Jangan Remehkan Perempuan-perempuan Asia

Editorial

by Redaksi 38

Redaksi 38

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Jangan Remehkan Perempuan-perempuan Asia

"Gooooaaallllllllll from Spanish Captain, Veronica Boquete! 0-1 for Spain!”

Mungkin begitulah kira-kira komentator berbahasa Inggris di siaran Piala Dunia Perempuan pagi itu. Spanyol saat itu sedang menghadapi Korea Selatan pada pertandingan terakhir penyisihan grup. Mereka sama-sama memiliki kesempatan setara dengan Kosta Rika untuk mengambil jatah di babak 16 besar.

Korea Selatan agak ketar-ketir. Hingga beberapa waktu mereka tak mampu mengembangkan permainan. Mereka tertekan sepanjang babak pertama. Mereka tidak boleh kalah dari Spanyol karena itu berarti gagal menempati runner-up dan lolos langsung ke babak 16 Besar. Duduk di peringkat 3 memang masih bisa memungkinkan untuk lolos, tapi situasinya lebih tak terduga karena harus berebut jatah peringkat tiga terbaik (baca laporan kami jelang Piala Dunia Perempuan 2015: Yang Menarik dan Ditunggu dari Piala Dunia Perempuan 2015).

Memasuki babak kedua, skuat Korea Selatan mencoba bangkit dari ketertinggalan dari Spanyol yang unggul berkat gol Veronica Boquete. Mereka lebih agresif begitu babak kedua dimulai. Hasilnya langsung terlihat delapan menit kemudian. Mereka berhasil mencetak gol balasan. Skor 1-1. Dan itu masih belum cukup bagi Spanyol dan Korea Selatan jika ingin lolos otomatis.

Tak disangka tak dikira, Korea Selatan sukses menghadirkan comeback mengesankan ketika Kim Soo-Yun menjebol gawang Ainhoa Tirapu di menit 78. Skor 2-1 cukup untuk memberitahu kepada dunia bahwa bangsa Asia mampu mengangkangi Eropa di event sebesar Piala Dunia Perempuan -- meskipun (penting juga digarisbawahi) Spanyol adalah debutan di ajang ini.

Ya, Spanyol memang agak terbelakang dalam sepakbola perempuan, tidak seperti sepakbola prianya. Bahkan Real Madrid seperti enggan membuat kesebelasan perempuan.

Pandit Football Indonesia terhitung sering menulis tema mengenai sepakbola perempuan. Ini bentuk keberpihakan kami kepada isu keadilan gender.

Simak berbagai cerita tentang sepakbola perempuan yang kami tuliskan, dari ulasan mengenai seksisme, ekonomi, etika perempuan bermain bola, sejarah hingga bagaimana perempuan bermain bola di tengah konflik dan peperangan, dengan menelusuri laman ini: Ragam Cerita Sepakbola Perempuan.


***

Babak penyisihan grup Piala Dunia Perempuan tahun ini telah usai. Dua puluh empat negara dari berbagai benua bertarung demi tempat di babak 16 besar. Juara dan runner up tentu secara otomatis akan melenggang ke babak selanjutnya. Total 12 kesebelasan yang menjadi juara grup dan runner up (6+6) ditambah empat kesebelasan dari peringkat tiga terbaik akhirnya menggenapi 16 tim yang akan berlaga mulai 20 Juni nanti demi memperebutkan tempat di babak perempatfinal.

Benua Asia yang juga dihuni sang juara bertahan, Jepang, akhirnya mengirimkan empat dari lima perwakilannya menuju babak enam belas besar. Praktis hanya Jepang saja yang berstatus juara grup. Sisanya berstatus runner up grup.

Satu-satunya tim Asia yang harus tersingkir dari persaingan peringkat tiga terbaik adalah Thailand. Negeri Asia Tenggara ini gagal lolos karena teralu banyak kebobolan walaupun sempat meraih poin penuh saat melawan Pantai Gading, pekan lalu. Tapi apa pun hasil itu, Thailand sangat layak berbangga hati karena menjadi tim Asia Tenggara pertama yang berhasil mencicipi Piala Dunia Perempuan.

Secara kuantitas, tentu hal ini sangat membanggakan bagi Asia. Setelah bertahun-tahun, sejak 1991 penyelenggaran Piala Dunia Perempuan pertama kali dihelat di Cina (yang juga di Asia), praktis paling banyak hanya mengirimkan dua negara ke babak perempat final. Kini Asia bisa mengirim empat kesebelasan ke babak 16 Besar.

