Arsenal Tidak Akan Pernah Sama Tanpa Vieira

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Arsenal Tidak Akan Pernah Sama Tanpa Vieira

Sepuluh tahun setelah Arsenal mencatatkan rekor tidak terkalahkan dalam 49 pertandingan liga (38 pertandingan sepanjang musim 2003/04 plus 2 pertandingan dari musim sebelumnya dan 9 pertandingan di musim setelahnya), Patrick Vieira menjadi bagian dari National Football Museum’s Hall of Fame karena dianggap sebagai aktor kunci dalam keberhasilan Arsenal saat itu.

Pengakuan dari National Football Museum sebenarnya tidak lebih dari penegasan. Ya, hanya menegaskan saja. Sebab ada atau tidak nama Viera dalam National Football Museum, ia akan tetap abadi dalam sejarah Arsenal. Sebab setiap perbincangan dan tulisan atau dokumentasi mengenai The Invincibles pasti melibatkan Vieira.

Vieira, yang lahir pada 23 Juni 1976, hari ini ia tepat berusia 39 tahun, sedang berada di usia emas pemain sepakbola selama rangkaian The Invincibles. Sebagai kapten, ia selalu menjadi pemain pertama yang keluar dari lorong dan memasuki lapangan pertandingan. Arti pentingnya dalam kejayaan Arsenal saat itu, bagaimanapun, lebih besar dari itu semua -- walau tidak selalu tampak lebih nyata dari ban kapten yang erat melekat di lengan kirinya.

Tak mengherankan sebenarnya jika Vieira muncul sebagai pemain kunci dalam The Invincibles. Pertama, ia tidak kesulitan beradaptasi dengan gaya melatih Arsène Wenger sementara para pemain mempertanyakan kemampuan dan memprotes kebijakan-kebijakan yang dibawa sang pelatih. Kedua, sebelum menjadi bagian dari The Invincibles, Vieira juga merupakan personel The Impenetrables. Kedua alasan ini memberi Vieira start lebih awal dari rekan-rekannya, namun tak berarti perjalanan Vieira selama The Invincibles tanpa tantangan.

Saat pertama kali datang ke Arsenal, Wenger mewarisi barisan belakang berisikan Tony Adams, Lee Dixon, Martin Keown, Steve Bould, dan Nigel Winterburn. Lima orang untuk barisan belakang berisi empat pemain membuat Arsenal tangguh di lapangan juga di bangku cadangan; dan dikenal dengan nama The Impenetrables. Wenger memperkuat The Impenetrables dengan Patrick Vieira, rekrutan pertamanya, dan bek tengah yang ia ubah menjadi gelandang tengah, Emmanuel Petit.

Kedatangan Wenger bukan hal yang mudah bagi para pemain Arsenal. Sebagai sosok tidak terkenal yang datang dari Jepang, para pemain Arsenal mempertanyakan kemampuan Wenger. Dixon malah menyebut Wenger lebih mirip guru geografi. Para pemain lain memprotes kebijakan diet ketat Wenger. Terutama kapten kesebelasan, Adams, yang merupakan seorang pecandu minuman beralkohol.

Belakangan Adams berterima kasih kepada Wenger karena kebijakan tersebut memperpanjang karirnya. Vieira, tidak seperti Dixon dan Adams (serta para pemain lain), tidak kesulitan bekerja sama dengan Wenger.

Vieira memang sengaja datang ke Arsenal dari AC Milan karena ia ingin dilatih Wenger. Ketika The Invincibles dimulai, dua pertandingan menjelang akhir musim 2002/03, Vieira sudah menjadi pemain paling siap.

Vieira memimpin dengan contoh kerja keras. Pelindung pertahanan adalah peran utama Gilberto Silva, namun Vieira seringkali terlihat berada tidak jauh dari Bisan Lauren, Sol Campbell, Kolo Touré, dan Ashley Cole. Ketika Arsenal menyerang pun, Vieira juga seringkali tampak membantu Thierry Henry, Dennis Bergkamp, Freddie Ljungberg, dan Robert Pirès. Tidak jarang, malah, Vieira berada lebih dekat ke gawang lawan daripada keempat pemain tersebut.

