Roti ??alhano?Ÿlu

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Roti Çalhanoğlu

Pekan ke-14 Bundesliga 2015/16, Bayer Leverkusen melawan Schalke 04 di BayArena, Leverkusen. Hakan ÇalhanoÄŸlu, eksekutor bola mati Leverkusen, bersiap mengambil sebuah sepak pojok ketika beberapa objek, termasuk dua potong roti, dilempar ke arahnya.

ÇalhanoÄŸlu beruntung karena yang dilempar ke arahnya adalah potongan roti. Bukan kepala babi atau kembang api atau koin atau bahkan telepon genggam. Roti tidak cukup keras untuk melukainya secara fisik. Namun potongan roti ini jelas berpotensi melukai hatinya.

Apa yang dialami ÇalhanoÄŸlu tak jauh berbeda dengan apa yang dialami Dani Alves yang dilempar pisang dalam pertandingan antara Barcelona dan Villarreal musim lalu. Reaksi ÇalhanoÄŸlu (juga Alves) menegaskan bahwa menjadi korban rasisme adalah satu hal, dan terluka karenanya adalah hal lain.

Mario Balotelli dan Kevin Prince-Boateng pernah ngambek dan meninggalkan pertandingan karena menjadi korban rasisme di Serie A. Alves dan ÇalhanoÄŸlu tidak. Alves malah mendapat banyak dukungan dari seluruh dunia karena reaksinya. Alves bisa saja meninggalkan lapangan atau melempar kembali pisang yang dilemparkan kepadanya. Alih-alih mengambil kedua opsi tersebut Alves memungut pisang yang dilemparkan kepadanya, mengupas kulitnya, dan memakan dagingnya.





Besar kemungkinan ÇalhanoÄŸlu tahu apa yang terjadi kepada Alves dan ia terbayang reaksi Alves ketika dirinya sendiri (seperti Alves) menjadi sasaran lemparan objek ketika bersiap mengambil sepak pojok. Dan karenanya bisa saja ÇalhanoÄŸlu terpikir untuk memakan objek yang dilemparkan kepadanya, seperti Alves. Namun ternyata ÇalhanoÄŸlu cukup cerdas untuk tidak menjadi Alves. Karena akan menjijikkan jika demikian.

Alves memakan pisang karena dagingnya yang putih masih bersih, terlindung oleh kulitnya yang kuning menandakan kematangan. Memakan roti yang sudah tidak dibungkus plastik (tunggu, ini kan terjadi di Jerman, negara yang diet plastiknya sangat ekstrem, jadi mana mungkin roti dibungkus plastik?), kan, jorok.

Roti, sebagai objek asing yang tidak boleh berada di lapangan pertandingan, memang harus disingkirkan. Cara ÇalhanoÄŸlu menyingkirkan roti dari lapangan itulah yang mengundang banyak pujian. Ia memungut roti yang dilemparkan kepadanya, termasuk bagian-bagian kecil yang terpisah dari roti utama (frasa roti utama, menurut saya sendiri, tidak masuk akal, namun saya yakin Anda mengerti maksud saya). Dan menaruhnya di luar lapangan dengan cara yang lebih lembut dari kebanyakan kita menyimpan sepatu di raknya (kadang malah tidak di raknya).





Dalam prosesnya ÇalhanoÄŸlu terlihat memberkati roti yang dilemparkan kepadanya. Memberkati atau mendoakan, ÇalhanoÄŸlu yang mengerti; bagaimana seseorang menjalankan keseharian beragama bukan urusan saya. Yang saya tahu, ÇalhanoÄŸlu adalah seorang muslim dan orang-orang Islam diajarkan untuk menghormati makanan. Sebagai efek dari serangan Paris, ÇalhanoÄŸlu telah menjadi korban kebencian yang salah sasaran. Alih-alih merasa tersakiti, ÇalhanoÄŸlu menunjukkan reaksi ideal seorang manusia.

Komentar