Kunci Sukses Serbia U-20: Kolektivitas, Kesetaraan dan... Internet!

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Kunci Sukses Serbia U-20: Kolektivitas, Kesetaraan dan... Internet!

Hujan deras dan cuaca dingin yang kuat berkecamuk di Auckland, Selandia Baru, selama tiga hari terakhir jelang Final Piala Dunia U-20. Tapi hujan menghilang di langit Selandia Baru seiring tiket pertandingan final Piala Dunia U-20 yang telah terjual habis. Kemudian, di akhir cerita, kotak hadiah pun terbuka untuk Serbia.

Hadiah tersebut membuat hujan dari langit menjadi rintik air mata namun yang berbeda bagi kedua kesebelasan: air mata kesedihan bagi Brasil, air mata bahagia untuk Serbia.

"Kami mencintaimu Serbia," seru Pedrag Rajkovic dkk.

Kejutan terjadi pada partai final Piala Dunia U-20 yang digelar di Stadion North Harbour, Auckland pada Sabtu (20/6) lalu. "Kuda hitam" Serbia U-20 menjungkalkan Brasil U-20 yang semula lebih diunggulkan. Lewat permainan bertahan dan pressing yang ketat serta tinggi, Zivkovic, dkk., mempecundangi pemain-pemain muda Brasil berlabel "wonderkid", seperti Joao Pedro, Marcos Guilherme, Gabriel Boschilla, Andreas Pereira dan lainnya.

Setelah berduel dengan sengit, akhirnya Si Elang Muda (The Young Eagles), julukan Serbia U-20, berhasil mempecundangi Brasil berkat gol Nemanja Maksimovic pada menit ke-118 perpanjangan waktu. Sebelumnya kedua kesebelasan mati-matian membalikan keunggulan karena pertandingan berakhir dengan skor 1-1 hingga menit 90.

Serbia unggul lebih dulu di menit  70 berkat gol Stanisa Mandic. Akan tetapi, keunggulan Serbia hanya bertahan tiga menit saja karena langsung dibalas Selecao skuad 20, julukan Brasil U-20, melalui gol yang diceploskan Pereira, pemain muda Manchester United yang sedang diincar Juventus.

Gol Maksimovic yang dramatis tersebut seakan mengulangi kembali memoar kesuksesan para senior mereka pada Piala Dunia U-20 1987 di Cile. Saat itu Serbia masih tergabung dengan Yugoslavia. Mereka pun bertanding begitu sengit melawan Jerman U-20 di laga final dengan skor 1-1 hingga menit 90.

Sebagaimana Piala Dunia 2015, saat itu Yugoslavia U-20 juga unggul lebih dulu lewat gol Zvonimir Boban pada menit ke-85 yang dibalas gol Marcel Witeczek dua menit kemudian. Bedanya, Yugoslavia U-20 memenangkan pertandingan, dan menjadi juara dunia, lewat adu penalti.

Peran Paunovic di Balik Kesuksesan Serbia U-20

Kesuksesan Yugoslavia U-20 tersebut berhasil kembali diulang. Serbia, dulu di bawah bendera Yugoslavia, berhasil mengulangi sukses itu. Serbia melakukannya lebih spekatakuler karena secara wilayah dan jumlah penduduk sangat jauh dibandingkan Yugolsavia dulu. Ini merupakan gelar pedana Serbia sejak merdeka dari Yugoslavia. Tak tanggung-tanggung, gelar pedana itu datang dari level Piala Dunia.

Keberhasilan Serbia ini tak bisa dilepaskan dari andil besar pelatihnya, Veljko Paunovic. Secara tepat ia berhasil membangun kekompakan dan memilih serta meramu strategi Si Elang Muda secara tepat sehingga bisa menjadi juara seperti ini.

Tapi Paunovic malah merendah. Ia menganggap kesebelasannya hanya beruntung saja. "Tapi keberuntungan adalah bagian dari permainan dan anda harus mengejarnya agar pantas mendapatkan keberuntungan. Pada akhirnya saya percaya tim yang paling ingin menang akan memenangkan trofi ini dan kami mendapatkannya," ungkapnya seperti dikutip dari ESPN FC.

Walau begitu Paunovic tetap dianggap sebagai orang paling berpengaruh di balik kesuksesan Serbia U-20 saat ini. Dirinya membuat para pemain Si Elang Muda disiplin, bermain spartan, dengan stamina yang begitu prima, juga karakter yang kuat dan semangat juang yang menyala-nyala.

Gayanya melatih yang cenderung membangun keakraban dengan pemain, menghilangkan batas dan hirarki yang kaku antara pelatih dan pemain, membuat para pemain muda Serbia itu merasa nyaman. Pendekatan egaliter yang digunakannya membuat tim menjadi kuat, solid, dan kolektif. Serbia tampil di lapangan dengan tidak bergantung kepada satu dua individu saja.

"Satu untuk semua, semua untuk satu," begitu katanya.

