Satu Bulan yang Menentukan Nasib Rudi García

Berita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Satu Bulan yang Menentukan Nasib Rudi García

Rudi Garcia, Pelatih AS Roma, memiliki banyak alasan untuk marah ketika skuatnya bermain imbang 2-2 melawan tuan rumah Bologna. Dirinya kesal bukan karena pertandingan tetap dilaksanakan dalam keadaan banjir; Tidak juga untuk perayaan gol Mattia Destro. Namun, Garcia marah kepada lini belakang skuatnya yang rapuh. Salah satunya karena tekel Vasilis Torosidis kepada Emanuele Giaccherini pada menit ke-87. Itu dianggap hal bodoh yang membuat kemenangan di depan mata pun sirna.

Roma telah kehilangan poin penuh di Stadion Renato Dall'Ara. Pasalnya sebelum tekel Torosidis yang memberikan penalti untuk Bologna, AS Roma sedang unggul 2-1 . Sejauh ini, meski mencetak 15 gol, AS Roma pun kebobolan 13 gol. Hal ini kian mengkhawatirkan terlebih Roma mesti bertemu dengan Barcelona pada pertengahan pekan lalu. Lini pertahanan Radja Nainggolan dan kolega mesti menghadapi tajamnya trio Lionel Messi, Luis Suarez dan Neymar Santos (MSN). Sementara itu, Roma mesti mencuri poin untuk menjaga asa mereka lolos ke babak 16 besar Liga Champions 2015/2016.

Baca juga : Sisa Warisan Luis Enrique Terakhir di AS Roma itu Bernama Miralem Pjanic.

Kekhawatiran itu benar adanya. Roma dipermalukan dengan skor 1-6. Barca begitu mudah mendominasi permainan. Di sisi lain, Garcia begitu percaya diri menerapkan garis pertahanan tinggi. Mencoba memenangkan penguasaan bola dan main terbuka. Sayangnya, bermain seperti itu tidak diimbangi dengan pertahanan yang solid. Lini belakang I Lupi (Si Serigala), julukan Roma, seolah terlalu mudah untuk ditembus.

AS Roma tidak mampu mengantisipasi Barca yang mengalirkan bola dengan cepat. Para pemain Roma terlalu terburu-buru keluar dari posisinya untuk menghadang lawan yang meninggalkan banyak celah di pertahanan. Ini yang membuat trio MSN begitu mudah menyelinap ke dalam kotak penalti tanpa kawalan. Garcia pun mengungkapkan strateginya ketika usai laga,"Ketika kau bermain lawan Barcelona, kau tahu tujuan mereka untuk penguasaan bola. Jika kau pergi di sana untuk bertahan selama pertandingan penuh, kau akan kalah," ujarnya dikutip dari ESPN FC.

Nyatanya, I Lupi tetap kalah. Bahkan dengan hasil memalukan. Roma pun turun ke peringkat ketiga klasemen Grup E sementara karena tergeser Bayer Leverkusen, sedangkan Barca tetap berada di puncak. Artinya, Garcia kembali menuliskan catatan buruk untuk Roma pada ajang Liga Champions. Sejak musim lalu, ia cuma membawa dua kemenangan dari 11 laga di Eropa tersebut.

Hubungan Garcia dengan Walter Sabatini, Direktur Teknik AS Roma, menjadi memanas. Usai pertandingan, mereka bertukar kata-kata pedas di dalam bus yang ditumpangi. Padahal mereka seharusnya sadar apa yang terjadi pada I Lupi saat ini. Atau, mimpi buruk seperti kekalahan dari Barca itu akan menjadi hal umum untuk mereka.

Keadaan semakin panas ketika sang presiden, James Pallotta, memanggil CEO Roma, Italo Zanzi, "Sekarang kau tidak boleh membuat kesalahan melawan BATE," tegas Pallotta kepada Zanzi, dikutip dari Football Italia.

Garcia sepertinya tidak bisa begitu cepat melupakan kekalahan tersebut. Kemarahan Pallotta memberi efek negatif kepada pelatih asal Prancis itu. Dampaknya, Garcia hanya diberi waktu sekitar satu bulan lagi. Sedikitnya ada empat laga yang diwajibkan menang, yaitu melawan Atalanta, Torino, BATE Borisov dan Napoli.

Jika Garcia tidak mampu melewati empat laga itu, Roma dikabarkan siap mengambil risiko pemecatan. Dilihat dari pandangan secara umum, mungkin Atalanta dan Torino bisa diatasi dengan kondisi Roma saat ini, meski Roma pun dihantui cederanya beberapa pemain seperti Mohamed Salah, Gervinho, Daniele De Rossi dan tentu saja Kevin Strootman.

Tapi yang dikhawatirkan adalah pertandingan menghadapi Napoli dan BATE. Mengingat Napoli sedang berada trek bagus di bawah Maurizio Sarri. Sementara BATE mengejutkan mengalahkan mereka pada putaran pertama Grup E Liga Champions musim ini. Rencananya, ketika menghadapi Bate pada 9 Desember mendatang akan disakasikan langsung oleh Pallotta di Stadion Olimpico, "Cukup dari pertunjukan buruk ini, saya tentu saja ingin perubahan," tegas Pallotta.

Kabarnya calon-calon pengganti Garcia sudah disiapkan. Beberapa nama sudah mencuat, seperti Carlo Ancelotti, Fabio Capello, Luciano Spalletti dan Walter Mazzarri. Mereka sedang menganggur saat ini. Capello dan Spalletti pernah menukangi I Lupi dan memberikan gelar yang berbeda. Bahkan jika memiliki kesempatan, Roma pun berniat menggoda Roger Schmid (Leverkusen) dan Antonio Conte (Italia).

Tidak cuma kursi kepelatihan, merekrut pemain baru pun sudah diwacanakan pada waktu dekat ini. Mehdi Benatia, bek Bayern Munich, diprioritaskan untuk direkrut pada Januari 2016. Selain bek tengah, Roma menginginkan satu pemain tengah dan dua full-back kiri dan kanan. Untuk gelandang diarahkan kepada Ever Banega. Dia diharapkan bisa mengisi kekosongan cedera panjang Strootman. Kontrak Banega akan berakhir pada Juni 2016. Faktor itulah yang dijadikan alasan I Lupi untuk mengincarnya.

Sementara belum ada nama spesifik untuk perekrutan full-back. Tapi, sebetulnya Roma belum menyelesaikan negosiasi Bruno Peres, full-back kanan Torino, pada bursa transfer musim panas lalu. Bahkan ia sempat mengatakan siap jika harus bergabung dengan I Lupi saat Januari 2016.

Tapi pada intinya sebelum jauh berbelanja pada Januar 2016 nanti, nasib Garcia masih terombang-ambing untuk satu bulan ke depan. Sebetulnya saat ini I Lupi tengah dalam kebimbangan. Jika melepasnya, maka skuat perlu adaptasi lagi dengan pelatih baru di tengah perburuan scudetto musim ini. Di sisi lain, hal yang sama jika diteruskan oleh caretaker. Pada intinya adalah tidak ada yang mudah dengan situasi Roma saat ini.

Sumber lain : Football-Italia, Il Messaggero, LaRoma24, La Repubblica, Mediaset Premium.

Komentar