Apakah Daley Blind Layak Menjadi Bek Tengah?

Panditcamp

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Apakah Daley Blind Layak Menjadi Bek Tengah?

Karya Ajie R.

Beberapa hari menjelang pertandingan leg 2 play-off Liga Champions UEFA menghadapi Club Brugge KV (27/08/2015), Louis Van Gaal mengeluarkan komentar yang cukup menarik dalam konferensi pers nya. Seperti yang dikutip dari wawancara dengan Daily Mirror, LVG yang saat itu ditemani oleh Marouane Fellaini mengatakan bahwa Manchester United sangat baik saat bermain tanpa bola, tapi masih sangat kurang saat memegang bola.

Dari ucapannya tersebut, pelatih yang pernah memberikan gelar pertama sepanjang sejarah saat menukangi AZ Alkmaar ini sepertinya masih merasa tidak puas dengan performa anak asuhnya.

Dari komentar di atas, saya sangat setuju dengan apa yang diutarakan Van Gaal. Pelatih berusia 64 tahun tersebut nampaknya mengakui bahwa sejauh ini hanya lini pertahanannya saja yang bermain sangat baik dari lima pertandingan awal (hanya kebobolan sekali) ketimbang lini depan yang baru mencetak dua gol di kompetisi Liga Primer Inggris.

Akan tetapi, benarkah lini pertahanan United sudah bermain sebaik apa yang dikatakan Van Gaal?

Sabtu pekan lalu (22/08/2015), Manchester United bermain sangat dominan ketika melawan Newcastle United di Old Trafford. Penguasaan bola sebanyak 69% berbanding 31% menjadi bukti dominasi Setan Merah terhadap kesebalasan asuhan Steve McClaren tersebut.

Namun, dominasi tersebut menjadi semu ketika skor akhir berakhir dengan imbang tanpa gol. Permainan United yang selalu memulai serangan dari lini belakang selalu mentah di hadapan Fabricio Coloccini, Steven Taylor, bahkan Tim Krul.

Setelah pertandingan tersebut, banyak yang menyangsikan kemampuan lini serang United yang diisi oleh Wayne Rooney sebelum akhirnya Javier Hernández masuk menggantikan Adnan Januzaj.

Kemampuan pemain yang berjuluk Wazza di depan gawang seolah menghilang karena terlalu sering dimainkan sebagai pemain tengah pada musim-musim sebelumnya. Ketika menghadapi Aston Villa misalnya, Rooney hanya 44 kali menyentuh bola tanpa satupun di dalam kotak penalti The Villans.

Suara-suara permintaan transfer pun dikeluarkan oleh para pendukung setia Setan Merah. Dari nama medioker macam Sadio Mané hingga nama besar (yang menurut saya agak tidak mungkin untuk terjadi) macam Neymar pun menyeruak ke pemberitaan.

Akan tetapi, banyak pendukung United yang juga beranggapan bahwa Rooney sebenarnya hanya butuh waktu yang tepat untuk mengembalikan ketajaman, dan benar saja, Rooney membuktikannya dengan mencetak hattrick ke gawang Brugge di pertandingan play-off kemarin (27/08/2015).

Mereka yang beranggapan seperti itu lebih menginginkan Ed Woodward, selaku CEO United, lebih berfokus untuk mencari bek tengah ketimbang seorang pemain depan. Anggapan tersebut sebenarnya tidak salah karena kesebelasan pemilik 20 gelar juara liga tersebut sudah dua kali diberikan harapan palsu oleh Sergio Ramos dan Nicolás Otamendi yang isunya akan merapat ke Old Trafford.

Ketika berhadapan dengan Newcastle United, kesebelasan berjulukan The Magpies tersebut hanya mampu membuat enam kali serangan. Tapi, empat dari 6 serangan tersebut mengarah melewati daerah yang dikuasai oleh Daley Blind.

Peluang emas yang didapat oleh Aleksandar Mitrovi? di babak pertama berasal dari kelalaian Blind dalam menjaga penyerang Serbia tersebut. Peluang emas lain yang dimiliki Newcastle di menit terakhir juga dikarenakan Blind yang terlihat kelabakan ketika menghadapi kecepatan trio Georginio Wijnaldum, Florian Thauvin, dan Papiss Cissé.

Pada awal kedatangannya ke Old Trafford dari Ajax Amsterdam, anak dari mantan pemain Ajax, Danny Blind, ini disebut sebagai pembelian yang cukup jitu bagi United. Blind dianggap merupakan pemain yang bisa bermain di berbagai posisi atau yang biasa disebut versatile player.

