Pemain-pemain Termahal Dunia yang Lebih Buruk dari Gareth Bale

Cerita

by Ardy Nurhadi Shufi

Ardy Nurhadi Shufi

Juru Taktik Amatir
ardynshufi@gmail.com

Pemain-pemain Termahal Dunia yang Lebih Buruk dari Gareth Bale

Ketika Cristiano Ronaldo dihargai 80 juta poundsterling atau sekitar 94 juta euro oleh Real Madrid pada 2009, hanya sedikit saja orang yang meragukan harga mahal itu. Orang mungkin tidak suka kepadanya, tapi ketika itu Ronaldo memang salah satu pemain terbaik dunia yang nyaris sudah mendapatkan banyak hal: dari gelar liga domestik, Liga Champions hingga gelar pemain terbaik dunia (Ballon d'Or 2008). Pendek kata, lebih banyak orang yang menyebut Madrid layak mengeluarkan uang sebanyak itu memindahkan Ronaldo dari dari Manchester United.

Sebagai pemain termahal dunia, agaknya Ronaldo tak terbebani dan tetap fokus menjalani karir. Bahkan selama enam musim berbaju kesebelasan berjuluk Los Galacticos tersebut, CR7 menorehkan catatan yang luar biasa, 310 gol dicetaknya dari 299 penampilan, dan masih akan terus bertambah. Plus juara La Liga, Liga Champions dan dua kali menyabet Ballon d'Or.

Namun tak semua bisa seperti Ronaldo. Tengok saja apa yang terjadi dengan rekan Ronaldo saat ini, Gareth Bale. Musim keduanya bersama Madrid, Bale terus mendapatkan tekanan dari para pendukung Madrid dan media Spanyol. Penampilan pemain asal Wales tersebut pada musim ini dinilai jauh dari kata memuaskan, terlebih setelah Madrid gagal di La Liga, Liga Champions, dan Copa del Rey.

Bermain di kesebelasan bertabur bintang seperti Real Madrid dan menyandang sebagai pemain termahal adalah tekanan yang dialami Bale. Cemoohan dan hasil yang berimbang dengan nilai transfernya itu membuat Bale dianggap over-price.

Tapi Bale bukanlah pemain pertama yang menanggung beban berat saat menjalani karirnya sebagai pemain termahal duni. Jika dihitung sejak 1990 hingga saat ini, terdapat tiga pemain termahal dunia yang prestasinya tak berbanding lurus dengan harganya yang setingi langit. Siapa sajakah mereka?

Gianluigi Lentini (1992)

Gianluigi Lentini merupakan pemain berbakat yang diminati banyak kesebelasan Italia atas kiprahnya bersama Torino pada awal dekade 90-an. Setelah mengantarkan promosi Torino dengan menjuarai Serie B pada musim 1989-1990, Lentini menjadi figur penting skuat Torino yang langsung melesat ke peringkat tiga pada musim 1991-1992.

Lentini semakin diandalkan pada musim tersebut. Pemain yang berposisi sebagai pemain sayap ini pun berhasil mengantarkan Torino mencapai babak final Piala Uefa (sekarang Europa League). Namun pada babak final yang berlangsung dua leg tersebut, Il Toro, julukan Torino, kalah gol tandang setelah hasil imbang 2-2 di kandang Torino, dan hasil 0-0 pada leg kedua.

Atas penampilan gemilangnya tersebut, Lentini mendapatkan panggilan pertamanya dari timnas Italia. AC Milan pun tertarik untuk menggunakan jasa pemain yang saat itu masih berusia 23 tahun. Saking ngebet-nya, Milan rela mengeluarkan 13 juta poundsterling untuk membuat Lentini berseragam Milan.

Nilai transfer tersebut memecahkan rekor transfer termahal dunia yang sebelumnya dipegang Gianluca Vialli yang direkrut Juventus dari Sampdoria, senilai 12 juta pounds. Milan pun diprediksi akan semakin kuat bersama Lentini.

Simak juga tulisan tentang Vialli yang menceritakan perbedaan sepakbola Italia dan Inggris

Lentini pun menunjukkannya dengan menyumbang tujuh gol bagi skuat Milan musim 1992-1993 asuhan Fabio Capello. Pada musim perdananya tersebut, Lentini menjadi sosok penting skuat Milan yang menjuarai Serie A, satu Super Italia, dan runner-up Liga Champions.
via bbc.co.uk
via bbc.co.uk

Namun Lentini mengalami kecelakaan lalu lintas saat ia hendak menuju Genoa untuk mengikuti latihan pra-musim bersama Milan pada musim keduanya. Kecelakaan tersebut membuatnya koma selama dua hari dan harus absen selama satu musim.