Lain hal, Vieira selalu menjadi pemain pertama yang menghadapi lawan jika rekan-rekannya terpojok atau ditantang. Roy Keane, eks kapten Manchester United yang kerap kali terlibat pertengkaran dengan Vieira, mengakui ketangguhan lawannya. Kepada Daniel Taylor dari The Guardian pada 2014, Keane mengaku bahwa jika saja pertengkarannya dengan Vieira yang sering terjadi itu sempat mencapai titik di mana keduanya benar-benar harus terlibat dalam baku hantam, Vieira pasti menang.

Pengorbanan Vieira di dalam dan di luar lapangan sama besarnya. Sebagai putra dari seorang Senegal dan Portugal yang tumbuh besar di Perancis, Vieira menghadapi kesulitan berkomunikasi di Inggris. Namun sebagai seorang pemimpin dari kesebelasan multikultural, ia harus dapat berkomunikasi dengan baik dengan rekan-rekannya. Tidak jarang Vieira berkomunikasi dengan bahasa lain di luar bahasa ibunya. Di luar lapangan, ia tidak keberatan repot-repot menyusun acara; baik internal antara para pemain atau bersama keluarga inti dan orang-orang terdekat para pemain.

“Tujuan makan di luar adalah untuk mengenal satu sama lain lebih baik,” ujar Vieira. “Kita akan berbicara mengenai hal-hal yang biasanya tidak kita bicarakan. Kita sadar betapa banyak hal yang diceritakan mengenai hidup kita ketika kita muda. Hal ini membuat kita lebih dekat dengan rekan satu kesebelasan dan ketika kita bertanding, kita tahu rekan kita akan melindungi kita.”

David Goldblatt, yang meresensi buku Invincible: Inside Arsenal's Unbeaten 2003-2004 Season karya Amy Lawrence, memuji hasil kerja keras Vieira di luar lapangan. “Kesebelasan ini bukan sekelompok pemuda dan kawan yang diikat bersama oleh minuman dan olok-olok, namun sekelompok orang dewasa yang disatukan oleh kepatuhan profesional, intimasi, kepercayaan, dan pertemanan,” tulis Goldblatt dalam resensinya. Dalam buku yang sama, Wenger juga mengaku berutang banyak kepada Vieira.

“Salah satu legenda kesebelasan,” ujar Wenger memulai penilaiannya terhadap Vieira. “Saya rasa saya pribadi berutang sangat banyak kepadanya karena ia adalah pemain pertama yang saya bawa ke sini dan ia memberi saya banyak kredibilitas. Ia memiliki semua yang saya butuhkan. Karisma, kualitas, dan semangat juang. Ia adalah Patrick.”

Begitu besar Wenger menilai arti pentng Vieira di dalam dan di luar lapangan sehingga ketika ia berusaha membentuk generasi kedua The Invincibles pada 2010, Wenger berusaha membawa pulang Vieira dari Italia. Patut dicatat bahwa saat itu Wenger masih sosok yang sama dengan ia sedari dahulu: tidak pernah mau memberi perpanjangan kontrak lebih dari satu tahun kepada pemain berusia di atas tiga puluh tahun dan tidak mau membeli pemain yang sudah jadi. Vieira saat itu sudah berusia 33 tahun.

“Ada alasan sepakbola dan ada dampak psikologis dari pemain sekelas dirinya,” ujar Wenger mengenai alasan keinginannya kembali bekerja sama dengan Vieira. Namun ia gagal karena sang pemain lebih memilih Manchester City. Sebagai gantinya Wenger kembali merekrut Sol Campbell untuk menggantikan karakter dan kepemimpinan Vieira yang tak mampu ia dapatkan. Arsenal gagal mengulang kesuksesan The Invincibles.

Komentar