Riquelme, Penanda Akhir Gelandang Serang No. 10 Klasik

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Riquelme, Penanda Akhir Gelandang Serang No. 10 Klasik

Pada tanggal 24 Juni, Lionel Messi berulang tahun. Dengan apa yang telah ia torehkan selama hidupnya, seluruh dunia pun seolah merayakan hari spesialnya tersebut. Maklum, Messi bisa disebut sebagai salah satu pesepakbola terbaik abad ini. Bahkan, tentu dengan sedikit perdebatan, beberapa orang menganggap Messi pemain terbaik sepanjang sejarah sepakbola.

Namun di tanggal yang bersamaan, terdapat satu pesepakbola lain yang juga berulang tahun. Karena bergelimangnya Messi dengan prestasi, orang lupa bahwa ada pemain hebat lain yang juga berulangtahun. Padahal kemampuannya mengolah bola juga punya pesona tersendiri.

Dialah Juan Roman Riquelme. Jika Messi lahir pada 24 Juni 1987, Riquelme lahir pada 24 Juni 1978. Keduanya sama-sama orang Argentina, sama-sama pernah (atau masih bagi Messi) bermain untuk Barcelona, juga sama-sama bernomer punggung 10.

Keduanya pernah menjadi objek yang paling dibicarakan pada sebuah pertandingan. Pada perempat final Piala Dunia 2006 antara Argentina melawan Jerman, Riquelme ditarik keluar oleh Jose Pekerman di menit ke-72. Riquelme kala itu dianggap tidak bermain maksimal. Ia gagal membangun serangan Argentina dan dianggap sudah kehabisan ide untuk merancang serangan yang bisa membongkar pertahanan Jerman. Namun alih-alih menggantikannya dengan Messi yang kala itu masih berusia 19 tahun, Pekerman justru memilih Esteban Cambiasso untuk menggantikan Riquelme.

Hasilnya? Argentina kalah dan tersingkir dari Piala Dunia 2006 yang digelar di Jerman. Jerman mencetak gol penyama kedudukan pada menit ke-80. Pada babak adu penalti, Ayala dan Cambiasso gagal mengeksekusi tendangan tersebut menjadi gol. Skor 4-2 pada babak adu penalti pun menjadi skor akhir pada laga tersebut. Pergantian yang kontroversial ini menjadi catatan kelam dalam karir kepelatihan Pekerman yang melibatkan Riquelme dan Messi.

Riquelme Hebat, tapi Lambat

Publik sepakbola, termasuk di Argentina, tak akan pernah melupakan kemahiran Riquelme mengolah bola. Riquelme menjadi pujaan publik Argentina memang bukan karena aksinya yang membuat Argentina semakin dikenal di seluruh dunia, namun permainan sederhananya dalam bermain sepakbola bisa membuat benar-benar menikmati sepakbola.

Berposisi sebagai gelandang serang, visinya tak kalah hebat dengan visi Xavi Hernandez. Operan-operannyapun tak kalah akurat dengan operan Andrea Pirlo. Sementara itu, caranya melewati pemain lawan pun bisa membuat kita berdecak kagum. Riquelme merupakan playmaker andal.

Menjelaskan bagaimana Riquelme bermain sebenarnya sesederhana menjelaskan peran seorang gelandang serang no. 10. Ia bukanlah pemain yang siap memporak porandakan pertahanan lawan dengan kecepatannya menggiring bola atau menerima umpan terobosan. Justru ia hanya berjalan-jalan kecil di depan area kotak penalti untuk mencari ruang kosong agar rekannya bisa memberikan bola padanya.

Tak hanya itu. Servis bola mati adalah santapan lezat bagi seorang Riquelme. Tak jarang ia mencetak gol lewat tendangan bebasnya. Tak jarang pula ia melepaskan umpan terukur dari sepak pojok atau tendangan bebas ketika ia melihat rekannya memiliki posisi yang pas untuk mencetak gol.

Jika anda menyukai permainan seorang gelandang serang seperti Zinedine Zidane, George Hagi, Pablo Aimar, atau pemain lokal seperti Yusuf Bachtiar, seperti itulah permainan Riquelme. Namun entah apa yang membuat Riquelme rasanya memiliki kelas yang sedikit di atas mereka saat menguasai bola, meski tanpa gelar-gelar yang bisa disombongkan seperti, misalnya, Messi.

Ya, banyak pemain Argentina yang telah memiliki lebih banyak trofi dibanding Riquelme. Namun tak bisa dipungkiri, publik Argentina tetap mengidolakannya. Bahkan saat namanya tak dipanggil skuat tim nasional Argentina era Marcelo Bielsa pada 2001, timnas Argentina mendapatkan olok-olok dari para pendukungnya. Padahal pada saat itu, timnas Argentina tengah menjalani laga penghormatan pada legenda Argentina sepanjang masa, Diego Maradona.

Bielsa bukan tak menyukai permainan Riquelme. Bielsa pun tahu bahwa Riquelme adalah pemain dengan kemampuan individu yang hebat. Namun dengan tipikal permainan Bielsa yang cepat, Bielsa merasa tak ada tempat bagi Riquelme yang bermain lambat.

Ya, sehebat apapun Riquelme, tetap saja masih ada pelatih yang tak bisa bagaimana memaksimalkan kemampuannya. Selain Bielsa, pelatih lain yang tak mampu mengeluarkan kemampuan terbaik Riquelme adalah pelatih asal Belanda, Louis van Gaal.