Seperti yang dikutip dari laman resmi Manchester United, Van Gaal mengatakan bahwa: "Dia [Blind] sangat cerdas dan pesepakbola serba bisa yang bisa bermain di berbagai posisi. Daley adalah seorang pembaca permainan, ia pernah bermain di bawah filosofi saya dalam beberapa tahun terakhir dan ia akan menjadi pemain yang hebat untuk kesebelasan ini."

Kutipan di atas berarti bahwa mantan pelatih kesebelasan negara Belanda tersebut menyukai karakter permainan Blind yang bisa bermain di berbagai posisi. Van Gaal juga mengutarakan bahwa Blind adalah pemain yang cocok untuk bermain di bawah filosofi permainannya yang menekankan penguasaan bola.

Apa yang diucapkan Van Gaal memang bukan sekadar omong kosong. Di awal musim 2014/15 Blind bermain di hampir posisi yang bisa dimainkan oleh dirinya. Debut pertamanya di Old Trafford, Blind dimainkan sebagai gelandang tengah dalam formasi 4-3-1-2 United saat menjamu Queens Park Rangers.

Di pertengahan musim, Van Gaal memainkan Blind di posisi bek tengah sebelum di beberapa pertandingan pengujung musim Blind ditempatkan di pos bek kiri menggantikan peran Luke Shaw yang mengalami cidera.

Perbandingan beberapa statistik Daley Blind, Chris Smalling, Marcos Rojo, Phil Jones, Jonny Evans, Paddy McNair, Aymeric Laporte, dan John Stones sepanjang musim lalu (sumber: Squawka)
Perbandingan beberapa statistik Daley Blind, Chris Smalling, Marcos Rojo, Phil Jones, Jonny Evans, Paddy McNair, Aymeric Laporte, dan John Stones sepanjang musim lalu (sumber: Squawka)

Dari statistik di atas, saya mencoba membandingkan para pemain belakang yang dimiliki United dengan pemain belakang yang sempat dikait-kaitkan dengan kubu Setan Merah seperti Aymeric Laporte (Atlético Madrid) dan John Stones (Everton).

Laporte masih berusia 21 tahun, pemain Perancis ini disebut-sebut sebagai bek tengah berkaki kiri terbaik saat ini. Apabila dibandingkan dengan Blind, Laporte memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh Blind.

Menurut Squawka, jumlah penampilan yang dimiliki Blind memang lebih sedikit 8 laga ketimbang Laporte. Akan tetapi, ketika melihat persentase duel udara, Blind terbilang sangat jauh jika dibandingkan dengan Laporte. Selisih 59% berbanding 41% menandakan bahwa Blind selalu tertinggal apabila berduel bola-bola atas. Hal ini bisa jadi dikarenakan tinggi badan Laporte (1,89 meter) yang cenderung lebih tinggi sembilan centimeter ketimbang Daley Blind (1,80 meter).

Tetapi ketika membahas tentang kemampuan membuat kesempatan, Blind unggul jauh dibandingkan Laporte dengan 17 berbanding 6.

Kemudian, jika kita bandingkan Blind dengan John Stones, Blind punya kekurangan dari segi akurasi dalam operan. Stones memiliki akurasi operan sebesar 90% di musim lalu, sedangkan Blind, dan juga Laporte, memiliki 88% dan 80%.

Selain itu, Stones adalah pemain belakang yang bertipikal ball-playing defender atau pemain yang suka berlama-lama dengan bola. Kelebihan inilah yang tidak dimiliki Van Gaal di dalam timnya. Pelatih yang membawa Ajax juara Liga Champions 1995 ini hanya memiliki seorang Tyler Blackett di dalam skuatnya. Namun, penampilan Blackett yang terkesan angin-anginan membuat Van Gaal sangat berhati-hati dalam memainkan pemain lulusan akademi United itu.

Sebenarnya Blind memiliki keunggulan dalam segi memenangi tekel. Jumlah 43 tekelnya lebih baik dibandingkan seluruh pemain belakang United. Data ini sebenarnya menunjukkan bahwa meskipun musim lalu Blind lebih banyak dimainkan di lini tengah United, kemampuan menjaga pertahanan yang dimiliki Blind sangat baik.

Hal ini ditambah dengan kemampuan Blind yang mampu membaca permainan dengan baik dengan bukti 81 intersep, paling tinggi dibandingkan semua pemain belakang Manchester United.

Perbandingan beberapa statistik Daley Blind, Chris Smalling, Marcos Rojo, Phil Jones, Jonny Evans, Paddy McNair, Aymeric Laporte, dan John Stones sepanjang musim lalu (sumber: Squawka)
Perbandingan beberapa statistik Daley Blind, Chris Smalling, Marcos Rojo, Phil Jones, Jonny Evans, Paddy McNair, Aymeric Laporte, dan John Stones sepanjang musim lalu (sumber: Squawka)

Namun, kemampuan Blind dalam melakukan tekel dan intersep tidak lebih baik dibandingkan dengan Laporte. Laporte hanya kalah dari Blind dalam segi membuang bola. Jumlah 155 berbanding 69 mejadi bukti bahwa Blind lebih tenang apabila timnya dalam kondisi sedang diserang.

