Mengalahlah, Rodgers!

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Mengalahlah, Rodgers!

Karya Arif Utama

Kekalahan United 3-1 melawan Old Trafford mengukuhkan Rodgers di singgasana kambing hitam kegagalan Liverpool di dua musim terakhir. Fans telah kehilangan kesabaran dan kesetiaan terhadap Rodgers. Chants-chants untuk BRod jarang terdengar saat Liverpool bermain di atas lapangan, tak ada lagi puja-puji datang untuk mendukung Rodgers untuk merevolusi klub seperti musim-musim sebelumnya. Bahkan yang datang saat ini hanyalah cacian dan umpatan.

Tak heran memang, klub telah turun dari peringkat 10 (saat 2010)  ke peringkat 42 (2015) di peringkat klub terbaik Eropa di bawah asuhan Rodgers. Tak hanya soal peringkat saja, namun mengenai fakta bahwa Liverpool telah mengeluarkan hampr 300 juta di bawah komando Rodgers namun gagal meraih satu trofi-pun hingga di musim ketiganya. Rodgers kemudian dijadikan kambing hitam atas kegagalan demi kegagalan yang harus diterima Liverpool dibawah komandonya.

Favoritisme Rodgers terlihat di laga tersebut. Rodgers gengsi untuk memasang Sakho untuk bertandem dengan Skrtel. Lovren lagi-lagi dipasangkan dan berduet lagi dengan Skrtel. Padahal, di gameweek sebelumnya, Lovren sendiri melakukan blunder fatal saat melawan West Ham yang membuat The Reds harus menelan kekalahan telak 3-0 di kandangnya sendiri. Bahkan, timnas Kroasia tak memanggil Lovren dalam jeda Internasional lalu. Namun, tetap saja Lovren menjadi pilihan jika dibandingkan dengan Sakho yang bisa saja kemudian menunjukkan hal yang lebih menjanjikan daripada Lovren.

Tonny Barrett, jurnalis The Times, beberapa saat lalu sebelum laga United melawan Liverpool membeberkan fakta mengejutkan yang mayoritas tidak diketahui fans. Hal ini juga yang menjadi salah satu muara permasalahan Liverpool saat ini.

Sebenarnya ada konflik antara Rodgers dan transfer committee yang dibentuk oleh FSG. Rodgers yang tak setuju akan adanya DoF yang dianggap akan membuatnya tak dapat leluasa memilih pemain yang diinginkan. Sebagai alternatif, FSG kemudian membentuk transfer committee, yang terdiri dari David Fallows sebagai head of recruitment, Barry Hunter sebagai chief scout,  Michael Edwards sebagai director of technical performance, Ian Ayre sebagai CEO dan Mike Gordon sebagai director. Transfer Committee sendiri dibentuk untuk mendatangkan pemain-pemain keinginan Rodgers atau atas persetujuan Rodgers.

Mengutip dari ESPNFC pada Mei lalu, Rodgers menunjukkan dukungannya terhadap tim yang dibuat demi memuluskan transfer Rodgers sendiri. Ia mengatakan bahwa tim ini bekerja dengan sangat baik.

Namun pada praktiknya tidak demikian.

Bagi Rodgers, ia merasa dikhianati. Banyak target yang diharapkan Rodgers  tak dapat dihadirkan. Tak hanya itu, bahkan kemudian banyak pemain yang didatangkan tanpa persetujuan Rodgers.

Sebutlah nama-nama seperti Michel Vorm, Christian Eriksen, Wilfried Bony dan Diego Costa, yang dikatakan oleh James Pearce, jurnalis Liverpool Echo, yang diharapkan BRod akan menjadi pemainnnya di beberapa musim lalu. Namun, transfer committee malah tidak mewujudkan harapan Rodgers ini.

Khusus untuk Diego Costa, BRod sendiri terus menekan transfer committee ini untuk mendatangkan pemain ini. Namun, tetap saja hal ini tak digubris. Padahal, andaikata transfer ini dapat terjadi, Liverpool bisa saja untung besar setelah menjual Luis Suarez.

Sebagai bentuk sakit hatinya terhadap hal ini, BRod menunjukkan sikap anti terhadap transfer committee ini. Markovic, Ilori, Moreno, Mamadou Sakho dan Divock Origi, Balotelli dan masih banyak lainnya adalah nama-nama yang ditangkan oleh transfer committee yang ‘disiksa’ oleh Rodgers dengan dicadangkan bahkan dipinjamkan kepada klub lain. Hingga saat ini, hanya Coutinho, nama pilihan transfer committee, yang terus dijadikan andalan di Liverpool. Sisanya hanya berperan sebagai ban serep atau barang subtitusi.

Sedangkan pemain-pemain pilihannya, seperti Lovren, Nathaniel Clyne,James Milner, Adam Lallana dan Christian Benteke bisa terus mengamankan satu tempat di line-up walau pun penampilannya naik turun.

Akan tetapi, hal ini kemudian merugikan Rodgers sendiri. Pemilihan Lovren atas Sakho kemudian malah membuat pertahanan Liverpool menjadi olok-olok. Juga meminjamkan Markovic, padahal ia pemain yang paling sesuai untuk menggantikan Sterling. Gengsi Rodgers untuk tak memakai pemain pilihan transfer committee membuatnya minim opsi.

Padahal, sebutlah jika Sakho atau Ilori diberikan kesempatan. Setidaknya, dapat meramaikan persaingan di lini belakang yang boleh jadi akan berdampak pada lini belakang yang solid. Atau Markovic yang tidak dipinjamkan yang dapat menjadi guru bagi Ibe dan Origi yang baru datang. Setidaknya, klub akan memiliki atmosfir yang kompetitif, karena mereka berlomba-lomba untuk mencuri tempat di line-up. Tidak seperti saat ini, yang mana kebencian akan transfer committee terus mempengaruhi pilihan Rodgers.

Fans mulai tak tahan atas permainan Liverpool yang angin-anginan dan terus bersikap kejam atas setiap kegagalan-kegagalannya meraih tiga poin. Dan kode-kode Rodgers sendiri agar membubarkan atau merevolusi transfer committee agar sesuai keinginannya belum dapat diterima oleh FSG.

Namun, ia seolah masih keras kepala untuk tetap mempertahankan sikapnya ini. Ia masih ingin pemain yang tak diinginkannya pergi, padahal pemain yang didatangkan oleh transfer committee tak semuanya buruk. Sama seperti pemain pilihan Rodgers yang tak selamanya baik. Pemain butuh kompetisi agar lebih membaik, namun kompetisi tersebut tak dapat disajikan oleh Rodgers akibat sikap antinya terhadap transfer committee. Ia harusnya sadar kalau dirinya sedang berada dalam situasi yang tidak bisa memilih. Ia sedang berada di situasi harus memaksimalkan yang ada.

Hingga sampai kapan akan gengsi-gengsian terus, BRod? Mengalahlah.

Penulis dapat dihubungi lewat akun Twitter @utamaarif

Komentar