Dari sisi prestasi pun Asia tidaklah buruk. Cina sempat lolos ke semifinal pada 1995 dan 1999 secara berturut-turut. Puncaknya Jepang berhasil menjadi Asia pertama yang berhasil menjadi juara dunia dalam Piala Dunia Perempuan 2011. Inilah untuk pertama kalinya Asia berhasil menjadi juara dunia, baik di kategori pria maupun perempuan, maupun kategori senior atau yunior.

Perbandingan negara Asia yang lolos fase grup dari tahun ke tahun.
Perbandingan negara Asia yang lolos fase grup dari 1991 s/d 2015.

AFC, sebagai badan tertinggi sepakbola benua Asia, sangat bersungguh-sungguh membenahi dan mendukung sepakbola perempuan dengan memberikan bantuan moral dan dana. Sebelum keberangkatannya ke Kanada pada akhir 2014 lalu, AFC mengucurkan dana sebesar satu juta dollar untuk persiapan Piala Dunia Perempuan 2015 yang masing masing dibagikan pada setiap negara peserta sebesar 200.000 dollar.

Hal ini diperkuat pernyataan Moya Dood, Wakil Presiden AFC. Ia berkata: “Saya sangat senang melihat federasi (AFC) dapat membantu serta menyokong perkembangan sepakbola di berbagai level.”

Moya Dood  yang menjabat selaku wakil presiden AFC dan komite sepakbola perempuan AFC menegaskan bahwa upaya ini adalah salah satu dukungan dan membuka kesempatan bagi perempuan di Asia supaya bisa bergabung dan berprestasi dalam permainan paling populer di kolong langit ini.

Perjuangan Thailand dan Korea Selatan tahun ini di babak penyisihan grup mestinya sudah merefleksikan perkembangan sepakbola perempuan di Asia. Thailand, yang awalnya tak terprediksi untuk berbicara banyak karena berada satu grup dengan para raksasa seperti Jerman, Norwegia dan Pantai Gading, toh akhirnya tidak mengecewakan. Kendati gagal lolos babak grup, mereka masih sempat meraih kemenangan dengan mengalahkan Pantai Gading. Ya, mereka telah merealisasikan mimpi-mimpi bangsa Thailand di Piala Dunia.

Peningkatan kuantitas serta kualitas dari tahun ke tahun ini membuktikan keseriusan federasi sepakbola mereka untuk mengembangkan sepakbola perempuan. Karena, perlu dicermati, bahwasanya sepakbola bukan hanya menjadi hak laki-laki saja. Perempuan, dengan segala keterbatasannya secara sosial, mereka juga punya hak untuk bermain bola. Dan jika diberi kesempatan dan sokongan yang tepat, mereka boleh jadi lebih bisa membanggakan bangsa dan negaranya ketimbang pria.

Bahkan banyak orang yang mengikuti perkembangan sepakbola perempuan percaya bahwa ada banyak pelajaran yang bisa dipetik dari sepakbola perempuan. Secara moral dan etik, perempuan bahkan dipercaya jauh lebih terhormat dan lebih fair play dalam bermain ketimbang laki-laki yang sudah terlalu sarat dengan kelicikan dan tipu-tipu.

Di saat yang bersamaan dengan Piala Dunia Perempuan, digelar semacam workshop penegembangan sepakbola perempuan selama tiga hari yang diadakan AFC. Mereka membahas kunci-kunci persiapan menuju turnamen (Piala Dunia Perempuan) dan membahas juga bagaimana sepakbola perempuan dikembangkan di Asia, khususnya di Asia Barat dan Asia Tenggara (simak bagaimana perempuan Iran bermain bola karena memang ingin merasakan kebahagiaan atau getir dan pahitnya usaha perempuan Palestina untuk bermain sepakbola di tengah peperangan yang mematikan).

Keinginan AFC memang masuk akal karena dominasi Asia Timur memang tak terbantahkan. Jepang, Cina, Korea Selatan, Korea Utara bahakan Cina Taipei adalah negara-negara langganan Piala Dunia Perempuan. Namun kini Australia dan Thailand membuktikan ada bagain Asia lainnya yang mampu berprestasi.

Tulisan dan grafis diolah dari berbagai sumber

Sumber gambar: zimbio.com

Komentar