Saat Kebrutalan Polisi Mewarnai Pesta Juara Benfica

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Saat Kebrutalan Polisi Mewarnai Pesta Juara Benfica

Lemparan suar (red flare) dari tribun belakang gawang Stadion Dom Afonso merupakan awal dari pesta suporter Benfica usai menjuarai Liga Portugal. Kejadian tersebut merupakan awal dari pesta juara Primeira Liga Portugal musim ini. Pertandingan pekan ke-33 yang masih menyisakan dua menit tersebut mesti dihentikan.

Hasil seri 0-0 atas tuan rumah Victoria Guimaraes tersebut sudah cukup bagi Benfica untuk menjadi kampiun Liga Portugal. Kedudukan imbang tersebut mampu mengamankan Si Elang, julukan Benfica, dari kejaran Porto sebagai rivalnya yang menduduki peringkat kedua klasemen Liga Primer Portugal. Poin 82 yang diraih Benfica dari 33 laga sudah tidak mungkin dikejar Porto yang mengumpulkan 79 poin.

Istimewanya, gelar yang didapatkan Si Elang (The Eagles) tersebut bukanlah pencapaian biasa. Pasalnya, untuk kedua kalinya bahkan pertama kali sejak 31  tahun silam yakni 1982/1983 dan 1983/1984, Benfica berhasi mempertahankan gelar, karena pada musim 2013/2014 kesebelasan besutan Jorge Jesus ini juga berhasil menjadi juara.

"Kami telah mengalahkan tim (FC Porto) tim yang hebat, yang memiliki pemain hebat. Tapi Benfica adalah tim yang jauh lebih baik, bersatu dan lebih berpengalaman," ujar Jesus sebelum perayaan yang akan dimulai di pusat kota Lisbon, seperti yang dikutip Daily Mail.

Sementara itu, di luar lapangan terjadi beberapa insiden yang cukup menyakiti suporter Si Elang itu sendiri. Usai pertandingan, terekam sebuah video yang cukup mengerikan ketika seorang anak harus melihat ayah dan kakeknya disiksa polisi anti huru-hara.

Dalam rekaman, pada awalnya polisi berbicara dengan keluarga penggemar Benfica tersebut. Diketahui jika sang ayah melakukan komplain kepada kepolisian karena kinerja keamanan stadion saat pertandingan cukup buruk karena penonton harus tertahan dalam waktu lama di dalam stadion.

Perbincangan yang awalnya terlihat baik-baik berubah menjadi tegang karena salah satu dari polisi mencoba menahan dan memukul sang ayah terlebih dahulu. Kemudian salah satu petugas memukul wajah kakek dua kali sebelum kembali menyerang sang ayah memakai tongkat. Meski telah tersungkur ke tanah, si polisi membabi buta menyerang sang ayah. Mereka menghajar keluarga tersebut di hadapan mata sang anak kecil yang histeris. Entah bagaimana perasaan anak kecil yang dipertontonkan keluarganya dihajar membabi buta oleh pihak yang seharus mengamankan mereka di stadion.



Keesokan harinya sekitar 500 ribu penggemar Benfica sudah memadati daerah Marques de Pombal di pusat kota Lisbon untuk merayakan gelar juara beruntun sejak musim lalu. Malam itu suasana kota menjadi warna merah perpaduan antara atribut Si Elang dan suar yang menyala-nyala. Para pemain dengan penggemar pun berbaur menjadi satu dalam perayaannya.

Namun, bentrokan masih tetap saja terlihat. Beberapa penggemar terlibat gesekan dengan kepolisian yang berjaga. Entah apa dan siapa yang memulai kekerasan, tapi penggemar Benfica mulai membalas pukulan kepolisian dengan lemparan batu, botol, dan suar. Untuk sejenak, pesta perayaan menjadi mencekam.

Meski sempat diwarnai gesekan, manajemen Benfica sendiri tetap menghargai para suporternya. Sang presiden, Filipe Vieira, mengatakan jika gelar juara Si Elang yang ke-34 ini dipersembahkan kepada para pendukung yang setia kepada Benfica. "Kami semua bahagia. Semua penggemar Benfica senang dan gelar ini didedikasikan untuk mereka semua," ujarnya seperti yang dikutip dari Mirror.

Entah apa yang dipikirkan polisi anti huru-hara Portugal ketika menerima berbagai ekspresi para suporter dari tribun atau lapangan sepakbola. Terutama jika melihat kasus keluarga yang dipukuli setelah melakukan sedikit protes layanan keamanan. Perlukah seorang anak kecil yang mencoba tenang duduk sambil meminum air mineral karena terhimpit di stadion terpaksa semakin histeris melihat "pembelanya diamankan" dengan kekerasan? Bukan tidak mungkin sang anak justru tumbuh menjadi pendendam kepada pihak kepolisian Portugal suatu hari nanti.

Pada 11 November 2007 silam seorang penggemar Lazio bernama Gabriele Sandri tewas ditembak polisi. Di Makedonia pun tangan seorang suporter pernah diledakan polisi memakai Flashbang. Tapi jika di Brazil para kepolisian mengaku lebih takut kepada gengster daripada jaringan Al Qaeda.

Komentar