Mencoba Adil dalam Memahami Keinginan Sterling

Berita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Mencoba Adil dalam Memahami Keinginan Sterling

Kepindahan Raheem Sterling ke Manchester City sudah terjadi  sejak beberapa pekan lalu. Tapi tampaknya, pendukung Liverpool akan semakin marah dan/atau kecewa setelah mendengar komentar terbaru pemuda berusia 20 tahun tersebut atas kepindahannya ke Manchester City ini:

“Keputusan yang sangat mudah ketika saya mengetahui hal tersebut [ketertarikan City],” ujar Sterling seperti yang ditulis Skysports pada Kamis (6/8) lalu. “Dengan pemain yang ada di sini, ini akan menjadi tempat yang menarik. Saya senang dengan keputusan yang saya buat.”

Secara tersirat, pernyataan Sterling tersebut memiliki setidaknya dua arti. Pertama, ia tak berat hati hijrah dari Liverpool ke City. Kedua, secara tidak langsung ia mengatakan pemain-pemain di City lebih baik dibanding pemain-pemain yang dimiliki Liverpool.

Tampaknya tak sedikit pendukung Liverpool yang akan kecewa atau mungkin marah dengan pernyataan tersebut. Bagaimanapun, komentar Sterling agaknya merendahkan Liverpool. Dan kini, bukan tak mungkin ia akan menjadi salah satu musuh publik Anfield atas pernyataannya tersebut.

Tapi menurut saya pribadi, apa yang dikatakan Sterling dan kepindahannya ke Manchester City merupakan sesuatu yang wajar dan patut dimaklumi. Terlepas dari pemain Inggris yang seperti junkfood dan Sterling yang mata duitan, memiliki karir yang lebih baik adalah suatu hal yang wajar dicita-citakan oleh setiap pemain, apalagi pemain muda dengan talenta seperti Sterling.

Soal rakusnya Sterling, sebenarnya pemain yang berposisi sebagai winger ini pernah mengatakan bahwa uang bukanlah segalanya. Jauh sebelum musim 2014/2015 berakhir, yang ada dalam benak Sterling adalah bagaimana menjadi seorang pemain yang lebih baik lagi dan berkembang secara kemampuan. Bahkan ia menolak jika dianggap mata duitan karena menolak perpanjang kontrak dengan gaji 100 ribu poundsterling per minggu (saat itu Sterling digaji 35 ribu pounds per minggu).

“Sejak saya pindah dari QPR, saya tak pernah bermimpi mendapatkan tawaran sebesar ini ada di hadapan saya,” ujar Sterling saat diwawancarai BBC awal April lalu. “Ini semua bukan tentang uang. Saya tidak mau dituduh sebagai pemuda berumur 20 tahun yang mencuri uang.”

Pada BBC, Sterling bercerita bahwa sebenarnya ia bisa saja menerima gaji lebih rendah dari yang ia tolak dari perpanjangan kontrak Liverpool. Namun yang menjadi pertimbangan lain adalah tentang  perkembangan karirnya bersama Liverpool itu sendiri.

“Saya hanya ingin fokus dengan sepakbola. Saya bisa saja menandatangani kontrak itu tanpa basa-basi, bahkan jauh lebih rendah dari yang dipublikasikan,” papar pemain timnas Inggris itu. “Tapi saya pikir ini bukan waktu yang tepat. Saya masih ingin berpikir tentang apa pencapaian yang sudah saya raih sejauh ini, ke mana saya harus pergi, dan apa yang saya harus lakukan untuk menjadi lebih baik sebagai pemain."

Saat itu Sterling bimbang. Liverpool tak memberikan apa yang diharapkan setiap pemain dengan talenta luar biasa seperti Sterling, yaitu prestasi, sejak ia hijrah dari Queen Park Rangers pada 2011. Sementara di luar sana, kesebelasan-kesebelasan sarat prestasi seperti Real Madrid, Bayern Munich serta Manchester City yang belakangan menjadi pesaing tetap juara Liga Primer Inggris, dikabarkan tertarik menggaetnya.

