Obsesi Politik yang Merasuki Sepakbola Chechnya

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Obsesi Politik yang Merasuki Sepakbola Chechnya

Di pusat kota Grozny, ibukota Republik Chechnya, terdapat mesjid bernama Akhmad Kadyrov. Tempat ibadah muslim termegah di Chechnya itu dinamai Akhmad Kadyrov, presiden pertama Chechnya, ayah Ramzan Kadyrov, Presiden Chechnya sekarang. Akhmad Kadrov bukan hanya presiden pertama, atau sekadar tokoh politik, tapi juga tokoh spiritual orang-orang Chechen, kelompok etnis Kauskasia di Eropa Timur, yang banyak terbunuh pada dua jilid Perang Chechnya pada awal dekade 1990an.

Masjid yang dijuluki "The Heart of Chechnya tersebut diyakini sebagai simbol kebangkitan rakyat Chechnya atas dua kali perang melawan Rusia pasca bubarnya Uni Soviet.

Pada Desember 1991 Uni Soviet mengalami perpecahan sehingga terbagi menjadi berbagai negera, tapi cuma Rusia menjadi pewaris tahta terbesar. Walau begitu tetap saja warisan militer milik Rusia tidak sekuat Uni Soviet karena terpaksa terbagi-bagi dengan setiap negara yang sudah berdiri sendiri.

Sekelompok militan Chechen kemudian menggelar perlawanan menuntut kemerdekaan Chechnya dari Rusia. Keinginan merdeka itu tentu tidak digubris Rusia sehingga kaum militan semakin gigih melawan. Salah satu kelompok militan Chechnya di bawah pimpinan Jenderal Dzhikhar Dudayev menyerang kantor partai komunis di Chechnya.

Ini memicu dimulainya Perang Chechnya jilid I. Rusia pun mengirim pasukan militer untuk membasmi pasukan Dudayev. Kaum militan merespons hal itu dengan mendeklarasikan kemerdekaan Chechnya dengan nama Republik Chechnya Ichkeria dipimpin Dudayev sebagai presidennya. Ya, ini kemerdekaan de facto, dan belum diakui dunia internasional.

Sebetulnya konflik Chechnya dengan Rusia sudah muncul pada abad ke-19 ketika orang-orang muslim Chechen menolak invasi Rusia. Namun Imam Shamil, pemimpin Chechnya saat itu, dibunuh sehingga kendali perlawanan pun menjadi melemah dan Chechnya dengan mudah bisa diambil alih.

Pada masa Sovyet dipimpin Josef Stalin pada 1944, ratusan ribu warga Chechnya diusir dan sebagian dibuang ke Asia Tengah dan Siberia. Barulah pada 1950-an mereka kembali ke tanah asal mereka setelah hampir 100 ribu meninggal selama evakuasi masal.

Klaim kemerdekaan Chechnya oleh Dudayev, dkk., inilah yang memicu pertempuran panjang, bertahun-tahun. Kadyrov sendiri, pada Perang Chechnya jilid I ini, berperan sebagai ulama dengan kharisma spiritual yang sangat besar. Ia memberikan elemen spiritual kepada perjuangan para militer Chechen ketika itu. Salah satu ucapannya yang menggetarkan dan legendaris adalah: "(Orang) Rusia berkali lipat lebih banyak dari orang Chechen, sehingga setiap Chechen harus membunuh setidaknya 150 orang Rusia."

Pada 1999, dimulailah Perang Chechnya jilid II yang diawali serangan kelompok militan mujahidin ke kota Dagesten. Rusia kembali mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Agustus dan September 1999, Rusia melancarkan serangan udara besar-besaran di Chechnya. Sekitar 100.000 orang Chechen mengungsi. Setelah itulah baru dimulai serangan darat yang panjang, berupa pertempuran di pegunungan dan perang kota. Pertempuran paling seru terjadi di kota Grozny.

Selama Perang Chechnya jilid II ini, Kadyrov berubah haluan. Dipicu oleh rasa frustasinya terhadap penderitaan orang-orang Chechen, dan kecemasannya terhadap makin kuatnya pengaruh para mujahidin dari Timur Tengah yang membawa ideologi Wahabi, Kadyrov memutuskan untuk membelot ke Rusia. Ia menawarkan diri untuk membantu proses perdamaian agar peperangan segera berakhir.

