Catador: Sang Bintang Stadion

Panditcamp

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Catador: Sang Bintang Stadion

Ditulis oleh Novandiet Eersta Angginanda

Bukan Ilija Spasojevic, Zulham Zamrun ataupun Hariono  yang penampilannya paling memukau hari itu. Bagi saya, bintang pada malam itu justru berada di tribun. Ia, ternyata, dekat dengan saya.

Peluit panjang telah ditiup wasit. Hampir semua Bobotoh yang duduk di sekeliling saya beranjak dari kursinya masing-masing. Beberapa yang lain masih tinggal guna merayakan kebahagiaan akibat kemenangan Persib di pertandingan perdana grup A Piala Presiden 2015. Sisanya memilih mengabadikan momen tersebut dengan mengambil gambar sambil menunjukkan segala macam atribut Persib miliknya. Maklum, kompetisi sudah libur lama.

Sepanjang pertandingan, seperti biasa, belasan pedagang menawarkan aneka jajanan mulai dari tahu goreng, nasi bungkus, hingga kopi hangat. Hampir semuanya dikemas dalam wadah plastik dan kertas minyak.  Sayangnya, entah karena larut dalam sukacita atau terburu-buru pulang karena hari sudah malam, penghuni tribun meninggalkan banyak ‘jejak’ selepas pertandingan. Plastik bekas bungkus tahu goreng dan gelas-gelas minuman menghiasi lantai tribun setelah ditinggalkan pemiliknya begitu saja.

Ketika tribun sudah agak lengang, saya bersiap untuk turun. Seketika itu, sudut mata saya menangkap sesosok laki-laki paruh baya yang justru naik ke atas tribun saat yang lain berbondong-bondong turun. Kemejanya lusuh dan celananya pendek selutut. Topi berwarna gelap ia kenakan untuk melindungi matanya dari teriknya sinar matahari beberapa jam sebelumnya. Dengan membawa karung putih besar bak santa claus, matanya mulai mengamati sekeliling. Dengan teliti, pemulung itu mengumpulkan sampah-sampah yang ada di pijakan tribun, di atas kursi, maupun yang terselip di sela-sela kursi.

Stadion tak hanya menyoal arena pertandingan sepakbola: Pada Sebuah Tempat Bernama Stadion

Stereotipe orang paling kumuh dan kotor yang melekat pada pemulung, muncul akibat kesehariannya yang selalu berkutat dengan sampah dan barang bekas. Masyarakat pun sering memandang mereka dengan sebelah mata. Tak sedikit yang menganggap pemulung merupakan penyebab hilangnya barang-barang berharga di lingkungan tempat tinggal mereka. Tak segan, pengurus kampung kerap memasang rambu-rambu yang memperingatkan para pemulung mengambil jarak sejauh mungkin dari kampung mereka.

c1b6ad17_o

Sejatinya, pemulung memiliki peranan yang sangat penting. Mereka adalah pejuang garis depan dalam menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan. Dengan jerih payahnya, mereka mengumpulkan botol bekas, koran bekas, hingga besi-besi tua yang sudah tak terpakai. Barang-barang yang telah mereka kumpulkan akan disalurkan kepada pihak-pihak tertentu yang bertugas untuk melakukan proses pengolahan kembali. Ini menjadikan mereka sebagai mata rantai pertama dalam proses daur ulang.

Kehadiran pemulung di dalam stadion sebenarnya bukan sesuatu yang asing, mengingat sebagian stadion tanah air hingga saat ini masih belum menggunakan jasa petugas kebersihan. Toh tak ada yang salah dengan hadirnya pemulung usai jalannya pertandingan di stadion. Sampah di stadion berkurang, mereka pun bisa mendapatkan penghasilan.

Hal senada juga terjadi pada gelaran Piala Dunia 2014 di Brasil lalu. Panitia penyelenggara memutuskan untuk menggunakan jasa para catadores (istilah pemulung di Brasil) untuk menjaga kebersihan stadion. Keputusan ini diambil mengingat ada ribuan lebih warga Brasil yang berprofesi sebagai catadores di kehidupan sehari-harinya. Panitia penyelenggara melakukan seleksi untuk menghimpun 850 orang catadores yang akan disebar ke 12 arena yang digunakan selama turnamen berlangsung.

Stadion Maracana Brasil juga digunakan sebagai penginapan!

Agar bisa tetap hidup, stadion jangan hanya digunakan untuk olahraga


Kembali lagi pada bapak-bapak yang ada di tribun timur Stadion Jalak Harupat. Di tengah-tengah kelalaian kami soal menjaga kebersihan stadion, pak Catador itu mengerahkan tenaganya untuk mengumpulkan sampah-sampah yang telah kami lalaikan. Berusaha mencari pendapatan. Tanpa disadari, beliau turut menjaga kebersihan lingkungan stadion. Bagi saya, apa yang dilakukan oleh pak Catador itu jauh lebih gemilang dari apa yang dilakukan mereka yang memberikan tontonan di tengah lapangan.

Jika dianalogikan dengan peranan pemain sepakbola, catadores di stadion akan bermain dengan posisi yang sama dengan Hariono. Sebagai seorang gelandang bertahan, ia dituntut untuk memiliki kesabaran ekstra. Dengan kesabarannya tersebut, gelandang bertahan harus mampu membaca permainan lawan dengan cermat dan mengambil keputusan yang tepat. Menunggu, kemudian beraksi. Jika analisis permainan telah dilakukan dengan baik, niscaya seorang gelandang bertahan akan sangat membantu permainan tim. Stabilitas antara menyerang dan bertahan juga akan terpelihara dengan baik. Tanggung jawab yang diembannya tak kalah berat. Gelandang bertahan adalah pelindung yang kasat mata.  Mau tak mau ia diberi ruang gerak yang luas guna melapisi barisan pertahanan, baik di tengah maupun sektor sayap.

Saat bekerja, catadores stadion akan menunggu dengan sabar momen ditiupnya peluit panjang serta menunggu para suporter meninggalkan kursinya masing-masing. Menunggu dengan sabar barisan suporter yang padat itu melewati lorong tribun. Kemudian ia akan naik ke atas. Dengan pengamatan yang cermat, ia memperhatikan pijakan-pijakan tribun dan sela-sela kursi di sekelilingnya. Kemudian, satu persatu peninggalan penonton akan ia kumpulkan dan ia masukkan ke dalam karung yang ada di punggungnya. Menjaga keseimbangan permainan (baca: kebersihan stadion). Ia pun membuat kita seakan terbebas dari dosa-dosa yang kita lakukan, yaitu mencemari situs sakral yang bernama stadion sepakbola dengan sampah. Sosok pelindung yang kasat mata.

Saat melihat pak catador, sejenak saya melupakan 90 menit yang saya saksikan sebelumnya. Kerja kerasnya mengharuskan saya untuk mencabut predikat pemain terbaik dari Hariono. Bintang yang bersinar itu bukan berasal dari lapangan hijau. Bintang itu ada di dekat saya. Ia menjadi karib dengan sampah, agar kita tak perlu melihat sampah.

Tulisan ini dibuat sebagai tugas materi pengamatan langsung #PanditCamp Gelombang IV. Penulis dapat dihubungi lewat akun Twitter @Novandiet

Komentar