Sterling memberi kesempatan bagi Liverpool hingga akhir musim 2014/2015. Sebelum ia memutuskan untuk memperpanjang kontraknya dnegan Liverpool atau pergi ke kesebelasan lain, ia ingin melihat sejauh mana Liverpool bisa mewujudkan apa yang ia inginkan: trofi juara.

“Saya ingin meraih sesuatu pada akhir musim nanti. Dan menjuarai Piala FA adalah kesempatan yang besar.” Namun Liverpool ternyata harus kalah di semi-final saat menghadapi Aston Villa. Inilah yang menjadi titik di mana Sterling merasa Liverpool bukan tempatnya untuk meraih kejayaan.

Selain Liverpool yang gagal berprestasi pun Sterling memiliki kekecewaan lain. Khususnya soal keinginannya untuk bermain dengan pemain kelas dunia. Dan saat Steven Gerrard dipastikan tak lagi membela Liverpool mulai musim ini, maka tak ada lagi pemain kelas dunia yang ada di Liverpool.

“Setiap pemain sangat ingin bekerja dengan pemain kelas dunia baik di dalam atau pun di luar lapangan,” ujar Sterling saat ditanyai kepindahan Luis Suarez dan Gerrard dari Liverpool. “Dan hal tersebut sejujurnya meninggalkan sedikit kerusakan [dalam tim] setelah dua pemain kelas dunia pergi.”

Dengan alasan-alasan di atas, maka Manchester City menjadi pilihan yang logis bagi hasrat Sterling. Tak seperti Liverpool yang dalam lima tahun terakhir hanya sekali runner-up liga dan meraih satu gelar juara League Cup, City selalu berada di tiga teratas EPL dengan dua kali menjadi juara. Belum lagi tambahan masing-masing satu trofi dari League Cup, Piala FA, dan Community Shield.

Sementara dalam skuat City, terdapat Sergio Aguero yang rasanya masuk dalam kategori pemain kelas dunia seperti yang diidamkan Sterling. Belum lagi dengan gelontoran dana yang dimiliki City bisa mendatangkan pemain kelas dunia lainnya. Sesuatu yang rasanya memang tak dilakukan Liverpool beberapa musim belakangan.

Sebagai contoh ini, Liverpool lebih memilih memiliki banyak penyerang ketimbang mendatangkan penyerang berkualitas dengan level seperti Luis Suarez padahal memiliki anggaran belanja yang cukup besar tiap musimnya. Termasuk musim ini.

Sterling bukan tak menghargai Liverpool, kesebelasan yang membesarkan namanya. Tapi Sterling kecewa pada Liverpool, yang dalam beberapa musim terakhir tak menunjukkan peningkatan atau menunjukkan bahwa mereka adalah salah satu kesebelasan terbaik di Inggris. Hal itu dapat terlihat dari prestasi, juga perginya Suarez dan Gerrard.

Sterling sebelumnya mungkin memiliki ekspektasi tinggi saat memilih hijrah ke Liverpool. Liverpool, bagaimanapun merupakan salah satu kesebelasan yang termasuk Top Four di Liga Primer Inggris. Tapi yang terjadi sekarang, Liverpool kerap mengakhiri musim di luar empat besar dalam lima musim terakhir. Ketika ekspektasi tak sesuai kenyataan memang cukup mengecewakan.

Seperti yang pernah dikatakan Lionel Messi tentang rahasianya menjadi pemain terbaik dunia pada sebuah wawancara di Thailand 2013 lalu, "Kita harus berjuang untuk meraih apa yang kita impikan. Dan kamu perlu berkorban dan bekerja keras untuk untuk mewujudkannya."

Oleh karena itu, patutnya kita mewajarkan apa yang menjadi alasan di balik kepindahan Sterling ke Manchester City. Kita bisa menyebut Sterling sebagai pemain yang tak tahu diri atau seolah lebih besar dari Liverpool. Tapi bisa jadi hal itu menjadi pengorbanan yang dilakukan Sterling untuk mewujudkan mimpinya seperti yang dikatakan Messi.

Dan lagi pula, tak ada yang salah dengan seseorang yang berusaha semaksimal mungkin untuk menggapai mimpinya, berusaha meraih apa yang diinginkannya, serta berusaha sebisanya mendapatkan apa yang menjadi cita-citanya.

Komentar