumat, hiiii!). Lagipula dari segudang pencapaian mereka, masih satu trofi yang kurang di lemari koleksi piala Manchester United di Old Trafford, kan?

Baca analisis yang lebih lengkap dari pertandingan VfL Wolfsburg menghadapi Manchester United di #AboutTheGame Detik Sport.

Komentar