Serie-A yang Terlahir Kembali

PanditSharing

by Pandit Sharing

Pandit Sharing

Ingin menulis di PanditFootball.com? Kirimkan ke sharingpandit@gmail.com

1. Lengkapi dengan biodata singkat dan akun Twitter di bawah tulisan
2. Minimal 900 kata, ditulis pada file Ms. Word
3. Tulisan belum pernah dipublikasikan di media apapun (blog, website, forum, dll)
4. Tambahkan alamat lengkap dan nomor HP (tidak dipublikasikan)

Serie-A yang Terlahir Kembali

Dikirim oleh: Lulu Lumbanbatu*

Rennaisance adalah sebuah gerakan budaya atau paham yang berkembang di Eropa pada abad ke-14 hingga abad ke-17 silam. Secara sederhana, rennaisance sering diartikan sebagai “kelahiran kembali” (rebirth) dari peradaban masyarakat Eropa.

Rennaisance muncul pertama kali di Kota Florence, Italia. Uniknya, di negeri yang sama beberapa abad kemudian, juga terjadi sebuah proses kelahiran kembali sebuah liga yang sempat tertidur di tengah berjayanya kompetisi sepakbola Eropa. Ya, pada dua musim terakhir, Liga Italia, Serie-A, seolah mengalami rennaisance, sebuah proses kelahiran kembali.

Meskipun masih beberapa langkah di belakang Liga Spanyol, Liga Inggris, dan bahkan Liga Jerman dan Liga Prancis, harus diakui bahwa sepak terjang kesebelasan Italia di Eropa tengah berada dalam fase puncak. Pada Liga Champions musim 2014/2015, Juventus melangkah hingga partai final meski harus kandas oleh Barcelona. Pada musim yang sama, lima kesebelasan Italia: Inter Milan, Napoli, Torino, Fiorentina, dan  AS Roma, lolos ke babak 16 besar Europa League. Fiorentina dan Napoli nyaris menciptakan All Italian Final di Europa League.

Perubahan yang mulai terasa dari Serie-A adalah soal kepemilikan stadion. Di saat kesebelasan-kesebelasan Eropa lainnya sudah berkandang di stadion milik sendiri, mayoritas kesebelasan Serie-A masih menyewa stadion milik pemerintah.

Juventus kemudian menjadi pelopor setelah membangun stadion sendiri yang selesai pada 2011. Tak lama lagi, dalam beberapa waktu ke depan, AS Roma, AC Milan, dan Udinese dikabarkan turut mengikuti langkah Juventus untuk membangun stadion sendiri. Ini menjadi pertanda bahwa kesebelasan-kesebelasan di Italia sudah mulai memahami cara adaptasi dengan bisnis sepakbola modern.

Hal lain yang terbilang menonjol adalah pengembangan potensi penggemar, utamanya penggemar di kawasan Asia. Ini terlihat dari penggunaan bahasa sejumlah negara Asia di situs resmi kesebelasan. Tur pramusim ke Asia pun mulai kembali digiatkan.

Untuk Indonesia, Inter Milan sudah pernah berkunjung beberapa tahun silam. AC Milan pernah mengirimkan barisan legendanya, sedangkan Juventus sudah berkunjung pada tahun lalu. Tahun ini, giliran AS Roma yang hadir ke Indonesia. Langkah ini akan bermanfaat dalam meningkatkan citra kesebelasan dan Liga Italia itu sendiri.

Serie-A kerap dianggap sebagai liga yang membosankan. Namun, dari segi agresivitas permainan, terjadi peningkatan pada musim lalu. Jumlah gol selama satu musim di Serie-A merupakan yang terbanyak di antara lima liga top Eropa. Citra Serie-A yang membosankan pun perlahan kian pudar.

Dengan jarangnya sebuah kesebelasan pesta gol ke gawan lawannya, menjadi pertanda bahwa ketimpangan di liga tidak terlalu besar. Bahkan, pada musim lalu, Parma, kesebelasan yang dinyatakan bangkrut dan sudah pasti terdegradasi, beberapa kali menyulitkan tim papan atas.

Peta kekuatan klub yang lebih merata ini menjadi salah satu alasan kenapa  musim depan Serie-A akan semakin menarik dan layak diikuti. Meskipun terkesan tidak ada pesaing lain bagi Juventus, tapi kesebelasan lain macam Roma, Lazio, Fiorentina, Sampdoria, Napoli bisa dikatakan memiliki kekuatan yang sepadan sehingga persaingan di papan atas akan semakin panas. Belum lagi ditambah dua kesebelasan dari kota Milano yang tentu tidak mau terpuruk lagi seperti musim lalu.

Jika di era 90-an ada istilah Il Magnifico Seven yang menggambarkan  ada tujuh tim kuat yang konsisten berada di papan atas dan memiliki kesempatan yang sama untuk scudetto, maka musim depan hal tersebut bukan tidak mungkin terwujud.

Yang terakhir tentu dari segi pemain. Kalau di satu dekade terakhir, kita lebih sering melihat pemain – pemain bintang Serie-A yang eksodus ke Liga Inggris, Liga Spanyol dan Liga Prancis, mulai musim lalu beberapa pemain dengan nama besar justru hijrah ke Serie-A. Carlos Tevez, Alvaro Morata, Patrick Evra, Miroslav Klose, Ashley Cole, Maicon, dan Nemanja Vidic adalah pemain-pemain yang meskipun rata-rata dianggap sudah tidak bisa bermain di level atas, terbukti memberikan peranan penting dalam menaikkan kembali pamor Serie-A.

Bagaimana dengan musim ini? Meskipun calciomercato belum resmi dimulai, sudah beredar nama-nama besar yang dipastikan akan bermain di Serie-A musim depan. Sami Khedira dan Mario Mandzukic sudah resmi akan mengikuti langkah Morata pindah dari Liga Spanyol menuju Juventus. Zalatan Ibrahimovic, Thiago Motta, dan Geoffrey Kondogbia adalah beberapa bintang dari Ligue 1 yang dikabarkan akan hijrah ke AC Milan dan Inter Milan. Sementara itu, Stevan Jovetic dan Juan Cuadraro dikabarkan akan kembali dari Liga Inggris menuju Italia. Pemain-pemain bintang ini  tentu akan menjadi magnet tersendiri buat para tifosi disamping menaikkan pamor klub.

Jadi buat para tifosi, mari berharap tren positif ini terus terjaga, sehingga dalam beberapa tahun ke depan, kita akan merasakan kembali kenikmatan era 90-an, saat Roberto Baggio, Gabriel Omar Batistuta, Juan Sebastian Veron, Ronaldo, Zvonimir Boban, Enrico Chiesa dan kawan-kawan menjadi nama-nama yang sering kita lihat di layar kaca; saat kita mendengarkan bung Rayana Djakasurya melakukan laporan langsung dari Italia. Semoga.

   Penulis adalah penikmat Serie-A tinggal di Bandung dan aktif di media sosial dengan akun @luluhatigoran

Komentar