Ketika Paunovic mengumpulkan skuat untuk pertama kalinya, ia menggunakan medium film untuk menautkan anak asuhnya dengan generasi sepakbola pendahulu, terutama generasi emas Yugoslavia yang menjuarai Piala Dunia U-20 1987 di Cile. Dengan cara itulah, ia bukan hanya menautkan anak asuhnya dengan jejak-jejak kejayaan masa silam, tapi memungkinkan anak asuhnya menjadi lebih percaya diri. Tidak ada yang perlu ditakutkan, karena para senior dulu juga berhasil mengangkangi dunia. Begitu kira-kira.

Setiap individu bermain dan berperan melalui penyesuaian diri dengan sistem bermain. Sistem adalah pokok dan kolektivitas merupakan prinsip. Pragmatisme macam itulah yang akhirnya membuat Serbia menjadi kesebelasan yang punya ketangguhan menghadapi berbagai macam tipe permainan lawan.

Keberhasilan Serbia U-20 tentu tidak lepas dari pembinaan pemain. Jika Indonesia ingin mengalami prestasi yang serupa nampaknya dirasa perlu belajar konsep pembinaan sepakbola seperti B.J Habibie. Atau belajar pembinaan dari Uzbekistan pun tidak ada salahnya. Sementara itu jika mengkombinasikan soal naturalisasi dan pembinaan bisa belajar dari Jepang sebagai salah satu raja sepakbola Benua Asia.

Pada intinya Paunovic menekankan pentingnya kesetaraan dalam tim. Untuk memperkuat ikatan di dalam kesebelasan, Paunovic membuat sebuah jaringan komunikasi dari media sosial seperti Facebook, Twitter dan Google Plus, untuk terus menginformasikan pemain tentang pertandingan dan sepakbola pada umumnya. Pada jaringan tersebut mereka memiliki akses ke video, game, analisis dan diskusi, bahkan berbagai kuis/trivia sepakbola pun tersedia untuk merangsang pengetahuan dan mengaktifkan kecerdasan anak asuhnya.

"Internet dan jaringan sosial memungkinkan kita untuk tinggal bersama-sama bahkan jika kita tidak hadir secara fisik. Ini melengkapi dan memperkuat kerja lapangan yang kita lakukan ketika kita bersama-sama (secara fisik). Membantu kita untuk bersatu secara real time dengan ponsel atau tablet dan itu tidak masalah jika saya di Madrid, atau Veljkovic di Londong atau Zivkovic di Belgrade," papar Paunovic kepada El Confidental.

Kegemilangan Veljkovic dan Pemain Muda Lainnya

Di balik ketanggukan Rajkovic menjaga gawang serta ganasnya serangan Serbia U-20, Milos Velkovic hadir menjadi pemain penting untuk membatasi pergerakan pemain-pemain Brasil U-20 untuk mencetak gol.

Bek tengah dari Tottenham Hotspurs tersebut menjadi sorotan pada pertandingan final Piala Dunia U-20. Veljkovic merupakan kunci yang menjadi pusat pertahanan Si Elang Muda yang dimainkan setiap pertandingan Serbia U-20 pada kompetisi tersebut.

Tapi sayangnya ia tidak memiliki musim yang baik bersama Tottenham pada musim 2014/2015 karena ia justru sedang diabaikan. Bek muda itu malah dipinjamkan kepada Midddlesbrough. Sekarang atas prestasinya menjaga pertahanan Serbia dan bahkan mengantarkan negaranya menjadi kampiun, ia pastinya berharap bisa memberikan kesan yang baik kepada Mauricio Pochettino, Manajer Tottenham.

Aksinya selama Piala Dunia U-20 pun tidak luput dari pantauan penggemar Tottenham yang memberikan berbagai pujian kepadanya.

tweet vejkovic

Si Elang Muda memang memunculkan beberapa pesepakbola baru berkualitas, beberapa bahkan disamakan dengan generasi emas era Boban, Davor Suker, Pedrag Mijatovic dan lainnya. Memang di bawah tempaan Paunovic ini, selain Veljkovic, juga muncul nama-nama seperti Zivkovic, Ivan Saponjic dan Rajkovic sebagai pemain terbaik Piala Dunia U-20 kali ini.

Maka tidak ayal jika kesebelasan-kesebelasan top Eropa mulai mengintai nama-nama tersebut untuk direkrut pada bursa transfer musim panas kali ini.

"Mereka (Serbia U-20) bisa sampai ke puncak dunia. Saya bisa memberitahu anda dalam generasi ini ada banyak pemain bagus yang dalam 10 tahun ke depan akan bisa menampilkan di permainan terbaik di dunia. Ini waktunya generasi ini tumbuh dan mengucapkan selamat tinggal kepada sepakbola muda dan ini adalah cara terbaik untuk melakukannya. Mereka harus fokus pada 10 tahun ke depan," ujar Paunovic seperti dikutip dari BBC.

Usai perpecahan serta konflik berdarah antar etnis di wilayah bekas Yugoslavia, Serbia pelan-pelan mulai bangkit. Dan kebangkitan itu boleh jadi diawali kesebelasan junior mereka. Kini tugas yang paling sulit Serbia ke depan adalah membuat Rajkovic dkk., tidak berhenti sukses di level junior, tapi juga sukses di level senior, entah bersama kesebelasan masing-masing maupun saat membela nama Serbia.

Komentar