Pada Mei 2000, Rusia praktis sudah bisa kembali menguasai Chechnya, walau pun perlawanan gerilya dari militan Chechnya dan pasukan mujahidin masih akan berlangsung panjang. Juni 2000, Kadyrov ditunjuk oleh Rusia sebagai pejabat sementara Chechnya. Ia berhasil memaksa Rusia untuk memberi amnesti kepada gerilyawan dan pemberontak Chechnya asal mau bergabung menjadi polisi resmi Chechnya. Pada Oktober 2003, ia resmi terpilih dalam Pemilu pertama Chechnya sebagai presiden.

Sejak itu, Chechnya menjadi negara bagian dari Federasi Rusia. Chechnya tidak pernah merdeka sepenuhnya. Itulah yang membuat Kadyrov, bagi kalangan militan, tak ubahnya seorang pengkhianat. Berbagai upaya pembunuhan pun dilakukan untuk menghabisi Kadyrov. Pada 9 Mei 2004, dalam parade kemenangan Rusia dalam perang Chechnya jilid II di stadion sepakbola Dinamo, Kadyrov terbunuh dalam sebuah serangan bom. 30 orang lainnya tewas bersama Kadyriv, termasuk dua pengawal pribadi Kadyrov, Ketua Dewan Nasional Chechnya, seorang wartawan Reuter.

Nasib Chechnya hampir mirip dengan Kosovo yang tidak diakui FIFA. Di Irak kondisinya lebih sulit karena sekedar bermain sepakbola di sana pun berbahaya. Tetapi karena konflik siapa tahu perkembangan sepakbola mudanya bisa sesukses Serbia.



Ya, masih banyak kelompok militan yang masih menginginkan republik tersebut terlepas sepenuhnya dari Rusia. Beberapa gesekan masih sering terjadi antara militan Chechnya dengan pihak militer Rusia walau tidak terlalu signifikan seperti dekade 1990-an.

Berbagai cara dilakukan agar perang bisa diredam. Salah satunya dilakukan oleh Ramzan, putra Kadyrov, melalui sepakbola. Untuk menurunkan tensi ketegangan adalah menyuguhkan sepakbola kepada rakyatnya. Ramzan optimis jika kemuliaan sepakbola akan membantu masyarakat Chechnya melupakan perang berdarah.

Demi upayanya meredam tendensi kekerasan di wilayah Chechnya, Ramzan sempat menggelar pertandingan sepakbola persahabatan melawan mantan superstar Brasil yang diperkuat Romario, Carlos Dunga, Bebeto dan Cafu di Stadion Akhmat Arena. Kadyrov sendiri ikut bermain memperkuat tim Chechnya.

Bahkan maestro lini tengah Belanda, Ruud Gullit, sempat didatangkan untuk melatih Terek Grozny FC. "Saya percaya bahwa saya dapat membawa sukacita ke dalam kehidupan orang-orang Chechnya melalui sepakbola," ujar Ruud Gullit, kala itu.

Kendati demikian, kontroversi tetap tidak lepas dari pertandingan eksebisi tersebut. Dunga dkk., mengaku tidak dibayar atas kedatangan serta keterlibatannya dalam pertandingan tersebut karena sebagai bentuk balas budi pertolongan banjir di Brasil dari Chechnya. Akan tetapi tersiar kabar dari media Brasil jika mereka sebenarnya mendapatkan uang masing-masing 350 ribu dollar.

Selain itu seorang Blogger bernama James Brooke menceritakan situasi sebelum pertandingan antara Chechnya versus mantan superstar Brasil tersebut. Para penonton dari Chechnya yang hadir menonton mendengarkan lagu kebangsaan Brasil dengan hikmat sebagai bentuk penghormatan.

Akan tetapi situasi berbeda ketika lagu kebangsaan Rusia diputar, mereka justru acuh tak acuh bahkan situasi stadion menjadi gaduh riuh karena lebih memilih ngobrol. Lagu kebangsaan Rusia diputar karena Chechnya memang masih menjadi bagian dari negara Rusia. Suasana lebih gaduh lagi ketika giliran lagu kebangsaan Chechnya diputar sebelum pertandingan. Tapi keramaian tersebut bukan karena cueknya para penonton, namun mereka justru ikut bernyanyi melatunkan lagu kebangsaan Chechnya dengan semangat tinggi.

