Monopoli International Champions Cup

Cerita

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Monopoli International Champions Cup

Dalam tiga musim terakhir sejumlah kesebelasan besar absen dalam mengadakan pertandingan pra-musim di Asia. Pada musim ini, Manchester United praktis tak menyambangi Asia karena berpartisipasi dalam International Champions Cup (ICC) yang dihelat untuk ketiga kalinya. Musim lalu pun demikian, di mana United menghabiskan waktu pra-musimnya di Amerika Serikat.

Sejumlah kesebelasan lain pun demikian. Inter Milan, AC Milan, dan Real Madrid memang bermain di Tiongkok, tapi itu pun masih dalam gelaran yang sama: ICC.

ICC jilid pertama memang baru digelar pada 2013 silam. Namun, kian tahun, jumlah kesebelasan yang berpartisipasi kian bertambah. Bahkan, tahun ini ICC digelar di tujuh negara dengan tambahan Kanada, Meksiko, Italia, dan Inggris, serta Tiongkok dan Australia.

Kehadiran ICC tentu membuat gusar promotor-promotor lokal yang biasa mendatangkan kesebelasan besar. Bagi negara di Asia dengan jumlah penggemar sepakbola Eropa yang besar, kedatangan kesebelasan besar bukan cuma soal untung dan rugi, tapi juga soal diakuinya negara tersebut sebagai pemilik basis massa yang berpengaruh.

Dengan sistem yang seperti ini, kesebelasan besar bisa saja lebih memercayai RSE Venture sebagai promotor ICC ketimbang promotor lokal. Pelebaran sayap ICC ke Asia dan Australia bukan tidak mungkin memonopoli pertandingan pra-musim kesebelasan-kesebelasan besar, karena hal ini tentu menguntungkan baik bagi manajemen maupun tim pelatih.

Merentangkan Sayap

Amerika Serikat dan Australia menjadi tempat yang tepat bagi perluasan pasar kesebelasan top Eropa. Amerika Serikat yang katanya tidak peduli-peduli amat terhadap soccer, nyatanya mampu menghadirkan 100 ribu penonton dalam pertandingan Manchester United menghadapi Real Madrid pada musim lalu. Jumlah ini tentu bisa lebih banyak andai kapasitas stadion yang memadai.

Tiga negara utama yang dipilih untuk menyelenggarakan ICC uniknya merupakan tempat pelabuhan para pemain berusia senja. Para pemain bernama besar kerap memilih menutup karirnya dengan bermain di MLS, Liga Tiongkok, maupun A-League.

Kian ramainya pasar sepakbola di tiga negara tersebut menjadikannya sebagai pasar empuk bagi kesebelasan top Eropa. Mereka bisa membuka basis massa baru dengan harapan mendapatkan keuntungan lain pada sektor bisnis.


Foto: belfastelegraph.co.uk

Menjadi Lebih Kompetitif

Pertandingan uji coba umumnya dilakukan untuk mencoba pemain baru dan bagian dari pemanasan jelang kompetisi dimulai. Pertandingan uji coba menjadi penting karena secara tidak langsung menjadi barometer kesiapan kesebelasan untuk memulai musim yang baru.

Pertandingan uji coba dalam beberapa tahun terakhir berubah menjadi praktik bisnis kesebelasan. Mereka menyasar sejumlah negara di Asia sebagai bagian dari perluasan bisnis.

Tentu saja, tur Asia memiliki sejumlah kelemahan. Total waktu perjalanan dari London ke Jakarta ditempuh dalam waktu hampir 17 jam perjalanan dengan menggunakan Singapore Airlines, itu pun dengan transit di Singapura.

Jarak yang jauh menyita waktu dan tenaga. Selain itu, lawan yang dihadapi pun umumnya tak sebanding. Mereka biasanya menghadapi kumpulan para pemain di liga, maupun para pemain timnas. Hasilnya sudah bisa ditebak. Sejumlah kesebelasan mampu menekuk lawan-lawannya dengan skor besar (kecuali Liverpool yang ditahan imbang Malaysia XI 1-1 pada 24 Juni 2015, dan Manchester United di tangan David Moyes).

Tur Asia nyatanya tak memberikan dampak besar bagi peningkatan teknik kesebelasan. Satu-satunya keuntungan bagi tim pelatih hanyalah bisa menyaksikan pemain-pemain yang jarang bertanding untuk mengeluarkan kemampuannya. Pasalnya, tim pelatih pun sadar kalau lawan yang dihadapi levelnya lebih rendah.

Dalam kasus tur AS Roma ke Indonesia, tim pelatih bahkan diuntungkan dengan sistem pertandingan di mana para pemain melakukannya seperti dalam game internal.

Bagaimana dengan ICC? Ya, Manchester United tak perlu berpayah-payah menurunkan skuat kedua untuk menghadapi Malaysia Selection, misalnya, karena lawan yang mereka hadapi adalah juara Liga Champions musim lalu, Barcelona.

Kehadiran ICC secara tidak langsung membuat tim pelatih maupun manajemen kesebelasan senang. Mereka bisa tetap melebarkan sayap khususnya ke Amerika Serikat tanpa menurunkan kualitas pertandingan. Jika dalam tur Asia kesebelasan besar akan menghadapi tim campuran macam “Indonesia Selection”, turnamen ICC menghadirkan kesebelasan besar lainnya untuk ditandingkan.

Pertandingan ICC menjadi menarik karena kesebelasan yang bertanding umumnya hanya bisa kita jumpai pada babak knock out Liga Champions. Pertandingan macam Chelsea menghadapi PSG tentu tidak bisa disaksikan setiap pekan, setiap musim. Pun dengan pertandingan macam Manchester United menghadapi Real Madrid yang mencatatkan rekor pada jumlah penonton di Amerika Serikat.

foto: thebiglead.com

Komentar