Ia kembali ke lapangan pada musim berikutnya. Namun Lentini yang mengalami amnesia ringan bukan lagi Lentini dengan kemampuan mengolah si kulit bundar yang luar biasa. Permainannya benar-benar menurun dan membuatnya lebih sering duduk di bangku cadangan.

“Anda tentu mengetahui kemampuannya, sebelum dan sesudah kecelakaan itu terjadi,” ujar rekan setimya, Marcel Desailly. “Keseimbangannya dalam bermain telah berbeda.”

Empat musim bersama Milan, ia hanya menorehkan 60 penampilan dengan 13 gol. Selama empat musim, pemain termahal 1992 itu lebih sering duduk di bangku cadangan. Setelah masa kontraknya dengan Milan habis, Lentini pun tercatat sempat membela Atalanta dan Torino sebelum membela lima kesebelasan Serie C dan D.

Tapi Lentini baru memutuskan untuk pensiun pada 2012, pada usia 43 tahun. Rekor transfernya sendiri dipecahkan Alan Shearer yang hijrah dari Blackburn Rovers ke Newcastle United dengan nilai transfer 15 juta pounds pada 1996.

Denilson (1998)

Piala Dunia seringkali menjadi panggung bagi sejumlah pemain untuk unjuk gigi. Dan pada Piala Dunia 1998 yang dihelat di Prancis, Denilson de Olivera Araujo atau yang lebih akrab dikenal dengan nama Denilson, mendapatkan berkahnya.

Dari kesebelasan asal Brasil, Sao Paulo, Denilson yang saat itu berusia 21 tahun memecahkan rekor transfer dunia setelah direkrut oleh Real Betis dengan nilai transfer 21,5 juta pounds atau sekitar 30 juta euro.

Saat itu pemain yang beroperasi di sisi kiri ini memang salah satu talenta menjanjikan dari Brasil. Pada usia 17 tahun, pemain yang handal dalam melakukan step over dalam melewati lawan ini, telah menjalani debut senior bersama Sao Paulo. Ia pun telah menjalani debut senior bersama timnas Brasil sebelum usianya genap 20 tahun.

Itulah yang membuat Betis rela merogoh kocek lebih dalam untuk mendatangkan Denilson bermain di La Liga. Betis yang dua musim sebelum kedatangan Denilson menjadi runner-up La Liga, bertekad mengakhiri puasa gelar La Liga, di mana terakhir kali mereka mendapatkannya pada musim 1934-1935.

Namun harapan tinggal lah  harapan. Pada musim perdananya di La Liga, Denilson yang bermain dalam 35 pertandingan, hanya mampu mencetak dua gol. Betis pun harus puas duduk di peringkat 11 pada akhir klasemen.

Lebih buruk, Denilson kembali gagal membuktikan diri bahwa dirinya layak dilabeli sebagai pemain termahal dunia 1998. Pada musim 1999, ketika rekor transfer termahalnya dipacahkan Christian Vieri yang dibeli SS Lazio dari Internazionale Milan dengan 32 juta pounds atau hampir 50 juta euro, Denilson tak mampu menyelamatkan Betis dari jurang degradasi.

via: publika.az
via: publika.az

Atas performa buruknya tersebut, Denilson sempat dipinjamkan untuk membela kesebelasan Brasil, Flamengo. Namun ia hanya bermain selama enam bulan di mana ia kembali membela Betis pada awal Januari 2001

Sejak saat itu, Denilson tak lagi dianggap sebagai pemain hebat karena Betis tak kunjung meraih prestasi sekembalinya ke La Liga. Adapun ketika Betis meraih peringkat empat dan mendapatkan tiket Liga Champions, ia hanya turun sebagai starter sebanyak tiga kali dan total bermain sebanyak 290 menit pada musim tersebut.

Sempat semusim membela Bordeaux, Denilson lantas memulai perjalanannya sebagai perantauan. Dimulai dari membela kesebelasan Arab Saudi, Al-Nassr, ia pun kemudian sempat membela kesebelasan Amerika Serikat, kembali ke Brasil, Vietnam. Sementara itu, Nea Kavala FC, kesebelasan Yunani, merupakan kesebelasan terakhirnya sebelum akhirnya pemain termahal 1998 itu untuk memutuskan pensiun pada 2010.

Christian Vieri (1999)

Setelah performa gemilangnya bersama Atletico Madrid dan timnas Italia pada Piala Dunia 1998, Christian Vieri kembali ke Serie A setelah direkrut SS Lazio dengan nilai transfer 25 juta euro. Dan bersama Lazio, Vieri menjalani musim yang baik dengan mencetak 14 gol dari 28 penampilan, di mana berkat performanya ini Lazio meraih Piala Super Italia dan UEFA Cup Winner’s Cup.

