Polemik Jeda Internasional dan Klub Inggris Mana yang Diuntungkan?

Cerita

by Dex Glenniza

Dex Glenniza

Your personal football analyst. Contributor at Pandit Football Indonesia, head of content at Box2Box Football, podcaster at Footballieur, writer at Tirto.ID, MSc sport science, BSc architecture, licensed football coach... Who cares anyway! @dexglenniza

Polemik Jeda Internasional dan Klub Inggris Mana yang Diuntungkan?

Akhirnya kita sampai lagi kepada jeda internasional. Renungkan 6 kata tersebut. Bagaimana perasaan Anda? Senang, sedih, atau biasa saja?

Kami bisa pastikan beberapa dari kita semua pasti merasa sedih dengan hadirnya jeda internasional, bahkan beberapa juga tak segan untuk mengutuknya. Pada kenyataanya, ini adalah hal yang wajar jika kita memposisikan diri kita sebagai penonton sepakbola di Indonesia.

Pertama, kita tidak bisa menonton pertandingan kesebelasan (klub) asing kesayangan kita untuk sementara selama sepekan. Kedua, jeda internasional berarti gilirannya kesebelasan negara (sangara atau tim nasional) yang berpentas, dan celakanya, sangara Indonesia sedang disanksi oleh FIFA sehingga tidak bisa berpentas dengan resmi. Ketiga, kalaupun Indonesia sedang tidak di­-banned, hampir pasti juga (dari pengalaman) negara kita jarang memanfaatkan kalender internasional rilisan FIFA ini, sehingga wajar jika penonton menjadi “menganggur.”

Meskipun di Indonesia sekarang ini sedang diadakan Piala Presiden yang sudah mencapai semi-final putaran ke-2 (Arema Cronus, Mitra Kukar, Persib Bandung, dan Sriwijaya FC), tetap saja dahaga kita sebagai negara dengan penonton sepakbola yang sudah membudaya, akan semakin mendapat cobaan dengan datangnya jeda internasional.

Baiklah, hal di atas adalah hal yang bisa diterima jika jeda internasional kita pandang dengan sudut pandang sebagai penonton. Tapi bagaimana jika perspektif tersebut kita ganti menjadi perspektif pesepakbola, klub, dan juga liga? Bisa jadi jauh berbeda.

Misalnya saja untuk pesepakbola, apapun ajangnya, entah sekadar pertandingan persahabatan atau pertandingan kualifikasi, pastinya hampir semua pesepakbola merasa bangga jika mereka dipanggil untuk bermain bagi negara mereka.

Bagi pesepakbola, bermain pada jeda internasional bukanlah soal uang, karena yang menggaji mereka adalah klub, bukan negara. Ini adalah soal kebanggaan dan prestise. Namun, sah-sah saja ketika misalnya ada pemain yang tidak ingin membela negaranya, dengan berbagai macam alasan tentunya.

Kemudian jika kita beralih kembali, perdebatan jeda internasional ini sebenarnya akan semakin menarik lagi jika kita coba menempatkan diri kita dengan menggunakan sudut pandang sebagai klub dan pihak liga.

Hal yang perlu kita ketahui mengenai kalender internasional FIFA

Kalender internasional FIFA mencerminkan tanda kesepakatan antara FIFA, 6 konfederasi sepakbola tingkat benua, asosiasi sepakbola Eropa, dan juga FIFPro. Kalender atau jeda internasional ini biasanya digunakan untuk “pertandingan resmi” (official) dan “pertandingan persahabatan.”

Sudah beberapa tahun ini kalender internasional hampir selalu terjadi pada setiap akhir Maret, awal Juni (termasuk babak final Piala Dunia FIFA, Piala Eropa UEFA, Copa América CONMEBOL, Piala Emas CONCACAF, dan Piala Konfederasi FIFA), awal September, awal Oktober, dan awal November.

Pertanyaan yang umum terjadi adalah: Apakah kalender internasional mengganggu kalender liga domestik dan juga klub?

Secara tidak langsung sebenarnya pertanyaan tersebut bisa dijawab dengan “tidak mengganggu.” Hal ini terjadi karena FIFA sudah merilis kalender internasional dari jauh-jauh hari, bahkan sekarang ini misalnya, kita bisa mengecek kalender internasional sampai tahun 2018 nanti.

FIFA sendiri merekomendasikan kalender internasional ini menjadi preseden bagi berbagai pihak yang mengatur jadwal pertandingan domestik, entah itu liga, piala, atau pertandingan level domestik lainnya. Sehingga, pada dasarnya kalender internasional tidak akan mengganggu kalender domestik, dan juga sebaliknya.

Lain halnya jika ada pertandingan internasional (biasanya persahabatan) yang dijadwalkan di luar kalender internasional FIFA, meskipun pertandingan tersebut masih bersifat sah, tapi FIFA memperbolehkan jika “kalender internasional nakal” tersebut dianggap mengganggu kelangsungan kalender domestik.

Mereka yang menentang kalender internasional

Asosia klub Eropa (European Club Association), atau sebuah kesatuan antar kesebelasan elit di Eropa, sempat menyatakan ketidaksenangannya dengan kalender internasional ini. Hal ini terjadi karena minimnya kompensasi yang diberikan kepada klub oleh asosiasi internasional mereka.

Hal ini memang dapat dimengerti, karena ini menyangkut pemain, dan pemain adalah aset utama sebuah kesebelasan. Misalnya saja pada jeda internasional September yang lalu, penjaga gawang Chelsea, Thiabaut Courtois, menderita cedera sehingga ia harus absen lama membela klubnya (dan otomatis juga negaranya, yaitu Belgia). Maka, Chelsea pastinya merasa rugi.