Van Gaal yang saat itu menangani Barcelona, kurang sreg dengan permainan Riquelme. Apalagi setelah pembelian Riquelme ini bukan kehendaknya, melainkan keinginan manajemen kesebelasan. Karenanya, pemain kelahiran kota San Fernando ini dipinjamkan ke Villareal pada musim keduanya di Eropa, yang mana kemudian dipermanenkan pada musim ketiga.

Untuk memaksimalkan Riquelme, setiap pelatih memang harus membuat kesebelasannya bermain untuk pemain yang bersinar bersama Boca Juniors tersebut. Serahkan bola ke kaki Riquelme, lalu biarkan Riquelme sesuka hati memainkannya atau memberikan umpan terukur pada pemain sayap dan penyerang.

“Ia cukup besar untuk seorang pemain no. 10, namun teknik bermainnya sangat indah,” ujar rekan setim Riquelme di Villareal, Diego Forlan, dalam kolomnya di The National. “Ia bisa menggulirkan bola di antara kaki pemain lawan. Ia pun sangat handal dalam melindungi bola. Ia adalah pemain yang diidamkan setiap penyerang.”

Carlos Bianchi (Boca Juniors), Manuel Pellegrini (Villareal), Alfio Basile (Argentina), dan Jose Pekerman (Argentina) adalah pelatih-pelatih yang mempercayakan otak serangan kesebelasannya pada Riquelme. Namun hanya di level klub Riquelme berhasil memberikan prestasi bagi kesebelasannya.

Bersama Boca Juniors, 11 trofi berhasil diraih Riquelme. Saat berbaju kuning-kuning Villareal, dua trofi Piala Intertoto menjadi trofi koleksinya di Eropa.

Riquelme saat berseragam Boca Juniors. (via: taringa.net)
Riquelme saat berseragam Boca Juniors. (via: taringa.net)

Pekerman adalah pelatih yang berjasa sekaligus berdosa dalam karir internasional Riquelme. Pekerman adalah pelatih Argentina U-20 di mana pada 1997 Argentina berhasil keluar menjadi juara Piala Dunia, dan Riquelme adalah salah satu pemain andalannya.

"Dosanya" hadir saat Pekerman menggantikan Bielsa untuk Piala Dunia 2006. Di situlah, dalam laga melawan Jerman yang berakhir 4-2 bagi tuan rumah, Riquelme menjauh dari panggung internasional.

Ternyata Piala Dunia 2006 menjadi penampilan terakhirnya bersama timnas Argentina. Gagal di PD 2006, Pekerman digantikan Maradona. Dan Maradona tak pernah sedikit pun melirik kemampuan Riquelme. Meskipun begitu, karir internasionalnya berakhir setelah ia membela timnas Argentina U-23 di Olimpade 2008.

Baca juga: Tanpa Bola Sekalipun, Riquelme Mampu Mengecoh Lawan

Bermain untuk Kesenangan

Riquelme adalah salah satu pemain yang bermain sepakbola dengan caranya sendiri. Ia tetap pada gaya bermain gelandang serang klasik meski permainan sepakbola semakin modern, di mana peran gelandang serang kini semakin kompleks.

Memang, hal ini terdengar egois. Namun baginya, bermain sepakbola adalah tentang kesenangan. Saat ia mulai tak kerasan bermain di Eropa pun ia memutuskan untuk kembali ke Argentina, membela Boca Juniors untuk kedua kalinya dan mengakhiri karirnya sebagai pesepakbola bersama Argentinos Juniors. Padahal saat memutuskan kembali ke Argentina, ia masih berusia 29 tahun, masih bisa bersaing di kesebelasan Eropa. Dan ia tak menyesalkan keputusannya itu hingga akhir karirnya.

“Saya memutuskan untuk tak lagi bermain sepakbola,” papar Riquelme pada The Guardian. “Mulai saat ini, saya hanyalah seorang penggemar. Saya akan pergi dan menderita di stadion. Meskipun begitu, saya sangat senang dengan karir saya. Saya menikmati sepakbola saya dengan maksimal.”

“Saya harap semua orang menikmati sepakbola saat bersama saya. Saya selalu memberikan yang terbaik bagi Boca dan Argentina, juga Barcelona dan Villareal. Pun begitu dengan tim muda maupun tim senior,” tambahnya.

Perpisahannya dengan sepakbola pada Januari 2015 menjadi penanda akhir dari generasi gelandang serang klasik. Argentina, rasanya akan kesulitan menemukan gelandang serang baru yang memiliki kemampuan seperti Riquelme. Yang ada hanyalah penyerang-penyerang mungil dengan kecepatan dan kemampuan penyelesai akhir yang baik, yang mana hal ini sering menjadi sia-sia karena tak adanya gelandang yang bisa menjadi penyuplai seperti Riquelme.

“Saya adalah seseorang yangmengambil keputusan dengan tenang, dan berpikir sangat dalam. Sudah sangat jelas saat ini saya akan liburan, saya akan bersenang-senang, dan menikmati setiap waktu bersama anak-anak. Mulai saat ini, kehidupan sepakbola saya sudah berakhir, dan kehidupan baru saya telah dimulai,” bunyi pernyataan terakhir Riquelme pada pengumuman pensiunnya.

Ya, sementara Argentina masih sibuk mencari gelar juara meski dengan sederet pemain berkualitas, Riquelme sudah menjalani kehidupan barunya. Kini, ia benar-benar menjadi manusia sederhana, tanpa ada bola di kakinya.

foto: sportskeeda.com

Komentar