Sebetulnya pertandingan sepakbola di sana bukan hanya antara Chechnya dengan legenda Brasil saja. Daerah konflik tersebut juga memiliki kesebelasan sepakbola bernama Terek Grozny FC yang berbasis di Grozny. Kesebelasan tersebut dimiliki tergabung dengan Liga Primer Rusia dan sempat menunjuk Ruud Gullit sebagai pelatih pada Januari 2011, tapi dipecat pada bulan Juni di tahun yang sama karena performa Terek FC tidak memuaskan.

Terek FC pernah menembus kualifikasi Europa Cup 2004/2005 namun harus dikandaskan FC Basel pada pertandingan kedua dengan kekalahan agregat 3-1. Setidaknya Noxci, julukan Terek FC, bisa sedikit membawa nama sepakbola Chechnya bisa lebih eksis di dunia sepakbola.

Lagipula jangankan membuat tim nasional, untuk membentuk negara dengan kedaulatan resmi diakui PBB saja mereka harus susah payah lepas dari Rusia dan itu sulit tercapai hingga sekarang. Walau untuk membuat tim nasional saat ini sangat sulit, tapi melalui Terek FC simbol-simbol Chechnya bisa dikerek setinggi-tingginya.

Masalahnya, Ramzan Kadyrov, Presiden Republik Chechnya sekarang, putra Akhmad Kadyrov, dianggap terlalu otoriter memimpin Chechnya. Ia juga dianggap bermasalah karena memerangi sisa-sisa kelompok militan Chechnya dengan cara keras dan serampangan. Dengan bantuan militer Rusia, Ramzan menganggap para pemimpin militan Chechnya sebagai "setan" yang harus dihancurkan. Tidak ada tempat bagi para militan, kata Ramzan, sebab Chechnya kini sudah menjadi salah satu tempat paling aman di dunia.

Terek Grozny sendiri dikendalikan sepenuhnya oleh Ramzan. Uang dari Rusia ia pakai untuk membangun stadion bagi kandangnya Terek, juga untuk membeli beberapa pemain asing, tak terkecuali untuk membayar Gullit. Ramzan oleh banyak orang yang tidak menyukainya dianggap pemimpin yang menipulatif, penuh pencitraan, sampai-sampai menyebarkan spanduk dan grafiti-grafiti yang memuja-muja dirinya di seantero kota Grozny.

Untuk membangun citranya sebagai pemimpin Chechnya yang modern, moderat dan terbuka, ia ingin Terek Grozny muncul bukan lagi sebagai simbol perlawanan bangsa Chechnya tapi simbol bahwa Chechnya yang sekarang, yang berada di bawah pemerintahan federal Rusia, adalah pilihan yang tepat ketimbang terus-terusan bertempur. Ia adalah pragmatisme Chechnya , melanjutkan apa yang dilakukan ayahnya pada Perang Chechnya jilid II.

Maka Terek Gorzny pun dijadikan etalase bagi Ramzan. Dengan bantuan Bulat Chagayev, kerabatnya yang menjadi milyuner di Swiss, Ramzan mencoba mengumpulkan pemain-pemain bagus. Ia sempat mengejar Diego Forlan, tapi gagal.

Biar bagaimana pun, segigih-gigihnya Ramzan mengkampanyekan Chechnya, toh masih banyak orang yang ketakutan untuk bepergian ke Grozny. Bahkan istri Gullit sekali pun, kala suaminya masih bekerja di Grozny, enggan untuk datang dan menemani Gullit bekerja melatih Terek Grozny.

Itulah kenapa Ramzan sangat ingin Stadion di Grozny bisa menjadi salah satu tempat penyelenggaraan Piala Dunia 2018 di Rusia. Tujuannya masih sama: mengkampanyekan kepada dunia kalau Chechnya sudah menjadi tempat yang aman, modern dan terbuka.

Entahlah sampai kapan obsesi Ramzan ini akan terpenuhi. Sepakbola, agaknya, terlalu berat untuk dibebani mimpi-mimpi dan obsesi seorang politisi di wilayah yang terlalu lama dibekap peperangan yang mematikan.

Komentar