Satu lagi keunggulan Blind adalah kemampuannya dalam membuka serangan. Total 17 peluang dibuat oleh Blind sendiri. Meskipun begitu, total 17 peluang tersebut mayoritas dihasilkan ketika Blind dimainkan sebagai pemain tengah. Seperti saat menghadapai QPR dan West Ham United musim lalu.

Jika dibandingkan dengan Chris Smalling, terlihat bahwa Blind tidak memiliki perbedaan yang cukup jauh jika dibandingkan dengan rekan setimnya. Blind memang memiliki kelemahan dari segi duel udara jika dibandingkan dengan Smalling, tetapi kekurangannya itu bisa ditutupi dengan keunggulannya dalam memulai serangan.

Perlu diketahui juga bahwa Blind baru bermain selama dua musim untuk United, sedangkan Smalling sudah bermain sejak 2010 silam. Dengan kata lain, jangka waktu bermain yang cukup lama mempengaruhi perkembangan permainan yang dimiliki Smalling sekarang ini.

Blind pun juga sebenarnya tidak memiliki kemampuan duel udara yang lebih baik ketimbang rekannya yang sekarang ini kesulitan mendapatkan tempat inti, yaitu Phil Jones dan Johny Evans. Akan tetapi LVG sepertinya menyukai kemampuan Blind dalam membuat peluang dan membangun serangan dari belakang hingga akhirnya Blind lah yang diplot untuk berduet bersama Smalling ketika Marcos Rojo cedera.

Jika berkaca dari penampilan United saat melawan Tottenham Hotspurs di pekan pertama, terlihat bahwa Spurs selalu menyerang melalui bola-bola panjang yang beberapa kali membuat Blind begitu panik, salah satunya bisa disimak melalui gambar paling atas di tulisan ini (Blind sedang kalah duel melawan Harry Kane).

Hal ini berarti bahwa United, ataupun Blind khususnya, tidak bisa terlalu bergantung kepada Morgan Schneiderlin, Michael Carrick, ataupun Bastian Schweinsteiger, yang dua di antara mereka selalu bermain sebagai double pivot di depan empat bek United.

Carrick dan Schweinsteiger sangat rentan dengan cedera. Begitu juga Schneiderlin yang bisa saja bermain buruk tentunya akan sangat mempengaruhi dari cara bermain United.

Namun, hal ini sebenarnya bisa dicarikan solusinya oleh LVG dengan cara mengubah formasi menjadi 4-3-3 dengan Blind ditempatkan sebagai satu-satunya gelandang bertahan. Akan tetapi, cara tersebut bisa saja menjadi bumerang jika United menghadapi lawan yang memiliki gaya permainan yang sangat agresif layaknya Chelsea, Arsenal, ataupun Manchester City.

Kesimpulan yang bisa diambil dari tulisan ini adalah Blind sebenarnya memiliki kelayakan untuk menemani Smalling di pos pertahanan United. Hal ini dikarenakan kemampuan Blind yang lebih baik dalam hal membangun serangan dari belakang, salah satu filosofi andalan Louis van Gaal.

Selain itu, Van Gaal sepertinya akan selalu memainkan Luke Shaw di pos bek kiri karena sejauh ini penampilan eks pemain Southampton tersebut bermain cukup baik. Begitu juga yang terjadi di lini tengah. Dengan hadirnya Schweinsteiger, Schneiderlin, dan Carrick, otomatis Van Gaal sudah memiliki gelandang bertahan yang mumpuni.

Blind harus meningkatkan beberapa aspek yang menurutnya dianggap kurang seperti kemampuannya memenangi duel udara dan meminimalisir kesalahan individu. Blind juga dituntut untuk menghapus stigma bahwa Blind adalah blindspot pertahanan United yang sewaktu-waktu bisa meledak dalam bentuk blunder-blunder fatal.

Ataupun jika Van Gaal memilih opsi untuk membeli pemain belakang yang baru, sebaiknya LVG ia bisa memilih diantara Laporte (berkaki kidal) ataupun Stones (berkaki alami kanan). Namun, jika CEO Ed Woodward tidak melakukan pembelian menjelang akhir tenggat transfer musim panas ini, siap-siap saja kita akan sering-sering melihat Blackett bermain untuk menemani Smalling di lini belakang andai kata Rojo atau Shaw yang bermain di pos bek kiri mengalami cedera.

Penulis adalah peserta kelas menulis di #PanditCamp gelombang ketiga. Akun twitter: https://twitter.com/ajielito
">@ajielito.

Komentar