Kisah Debut Si Jabrik nan Garang, Carles Puyol

Backpass

by Redaksi 38

Redaksi 38

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Kisah Debut Si Jabrik nan Garang, Carles Puyol

Tepat 2 Oktober 1999 lalu, kapten sekaligus pemain bertahan terbaik kesebelasan asal Katalunya, Barcelona, Carles Puyol muda (21 tahun) menjalani debut resminya di tim senior di bawah asuhan Louis Van Gaal.

Bertandang ke Estadio Jose Zorilla, markas kesebelasan Real Valladolid, Van Gaal memutuskan untuk membawa skuat terbaiknya dalam lanjutan pekan keenam La Liga Spanyol musim 1999-2000. Dan nama Puyol juga termasuk di dalamnya.

Walau ikut bertandang, saat itu Puyol tak menjadi bagian dari sebelas nama yang bermain sejak awal pertandingan melawan Real Valladolid. Ia harus bersabar menunggu di bangku cadangan dengan harap-harap cemas agar ketika ia menjalankan debut, ia tak bermain canggung di depan para seniornya.

Akhirnya, kesempatan emas itu menghampiri Puyol di menit ke 56 atau tepat sebelas menit babak kedua baru bergulir. Louis van Gaal yang dikenal sebagai pelatih yang gemar mengorbitkan pemain muda, memutuskan untuk memberi kesempatan seluas-luasnya untuk Carles Puyol agar unjuk gigi sebagai bek kanan Barca saat itu. Puyol masuk menggantikan Simao Sabrossa.

Beruntung Puyol masih dipercaya debut oleh Van Gaal karena memang memiliki kemampuan yang bagus. Jika saja Louis van Gaal enggan memberikan debut kepada pemain muda karena masalah kedisiplinan, (mungkin) bisa jadi Puyol tak akan pernah debut di tanggal 2 Oktober ini. Mengapa demikian?

Sekali waktu, sang meneer pernah mengkomplain soal rambut jabrik milik Puyol yang memang menjadi ciri khasnya. Pasca latihan bersama senior lainnya, Puyol muda dihampiri oleh Van Gaal dan ditanyai “Apa sih masalahmu? Apakah kamu tidak mempunyai cukup uang untuk mencukur rambutmu yang panjang itu?”

Puyol, saat itu, hanya terpaku dan tak mampu menjawab teguran sang pelatih. Namun ia bersikeras untuk mempertahankan gaya rambut jabriknya tersebut hingga saat ini.

Jauh setelah pertandingan debutnya, Carles Puyol yang kita kenal adalah sosok bek tengah yang tangguh dan tanpa kompromi. Namun tahukah Anda bahwa pada awal kariernya bermain bola, ia sempat bermain menjadi kiper dan penyerang? Namun, ketika masuk ke akademi La Masia, Puyol diposisikan sebagai gelandang bertahan. Maka tak heran jika Puyol dikenal sebagai seorang ball playing defender yang cukup mumpuni. Namun seiring berjalannya waktu, Puyol ditempatkan di sisi kanan pertahan Barca dan akhirnya menjadi bek tengah seperti yang kita kenal dalam beberapa tahun terkahir.

Baca juga: Kutipan-kutipan terbaik Carles Puyol

Menyoal tentang perannya di bek kanan, saya bakal terus mengenang aksi Puyol saat final Liga Champions 2009 di Olimpico, Roma. Saat itu, Puyol yang sudah lebih sering bermain sebagai bek tengah ketimbang menjadi bek kanan, akhirnya menyanggupi bermain (lagi) di peran lamanya tersebut. Keputusan Puyol ini diakibatkan oleh kekosongan yang ditinggalkan Dani Alves karena akumulasi kartu.

Kuartet Puyol, Yaya Toure, Gerard Pique dan Sylvinho mampu meredam agresivitas Cristiano Ronaldo dan Wayne Rooney sepanjang pertandingan. Bahkan, CR7 yang saat itu sedang masyhur dengan trik-triknya mampu berulang kali diredam oleh Carles Puyol yang bermain menjadi bek kanan.

Namun, tahukah Anda bahwa setahun sebelum Puyol melakukan debut pada 2 Oktober 1999, pihak kesebelasan Barcelona menerima tawaran transfer dari Malaga untuk memboyong Puyol? Akan tetapi, Puyol menolak mentah-mentah tawaran tersebut karena ia percaya bisa menembus tim utama Blaugrana. Kepercayaannya tersebut makin menguat setelah melihat sahabatnya, Xavi Hernandez, mampu menjalani debut di bawah kepelatihan Van Gaal pada 18 Agustus 1998 lalu.

Xavi Hernandez memang menjadi sahabat sejati Carles Puyol baik di lapangan maupun di luar lapangan. Momen terbaik keduanya jelas terlihat saat tendangan bebas Xavi berhasil disambar oleh tandukan Puyol ke gawang Casillas pada laga El Clasico. Sebagai pengingat, Barcelona berhasil memenangkan laga tersebut dengan skor akhir 2-6. Begitu pula saat Spanyol berhasil mengalahkan Jerman di laga semifinal Piala Dunia 2010 berkat tendangan pojok Xavi.

Kini, Xavi dan Puyol sudah memilih jalan sendiri-sendiri pasca mengukuhkan diri sebagai pemegang caps terbanyak di kubu Blaugrana dengan total 767 caps milik Xavi dan 593 milik Puyol. Urusan gelar, bagi Puyol sudah tak ada yang meragukannya lagi. Bahkan ia sendiri mengakui dan bangga karena sanggup memimpin Barca yang berhasil menjadi pengubah sejarah klub yang tentunya akan dikenang sepanjang masa.




Foto: Weloba

Komentar