Bonek 1927: Menuju Perang Kota yang Sesungguhnya

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Bonek 1927: Menuju Perang Kota yang Sesungguhnya

Karya Bimo

Selama tiga hari, dari Jumat sampai Minggu (28-30 Agustus 2015), arek bonek 1927 telah melakukan apa yang disebut Fajar Junaidi sebagai "Merayakan Sepakbola". Sudah banyak berita, foto dan tulisan mengenai apa yang dilakukan arek bonek 1927 (AB 1927) selama tiga hari itu. Ada banyak gambaran antara sedih, haru, gembira, dongkol, semangat menyala, tak kenal menyerah, disengat matahari yang membakar kulit. Tentunya sangat banyak cerita yang bisa dikisahkan.

Surabaya dikenal banyak melahirkan dan menjadi tempat belajar para tokoh nasional, baik itu dari sayap kanan, kanan luar, sayap kiri, kiri luar, striker atau penyerang tengah, playmaker, gelandang bertahan bahkan sampai penjaga gawang republik ini. Jauh sebelum republik ini terbentuk, Surabaya telah menjadi kota atau tempat para tokoh tersebut belajar, bertukar pikiran dan melakukan pergerakan.

HOS Cokroaminoto menjadi nama besar yang sering dikatakan sebagai guru dari banyak tokoh pergerakan di Indonesia. Sebagai pemimpin organisasi modern Sarekat Islam, ia seringkali dijadikan guru untuk menimba ilmunya.

Bertempat di jalan kecil bernama Gang Paneleh VII, di tepi Sungai Kalimas, Surabaya, di sanalah rumah Tjokroaminoto berada. Rumah bernomor 29-31 itu menjadi tempat kos beberapa muridnya. Beberapa tokoh tersebut sampai saat ini masih menjadi tokoh inspiratif bagi kebanyakan, baik yang di kiri ataupun yang di kanan.

Coba perhatikan baik-baik murid HOS Cokroaminoto: Sukarno, Semaoen, Alimin, Kartosuwirdjo, bahkan di rumah beliau sering ada diskusi KH Ahmad Dahlan dan KH Mansyur tokoh yang dijadikan salah satu jalan di dekat Masjid Ampel.

Bahkan di era itu tokoh M Pamoedji (salah seorang pendiri Persibaja) dan mungkin juga Paijo merupakan tokoh yang sangat aktif dalam pergerakan baik kiri ataupun kanan. Tan Malaka pun sempat mampir di Surabaya.

Dengan nama-nama diatas yang sangat tersohor, tidak menjadi hal aneh jika AB 1927 secara tidak langsung sebenarnya juga bagian dari murid-murid mereka di level yang berikutnya.

Dalam tradisi kita, biasanya ilmu apapun akan ditularkan kepada anak-anaknya atau anak muda di generasinya untuk menjadi bekal pelajaran di generasi mendatang. Jadi tidak aneh jika pergerakan AB 1927 dari awal sampai saat ini diisi arek-arek dengan posisi yang berbeda-beda. Karena mereka terdiri dari berbagai macam murid dari guru yang berbeda.

Keberagaman yang saling menguatkan walaupun selalu diselingi diskusi yang panas dan rumit dalam memutuskan suatu aksi massa. Wajar karakter arek selalu meledak-ledak khas anak pantai yang udaranya menyengat.

Di generasi berikutnya tidak afdol kalau tidak menyebut tokoh seperti Bung Tomo, Ruslan Abdul Gani, hingga Seomarsono. Dua tokoh di atas sempat jadi cameo di film animasi "Battle of Surabaya" yang saat ini masih di putar dibeberapa bioskop.

Masa itu adalah saat arek-arek Surabaya sedang mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan. Yang membaca naskah proklamasi juga arek Surabaya dan murid HOS Cokroaminoto. Peristiwa 10 November 1945 tidak akan pernah dilupakan oleh warga kota ini.

Perang gerilya di dalam kota. Ya... Surabaya saat itu sudah menjadi kota pelabuhan besar dan banyak gedung-gedung megah. Maka perang kota adalah kunci.

Dari para tokoh ini AB 1927 diajari semangat dan aturan tak tertulis tentang perang kota dalam versi sesungguhnya yang dimodifikasi dengan saat ini untuk memaknai apa itu “perang kota”.

Sudah berjilid-jilid perang kota dilakukan oleh AB 1927. Dari serbuan kilat dan cepat, dengan pasukan yang begitu singkat dikumpulkan jelang tengah malam, untuk merespons aksi kekerasan preman di sebuah televisi; "perang kota" mengepung Kongres PSSI 2015 yang berakhir dengan kemenangan kecil berupa pembekuan PSSI oleh negara, dan berjilid-jilid "perang kota" lainnya.

">@imam_nahrawi https://twitter.com/zuhairimisrawi">@zuhairimisrawi begitu semangatnya kawan" bonek . https://twitter.com/hashtag/bubarkanPersebayaUnited?src=hash">#bubarkanPersebayaUnited

— Official bonek waru (@bonekwaru27) https://twitter.com/bonekwaru27/status/637873623831740416">August 30, 2015

Perlawanan akan terus berlangsung, mungkin saja nanti akan berganti strategi lain yang lebih tinggi. AB 1927 akan menaikkan level perlawanannya. Menduduki markas tim yang bernama Persebaya United dan mengusir penghuninya dari kota pahlawan ini.

Sebagaimana dulu, mengepung Hotel Yamato saja tidaklah cukup. Ada level pertempuran lebih besar dari sekadar kepung mengepung, entah itu Kongres PSSI atau kantor-kantor yang terkait (langsung atau tak langsung) dengan Mahaka.

Pertempuran "kecil-kecilan", yang mengatur ritme dan stamina, sudah sering dilakukan. Deep-lying playmaker kami berperan besar melakukannya. Ada saatnya irama dikencangkan, serangan digencarkan, tidak lagi sporadis, namun mungkin sudah akan memasuki fase habis-habisan. Seperti yang biasa dilakukan oleh kesebelasan mana pun yang posisinya ketinggalan dan bermain di kandang sendiri: sudah pasti mendekati menit akhir serangan akan dilakukan dengan segala cara, dari semua sisi, memaksimalkan setiap menit dan detik yang tersisa.

Bonek memiliki darah pejuang dan gerilyawan. Tak kan ada kata lelah dan menyerah. Bendera telah dikibarkan dan tidak akan pernah diturunkan. Sayap kiri, sayap kanan, striker, playmaker, gelandang serang, bek kiri kanan dan kiper telah siap untuk untuk menyerang dengan formasi 4–3–3.

Ijinkan saya mengutip twit dari @zenrs:

">August 17, 2015

Inilah darah bonek darah gerilyawan, yang diam mempesona bergerak menggairahkan.

Penulis bisa dihubungi melalui blog esdeganijo

Komentar