Performa itu pun membuat Internazionale Milan kepincut akan kemampuan Vieri. Bahkan ketika Lazio meminta 32 juta pounds atau setara dengan 49 juta euro, Inter pun menyanggupinya. Nilai transfer yang menjadi rekor termahal dunia pada saat itu pun dikeluarkan dengan harapan Inter kembali meraih trofi Serie A yang terakhir kali mereka dapatkan pada 1988-1989.

vieri inter

Mendatangkan Vieri sendiri merupakan keinginan pelatih Inter saat itu, Mercelo Lippi. Lippi dan Vieri pernah bekerja sama saat Lippi melatih Juventus dan Vieri adalah salah satu pemainnya. Dan saat keduanya bekerja sama di Juventus, Vieri menjadi pencetak gol terbanyak klub bersama Alen Boksic dan mengantarkan Juve meraih scudetto dan mencapai babak final Liga Champions 1997-1998.

Kehadiran Vieri ini dimaksudkan untuk menggantikan peran Ronaldo da Lima yang mulai mengalami serangkaian cedera lutut. Pada musim pertama Vieri, Ronaldo mengalami cedera yang mana ia baru kembali bermain setelah melewati dua kali operasi dan masa rehabilitasi selama 20 bulan.

Vieri pun menjadi andalan setelah pada musim pertama menjadi pencetak gol terbanyak Inter dengan 13 gol dari 19 penampilan. Ia pun bahkan berhasil menyisihkan penyerang Inter lainnya macam Ivan Zamorano, Hakan Sukur, Robbie Keane, Nicola Ventola, Mohammed Kallon, Hernan Crespo, Julio Cruz, Obafemi Martins, hingga Gabriel Batistuta.

Namun meski gol demi gol ia cetak, prestasi tak kunjung hadir bagi skuat berjuluk La Beneamata ini. Dan Adriano Leite yang didatangkan pada musim 2003-2004 perlahan mulai mengancam posisinya saat menjadi pencetak gol terbanyak kedua Inter pada musim itu di bawah Vieri.

Dan benar saja, pada musim kedua, Vieri mulai tergusur oleh Adriano. Adriano yang pada musim pertamanya mencetak sembilan gol dari 16 penampilan, menjadi pencetak gol terbanyak Inter dengan 16 gol dari 30 penampilan. Vieri berada di bawahnya dengan mencetak 12 gol. Massimmo Moratti, presiden Inter saat itu, lebih sering memuji-muji Adriano ketimbang Vieri saat Inter menjuarai Coppa Italia pada musim 2004-2005.

“Kami [Moratti-Vieri] memiliki hubungan yang baik, bahkan sangat baik,” ujar Vieri pada Gazzetta dello Sport. “Kami sering berbincang dengan baik, bahkan pada pukul tiga pagi, membicarakan banyak hal. Namun setelah kedatangan Adriano, panggilan telepon mulai berkurang. Tapi seperti itulah sepakbola.”

Dan pada Juli 2005, Vieri akhirnya memutuskan untuk hengkang dari Inter dengan memutus kontraknya lebih awal, dan bergabung ke AC Milan. Dan selama berseragam di Inter, si pemain termahal dunia pada 1999 itu hanya menyumbang satu piala bagi skuat biru-hitam. Dan piala itu hanya sekadar Piala Coppa Italia.

***

Setelah Vieri, status pemain termahal berikutnya lahir berkat pembelian yang dilakukan Real Madrid. Dimulai dari Luis Figo yang mengalahkan nilai transfer Hernan Crespo pada saat yang sama (tahun 2000), diikuti oleh Zinedine Zidane pada pada tahun 2001.

Sebenarnya Kaka yang juga didatangkan pada 2009 sempat menjadi rekor termahal dunia mengalahkan nilai transfer Zidane. Kaka pun menjalani musim yang buruk bersama Madrid di mana ia kerap memanaskan bangku cadangan. Namun pembelian Ronaldo dua minggu berselang menjadikan Kaka bukan lagi berstatus pemain termahal dunia saat itu.

Bale menyusul lima tahun berselang. Dan jika melihat tiga nama di atas, ia yang saat ini dinilai over-price tampaknya tak termasuk dalam pemain termahal dunia yang gagal. Ia setidaknya telah menyumbang satu trofi Liga Champions layaknya Figo, Zidane, dan Ronaldo. Bahkan Bale lebih baik dibanding pendahulunya macam Roberto Baggio dan Ronaldo da Lima yang hanya meraih Piala UEFA saat menjadi pemain termahal dunia dalam 25 tahun terakhir.

Ya, dibandingkan dengan Lentini, Denilson, dan Vieri, pencapaian Bale yang dalam dua musim meraih trofi Liga Champions, Piala Dunia Antar Klub, Copa del Rey, dan Super Eropa, tentunya raihan Bale tak terlalu mengecewakan.

foto: publika.az

Komentar