Menanti Keajaiban di Allianz

Taktik

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Menanti Keajaiban di Allianz

Selalu ada target besar yang ditujukan pada kesebelasan besar setiap musimnya. Beban tersebut mesti ditanggung oleh seorang pelatih yang mengatur kondisi internal kesebelasan. Dalam hal ini, beban berat begitu terasa pada pundak Pep Guardiola yang menahkodai raksasa Jerman, Bayern Munich.

Pep mengalami pengalaman tak menyenangkan saat ia pulang ke Camp Nou dalam leg pertama babak semifinal Liga Champions pada Kamis (7/5) pekan lalu. Pelatih berkebangsaan Spanyol tersebut dipermalukan mantan kesebelasannya dengan tiga gol tanpa balas.

Kekalahan tersebut membuat langkah Die Roten, julukan Bayern, semakin berat untuk melenggang ke final yang akan diselenggarakan di Berlin, Jerman, pada 6 Juni 2015 mendatang. Bukan cuma karena harus menang lebih dari tiga gol, tapi karena lawan yang dihadapi Bayern adalah Barcelona, pemuncak klasemen sementara La Liga 2014/2015.

Rabu (13/4) dini hari nanti, Phillip Lahm dan kolega mesti mengulang kedigdayaan yang mereka tunjukan kala membantai Porto pada leg kedua babak perempat final musim ini. Bayern kala itu sukses membalikan keadaan setelah menang besar 6-1 di Allianz Arena. Sebelumnya, Bayern dikandaskan 1-3 oleh di Portugal. Namun, lagi-lagi, Barcelona bukanlah Porto.

Membalikan Keadaan

Walau sulit, tapi penggemar Bayern masih memiliki harapan agar mereka melakukan hal yang sama kala menjamu Barcelona sama seperti saat mengalahkan Porto.

Tidak ada yang tidak mungkin dalam sepakbola. Pada 2004, jauh dari kota Munich keajaiban dirasakan oleh Deportivo La Coruna, kesebelasan asal Spanyol. Kala itu, Deportivo dibantai AC Milan dengan skor 4-1 di Stadion San Siro. Keajaiban pun terjadi pada leg kedua babak perempat final Liga Champions di Stadion Riazor, A Coruna. Super Depor, julukan Deportivo, membalikan keadaan dengan menang 4-0. Padahal, saat itu materi pemain Milan bisa dibilang lebih baik ketimbang Deportivo yang "hanya" diperkuat Diego Tristan, Albert Luque, Walter Pandiani dan lainnya. Milan pun berstatus sebagai juara bertahan setelah meraih gelar Liga Champion 2002/2003.

Keajaiban pernah terjadi kepada kesebalasan negara Kosta Rika pada babak 16 besar Piala Dunia 2014. Begitu juga dengan Carpi yang menembus Serie-A musim depan pertama kalinya walau pernah bangkrut. Atau bahkan keajaiban bisa diharapkan kepada seekor ikan mas sekalipun seperti Millwall yang ingin selamat dari degradasi.

Keajaiban Deportivo tersebut agaknya mesti dipercayai oleh Pep. Pada semifinal Liga Champions 2012/2013 Bayern pernah mengalahkan Barcelona dengan skor 4-0 pada 24 April 2013 di Allianz Arena.

"Saya akan senang untuk mencetak tiga gol dalam lima menit. Tapi semakin kau cepat menuju ke depan, semakin cepat tim bangkit untukmu. Jika kita kehilangan bentuk, maka mereka (Barcelona) akan menghukum kita," ujar Pep itu dikutip Daily Mail.

Lewat Perubahan Taktikal

Tentu cuma beharap keajaiban dan mental tidaklah cukup. Dalam waktu 90 menit nanti atau bahkan lebih, diperlukan beberapa perubahan taktikal agar Munchen bisa menang dengan selisih empat gol tanpa kebobolan.

Pada leg pertama Guardiola membuat keputusan yang sangat aneh dengan strategi man to marking kepada Barca. Saat itu Pep seolah mengabaikan formasi 3-4-2-1 yang diterapkan pada susunan pemain. Padahal para pemain Blaugrana, julukan Barca, kerap bergerak ke seluruh penjuru lapangan.

Bayern bisa memanfaatkan lebar lapangan di hadapan pendukungnya nanti terutama pada sektor sebelah kiri. Pos kiri Die Roten yang ditempati Juan Bernat merupakan pemain yang kerap bermain melebar dengan insting defensif dan ketajaman menyerang yang baik.

Tentunya peran Bernat cocok untuk membatasi sisi kanan Barca yang sering mendorong full-back kanan mereka yakni Dani Alves bergerak membantu serangan. Blaugrana ,di bawah tangan kepelatihan Luis Enrique, memang memberikan keleluasaan kepada dua full-back mereka membantu serangan dengan meninggalkan pertahanan kesebelasan.

Di sisi lain, Bastian Schweinsteiger perlu bermain lebih melebar untuk membantu Bernat untuk membatasi ruang bagi Luis Suarez dan Lionel Messi yang sering bergerak di sektor kanan. Dengan kata lain, Schweinteiger bakal bekerja dua kali lipat dalam bertahan maupun menyerang.

Pergerakan Robert Lewandoski yang bermain melebar bisa memberikan ruang di pertahanan Barca ketika Bayern melancarkan serangan balik. Hal tersebut diharapkan mampu menarik bek tengah Barca antara Javier Mascherano maupun Gerard Pique untuk berada dalam situasi satu lawan satu. Selain itu, pergerakan melebar Lewandowski bisa memaksa Sergio Busquets sebagai gelandang bertahan Blaugrana membuka ruang lebih dalam yang bisa dieksploitasi Schweinsteiger.

Kebugaran pemain menjadi batu ganjalan Die Roten. Pemain-pemain penting seperti Franck Ribery, Arjen Robben, David Alaba serta belum 100 persennya Javi Martinez dirasa kurang menggarami sayur yang dimasak Guardiola.

Keharmonisasian antara Pep dengan Thomas Mueller pun masih diragukan setelah adanya cekcok pada pertemuan leg pertama. Bukan tidak mungkin jika Guardiola bisa memilih Mario Goetze untuk mengganti Mueller. Dengan asumsi Gotze bisa lebih membantu Bernat meredam Alves di sisi kanan Barca, termasuk memberikan keleluasaan Lewandowski untuk bergerak mengacaukan duet bek tengah Blaugrana.

Selain faktor kebugaran dan situasi kesebelasan yang memanas, performa Lahm dkk., pada empat laga terakhir juga sangat meragukan. Empat laga terakhir Bayern termasuk pertemuan dengan Barca pada leg pertama semifinal Liga Champions 2014/2015 berakhir dengan kekalahan. Hal tersebut membuat peluang Bayern terbilang sulit untuk membalikan keadaan.

Tapi tidak ada yang tidak mungkin dalam sepakbola. Situasi bisa saja berubah. Barcelona, apakah kau mau mengalah demi Guardiola?

Komentar