Harapan-harapan (Palsu) Sepp Blatter

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Harapan-harapan (Palsu) Sepp Blatter

Presiden FIFA, Joseph "Sepp" Blatter, amat bersikukuh agar pemilihan presiden baru FIFA 2015 dilaksanakan sesuai rencana. Zurich sempat terusik dengan adanya penangkapan sejumlah pejabat FIFA pada Rabu (27/5) kemarin. Sejumlah pihak menyarankan agar pemilihan presiden baru FIFA, ditunda hingga waktu yang tidak ditentukan. Tidak sedikit pula yang menyarankan Blatter mengundurkan diri karena kondisi FIFA saat ini yang terlibat kasus suap, korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan yang sedang diusut pengadilan Amerika Serikat.

Namun, Blatter bergeming. Ia bahkan sesumbar demi kelancaran organisasi, ia siap menjadi presiden lagi dan membasmi semua kasus yang menimpa organisasi yang ia nahkodai.

"Biarkan saya yang menjelaskannya. Kesalahan seperti ini seharusnya tidak ada dalam sepakbola. Kami pastikan mereka yang terlibat dikeluarkan," tulis pernyataan resmi Blatter di situs FIFA.

Terdengar begitu mudah bagi Blatter untuk "mengeluarkan" mereka yang terlibat. Padahal, Presiden Concacaf, Jeffrey Webb, yang ditangkap oleh pihak berwenang, adalah salah seorang loyalis Blatter. Ia selalu memberikan dukungan penuh bagi sang presiden. Tak lupa, ia pun kerap memberi pujian setinggi langit lewat kata-kata "futuristik", "bapak sepakbola", atau apalah itu.

Seperti halnya duri dalam daging, Blatter lebih merelakan para loyalisnya (kita sebut saja demikian) ketimbang menyerahkan dirinya sendiri untuk diperiksa. Namun, cara pria 79 tahun tersebut mencuci bersih tangannya adalah hal yang biasa, seperti halnya beragam janji yang sering ia ucapkan. Blatter memang memiliki ribuan cara memikat banyak pihak untuk mendukungnya. Semua seperti sudah tersusun rapi dan diatur jauh-jauh hari agar ia bisa menghegemonikan kekuasaannya.

Blatter begitu pintar dalam mencari celah dukungan. Salah satunya seperti dukungan yang ia dapatkan dari negara-negara di Konfederasi Afrika. Terdapat dua cara agar para penggemar sepakbola mengakui seorang Presiden FIFA, yakni anti kolonial dari dunia ketiga, atau politisi cerdik yang tahu persis hal yang seharusnya dilakukan di tempat dan waktu yang tepat untuk memastikan apa kebutuhan masyarakat.

Dihukum FIFA itu rupanya tidak semengerikan yang kita kira, ada beberapa contoh yang menarik dari kasus hukuman dari mereka. Maka dari itu Yunani berani menentang dari intervensi FIFA.Kendati di sisi lain sangat sulit mereformasi FIFA atau bahkan mengalahkan Blatter sekalipun

Konfederasi Afrika begitu bersyukur karena Blatter memberi kuota bagi Afrika dengan menunjuk Afrika Selatan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010. Dengan itu, pembangunan infrastruktur  diharapkan bisa mulai intensif dilakukan di Afrika.

Cara tersebut faktanya menarik simpati yang besar. Perwakilan Konfederasi Sepakbola Afrika (CAF), Kwesi Nyantakyi, menyatakan bahwa "Afrika solid di belakang Blatter," tegasnya.

Pun dengan Konfederasi Oseania (OFC). Sebelum pemilihan presiden 2011, Blatter melancarkan strategi politik dengan pemberian sumbangan ke tiap konfederasi. Ia sengaja mendarat di Pago Pago, ibu kota Samoa Amerika, untuk menghadiri kongres Konfederasi Oseania. Blatter pun mengumumkan bahwa setiap asosiasi negara akan mendapatkan bonus 300 ribu dollar Amerika, termasuk 11 asosiasi negara dari Oseania.

Bonus tersebut terbilang besar untuk negara-negara di Oseania. "Himbauan" dan janji pemberian uang tersebut disambut dengan baik langsung oleh presiden Federasi Sepakbola Oseania, David Chung, "Untuk Presiden FIFA, kami berhutang budi kepada Anda. Kami berada di belakang anda 100 persen."

Sebelumnya, saat gempa bumi mengguncang Haiti pada 12 Januari 2012, Blatter bergerak cepat. Ia langsung mengontak Presiden Federasi Sepakbola Haiti, Yves Jean-Bart, dan mengirimkan sedikitnya 250 ribu dollar Amerika untuk bantuan sepakbola di Amerika Tengah.

"Pada awalnya kami mendapat kiriman beras, tapi jika Anda menghitung itu bernilai kurang dari 10 ribu dolar," imbuh Jean-Bart. Padahal jika dihitung-hitung bantuan membuka kembali kantor, pertandingan berjalan kembali dan barang lainnya membutuhkan dana minimal 429 ribu dollar. Hampir lima tahun kemudian FIFA hanya mengatakan masih menyelidiki dengan masalah sepakbola Haiti.

Australia adalah salah satu pihak yang begitu vokal mengkritik Blatter. Mereka pun kemudian mulai didekati oleh Blatter lewat janji-janji dan rayuannya. Blatter menyatakan jika Australia amat berpotensi menjadi tuan rumah Piala Dunia."Kita dapat mengatakan dengan keyakinan bahwa itu akan menjadi lebih dari layak jika Australia menjadi panggung Piala Dunia," tutur Blatter.

Soal janji-janji ini, Presiden UEFA, Michel Platini, sempat merasa dikhianati Blatter terkait kesepakatan politik pada pemilihan 2011. "Dia meminta kami untuk medukung dia untuk menjadi jangka terakhirnya dan sekarang dia kembali lagi seakan tidak ada yang terjadi," ungkap Platini seperti yang dikutip dari Deutsche Welle.

Ya, rupanya pria yang menjadi Presiden FIFA sejak 1998 tersebut malah mengungumkan keinginannya menjabat selama empat tahun lagi. Sebelumnya, Blatter meminta dukungan menjadi presiden FIFA kembali kepada Platini untuk menyukseskan Piala Dunia 2014 sebagai kontribusi terakhir Blatter di FIFA. Namun, kenyataanya, Blatter selalu ingin lebih.

Alhasil Platini pun memalingkan suaranya kepada Pangeran Ali sebagai satu-satunya kompetitor Blatter menjadi Presiden FIFA periode 2015 sampai 2019 nanti. Platini menduga ada sesuatu rencana serta misi besar yang belum diselesaikan Blatter bersama FIFA. Akan tetapi disarankan agar Blatter lebih memikirkan kondisinya sendiri terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh lagi. "Jika Blatter benar-benar mencintai FIFA, ia harus memikirkan dirinya sendiri sebelum memikirkan itu," cetus Platini.

Sebagai sentimen lain bermaksud supaya Blatter lebih memikirkan kondisinya saat ini saat usia mulai renta itu bukan waktunya menambah masalah. Bayangkan apa yang terjadi kepada pria asal Swiss tersebut jika harus menjalani masa tuanya di balik jeruji penjara tanpa bisa menikmati sepotong roti dan teh sambil menyaksikan Piala Dunia di depan televisi rumahnya.

Komentar