Jadi, kita pasti paham jika jeda internasional adalah hal yang paling dikhawatirkan oleh para manajer kesebelasan terutama di Eropa.

Untuk memperkecil pembahasan, mari kita bahas Liga Inggris saja. Sampai Bulan Oktober ini, termasuk jeda internasional sekarang, maka sudah dua kali kalender internasional “mampir” di Liga Primer Inggris.

Sejak Liga Primer dimulai pada awal Agustus, ada 4 matchday yang dilalui sebelum jeda internasional datang pada 31 Agustus sampai 8 September 2015. Kemudian setelahnya, ada 4 matchday lagi yang dilalui sebelum jeda internasional kali ini yang akan berakhir pada 13 Oktober 2015 nanti.

Secara umum, bagaimana performa kesebelasan Liga Primer setelah dan sebelum jeda internasional? Siapa yang “diuntungkan” dan “dirugikan” dari jeda internasional ini? Lalu, kenapa?

Pengaruh kalender internasional kepada performa kesebelasan Liga Primer Inggris

Pemimpin klasemen sementara Liga Primer saat ini, Manchester City, berhasil memenangkan 6 pertandingan dan kalah 2 kali. Sebelum jeda internasional September, mereka menang 4 kali. Namun setelahnya, berturut-turut mereka menang, kalah dua kali, dan kembali menang.

Sementara tetangga mereka, Manchester United, yang sekarang berada di peringkat tiga, berturut-turut mencetak dua kemenangan, sekali imbang, dan sekali kalah, sebelum setelah jeda internasional September, mereka kemudian bisa memenangkan tiga pertandingan liga dan sekali kalah (melawan Arsenal akhir pekan lalu).

Selanjutnya kita bisa melihat AFC Bournemouth dan Chelsea yang sekarang masing-masing berada di peringkat ke-15 dan 16. Mereka melalui 4 pertandingan sebelum jeda internasional September dengan dua kali kalah, sekali imbang, dan sekali menang; kemudian melalui 4 pertandingan setelah jeda internasional tersebut dengan rekor yang sama, yaitu dua kali kalah, sekali imbang, dan sekali menang.

Terakhir, ada Tottenham Hotspur (peringkat 8) yang sedari awal Liga Primer tersendat-sendat dengan berturut-turut sekali kalah dan tiga kali imbang, namun setelah jeda internasional September mereka mencetak tiga kemenangan berturut-turut sebelum akhirnya pada akhir pekan kemarin mereka ditahan imbang 2-2 oleh Swansea City.

Jika kita lihat dari lima kasus di atas, kita bisa menilai bahwa setelah jeda internasional, City mengalami penurunan performa. Sementara United dan Spurs mengalami kenaikan performa. Kemudian Bournemouth dan Chelsea performanya tidak berubah sebelum maupun setelah jeda internasional.

The Citizens mengalami penurunan performa salah satunya karena bek andalan dan kapten mereka, Vincent Kompany, menderita cedera betis setelah membela Belgia. Jadi, bisa dimengerti kalau City secara tidak langsung sudah dirugikan oleh jeda internasional dan pada jeda internasional kali ini manajer mereka, Manuel Pellegrini, sampai mewanti-wanti Belgia untuk tidak memainkan Kompany.

Dari daftar pemain yang dipanggil oleh manajer Belgia, Marc Wilmots, ternyata ada nama Kompany di situ. Jadi bisa dipastikan, jika kembali terjadi apa-apa dengan Kompany, ketegangan antara timnas vs klub akan terjadi untuk Belgia dan City.

Selanjutnya untuk beberapa kasus seperti United dan Spurs, serta Bournemuth dan Chelsea, kadang permasalahan “diuntungkan” atau “dirugikan” jeda internasional hanya masalah momentum semata.

Nikmati saja jeda internasional

Bagi beberapa kesebelasan, performa apik mereka yang terpotong jeda internasional bisa saja tetap sama, menjadi menurun, atau semakin menaik, tidak ada yang tahu pasti. Begitu juga sebaliknya. Banyak teori yang bisa kita ambil.

Kesebelasan negara Belanda misalnya, kondisi mereka yang sekarang sedang terseok-seok di grup A kualifikasi Euro 2016, bisa membuat para pemain mereka menjadi kelelahan secara fisik maupun mental ketika berlaga di klub setelahnya.

Sebaliknya juga, misalnya saja mereka berhasil lolos ke play-off Euro 2016 sebagai peringkat ke-3 grup A, para penggawa Belanda yang kembali ke klubnya masing-masing (asalkan tidak cedera) hampir pasti memiliki mental yang sedang positif-positifnya. Ini akan menjadi kabar yang sangat baik untuk si manajer.

Namun, kami ingatkan sekali lagi, hal di atas sebagian besar merupakan teori. Pada praktiknya, segalanya masih bisa berubah dan saling mempengaruhi. Hanya saja, seharusnya memang merupakan sebuah kebanggaan bagi pemain yang bisa membela negara mereka, ini yang seharusnya juga menjadi sumber energi positif bagi pihak klub dan liga yang masih bertentangan dengan kalender internasional FIFA.

Sedangkan khusus untuk jeda internasional kali ini, ketika beberapa pemain sedang sibuk dan sebagian besar pihak klub serta pihak liga juga sedang duduk manis, pastinya akan menjadi waktu yang panjang bagi Liverpool untuk mengontrak manajer baru mereka. Juergen Klopp, Carlo Ancelotti, atau malah Marcelo Bielsa, kita nantikan saja.

Dan terakhir, selamat melalui jeda internasional FIFA.

Sumber: FIFA.com, WhoScored, The Telegraph

Komentar