[Review] Giant Killing: Kartun Sepakbola Jepang yang Mengajarkan Kita Menjadi Pelatih

Film

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

[Review] Giant Killing: Kartun Sepakbola Jepang yang Mengajarkan Kita Menjadi Pelatih

Jepang seringkali menelurkan anime-anime (film kartun) bertemakan sepakbola. Sebagian dari kita tentunya tak akan asing dengan judul-judul film seperti Shoot!, Kickers, Inazuma Eleven, dan tentu saja anime yang memantik kemajuan sepakbola di Jepang, Captain Tsubasa.

Namun pernahkah ada yang sudah mendengar, atau menonton anime Jepang berjudul Giant Killing?

Sama seperti anime-anime yang disebutkan pada paragraf pembuka, Giant Killing pun merupakan anime yang bertemakan tentang sepakbola. Akan tetapi saya rasa, anime Giant Killing merupakan anime sepakbola yang berbeda dari yang lainnya.

Jika anime-anime sepakbola pada umumnya menjadikan tokoh utama seorang pemain atau anak yang mengejar mimpinya menjadi pesepakbola hebat, Giant Killing bertokoh utamakan seorang pelatih. Ya, anime yang pertama kali dirilis dalam bentuk manga (komik) pada 2007 ini, dan masih berlanjut hingga sekarang, menceritakan kisah tentang seorang pelatih bernama Takeshi Tatsumi yang menangani sebuah kesebelasan kecil.

Tokoh-tokoh dalam Giant Killing (via: logsoku.com)
Tokoh-tokoh dalam Giant Killing (via: logsoku.com)

Anime ini menceritakan bagaimana perjuangan kesebelasan yang dilatih Tatsumi, East Tokyo United (ETU), untuk menjadi salah satu kesebelasan terbaik di kompetisi teratas Jepang, J-League. Sebelum Tatsumi ditunjuk untuk menangani ETU, ETU menjadi kesebelasan lemah yang berjuang menghindari jurang degradasi.

Dalam anime Giant Killing, kita tak akan menemukan kemampuan di luar nalar seperti yang ditampilkan dalam anime Captain Tsubasa atau Inazuma Eleven. Anime Giant Killing pun tak terlalu mendramatisir sebuah kejadian, tak seperti Tsubasa yang bisa sampai berepisode-episode ketika melawan sebuah kesebelasan. Terbukti dengan episode anime Giant Killing yang sudah berakhir di episode 26.

Giant Killing benar-benar menceritakan sepakbola berdasarkan realita. Pada episode pertama pun sudah menjelaskan bahwa konsep Giant Killing adalah untuk memperlihatkan bahwa kesebelasan kecil tidak menutup kemungkinan bisa mengalahkan kesebelasan besar secara nyata, dengan mengambil sampel pertandingan-pertandingan Piala FA, Inggris.

Pada episode pertama tersebut, menampilkan sebuah pertandingan Piala FA antara FC Eastham United, kesebelasan divisi lima Liga Inggris yang ditangani Tatsumi, melawan kesebelasan Inggris yang lebih kuat, Portsmouth.

Kesebelasan-kesebelasan yang dimunculkan dalam anime ini pun merepresentasikan kesebelasan-kesebalasan J-League pada dunia nyata dengan nama yang diplesetkan. Seperti Javelin Iwata untuk Jubilo Iwata, Nagoya Grand Palace untuk Nagoya Grampus, Gunners Osaka untuk Gamba Osaka, Yokohama Mariners untuk Yokohama Marinos, dan masih banyak lagi.

Lalu ETU mempresentasikan kesebelasan mana? Dalam Giant Killing, ETU memerankan kesebelasan FC Tokyo. Seperti halnya ETU, FC Tokyo (di dunia nyata) sempat berkutat di papan bawah J-League pada periode 2005 hingga 2007, tahun pertama kalinya Giant Killing rilis di Jepang.

Anime ini pun memiliki konflik-konflik beragam. Konflik sudah muncul sejak ditunjuknya Tatsumi menjadi pelatih ETU. Sebelum menjadi pelatih, Tatsumi merupakan pemain yang paling diandalkan skuat ETU. Namun Tatsumi meninggalkan ETU untuk berkarir di luar negeri. Kepindahannya ini membuat ETU terdegradasi ke divisi dua, dan Tatsumi dianggap sebagai biang kerok kemunduran ETU oleh ultras pendukung ETU. Maka Ultras ETU yang bernama United Skulls ini begitu vokal menyuarakan ketidaksetujuannya atas penunjukkan Tatsumi sebagai pelatih baru ETU.

Konflik-konflik lain yang bermunculan dalam anime ini bisa dibilang merupakan konflik-konflik yang biasanya memang muncul dalam dunia nyata. Seperti misalnya, ETU yang mulai kehilangan suporter karena prestasi yang terus memburuk, perseteruan antara pemain, senioritas dalam tim, dan tentunya persaingan Tatsumi dengan pelatih kesebelasan lain.

Ketika menyaksikan anime ini pun kita bisa belajar bagaimana menjadi seorang pelatih, memahami tentang taktik permainan, bahkan dibuat merinding dengan chants-chants United Skulls dalam mendukung ETU. Dan anime garapan Yuu Kou ini dapat secara detil menjelaskan setiap konflik dan penyelesaiannya.

Jika boleh menilai, saya akan memberikan nilai 4,5 dari 5 untuk Giant Killing sebagai sebuah anime sepakbola. Kita seperti menyaksikan drama sungguhan dalam setiap episode anime yang ditayangkan di 12 negara di luar Jepang (Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Irlandia, Swedia, Belanda, Denmark, Norwegia, Finlandia, Islandia, Australia, dan New Zealand). Kepopulerannya di Jepang sendiri membuat aparel adidas membuat sejumlah merchandise ETU seperti jersey, polo shirt, kaos, dan lain-lain.

Meskipun begitu, Giant Killing memiliki dua kekurangan, setidaknya menurut saya. Yang pertama, tokoh Tatsumi yang terlalu cuek dan pemalas di mana ini meragukan kharisma Tatsumi sebagai pelatih. Kedua, ending yang masih menanggung. Namun untuk hal kedua ini masih bisa diwajarkan mengingat komiknya sendiri masih berlanjut hingga saat ini.

Tapi secara keseluruhan, anime ini tampaknya tidak boleh kita lewatkan dan sangat layak untuk kita tonton.  Selain mendapatkan hiburan, kita pun bisa memetik sejumlah pelajaran saat menyaksikan anime ini. Apalagi jika kita ingin menjadi seorang pelatih.

foto: gekkougear.com

Komentar