Mengharapkan Kemurahan Hati Anak Tiri

Cerita

by Redaksi 43

Redaksi 43

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Mengharapkan Kemurahan Hati Anak Tiri

Sebagai seorang ayah, Abedi Pelé mencintai André Ayew dan Jordan Ayew sama besarnya. Tidak begitu halnya dengan Olympique de Marseille, yang pada pertengahan tahun 2014 melepas Jordan namun mempertahankan André. Marseille memperlakukan Jordan seperti seorang anak tiri; sebuah langkah yang pada akhirnya terbukti salah. Jordan selalu berhasil menghantui dan menjadi batu sandungan bagi ambisi Marseille.

Kesulitan, bagaimanapun, tidak semuanya menjadi milik Marseille. Jordan, jika memang benar menyimpan dendam kepada kesebelasan lamanya, menghadapi kondisi yang penuh dilema hari ini. Kemenangan atas Girondins de Bordeaux akan membantu kesebelasannya, Football Club Lorient-Bretagne, menjauh dari zona degradasi. Namun mengalahkan Bordeaux sama artinya dengan membantu Marseille.

Jordan hanya perlu menunggu kurang dari tiga bulan untuk pertama kalinya melawan Marseille sejak meninggalkan kesebelasan tersebut secara permanen. Bermain di Stade du Moustoir, Marseille unggul terlebih dahulu lewat penempatan bola Dimitri Payet di menit ke-32. Lima menit setelahnya, kapten Marseille, Steve Mandanda melanggar Benjamin Jeannot di dalam kotak penalti.

Wasit Benoît Millot menunjuk titik putih. Eksekutor Lorient tidak lain dan tidak bukan adalah Jordan sang anak tiri. Ia membuat Mandanda melompat ke arah yang salah sambil menggulirkan bola ke pojok kanan bawah gawang Marseille. Jordan tidak diam. Ia merayakan golnya seolah ia ingin memperjelas kedudukannya; bahwa dirinya tidak menyisakan rasa hormat terhadap Marseille.

Hingga pertandingan terakhir, tidak ada gol lain yang tercipta. Jordan menyelamatkan tuan rumah dari kekalahan dan membuat Marseille berada dalam situasi terancam.

Hasil akhir satu sama membuat Marseille berada dalam situasi terancam karena mereka, walaupun saat itu sedang menduduki peringkat pertama, hanya berjarak satu angka dari Paris Saint-Germain selaku pesaing terdekat. Beruntung bagi Marseille: PSG juga hanya mampu bermain imbang dengan skor yang sama melawan Lille Olympique Sporting Club. Keberuntungan yang sama, bagaimanapun, tidak mengiringi Marseille ketika Jordan mengunjungi Stade Vélodrome.

Jumat (24/4) pekan lalu, Jordan menunjukkan kelasnya di tempat suci Marseille. Sebuah gol di menit kesembilan dan satu assist-nya lima menit berselang membuat tuan rumah tertinggal dua gol tanpa balas di babak pertama. Sang kakak, André, memperkecil ketertinggalan Marseille di menit ke-59 dengan sebuah backheel-volley. André merayakan gol dengan berkali-kali menunjuk dirinya di hadapan para pendukung Marseille, seolah ingin mengingatkan bahwa hanya ada satu Ayew di lapangan.

Gol André memantik semangat Marseille sehingga tuan rumah mampu menyamakan kedudukan di menit ke-67, lewat Jérémy Morel yang menyambut umpan Payet. Memanfaatkan kesalahan para pemain Marseille, Romain Philippoteaux membawa Lorient kembali unggul semenit kemudian. Michy Batshuayi yang masuk sebagai pemain pengganti lagi-lagi membuktikan kelasnya (dan kecerdasan Marcelo Bielsa). Seperti seorang penyerang berpengalaman, Batshuayi mengecoh Benjamin Lecomte dengan sundulan. Marseille tiga, Lorient tiga.

Enam menit sebelum waktu normal berakhir, pergerakan Jordan di sisi kanan pertahanan Marseille mengecoh Alaixys Romao dan Nicolas N'Koulou. Tendangan kaki kirinya tak mampu dibendung Mandanda sehingga Lorient unggul 4-3. Di titik ini, tak ada yang dapat menyalahkan Jordan jika ia dengan lantang berteriak “siapa yang akan menyelamatkanmu dari murkaku?” di hadapan para pendukung Marseille.

Pemain pengganti, Mathias Autret, mencetak gol pertamanya musim ini dua menit setelah Jordan membawa Lorient unggul untuk kali kedua. Kemenangan Lorient pun terkunci di skor 5-3. Dan ada sumbangan besar Jordan di dalamnya.

Penampilan gemilang Jordan tidak hanya memperpanjang derita Marseille yang sebelum berjumpa dengan Lorient dipaksa menelan tiga kekalahan dalam tiga pertandingan Ligue 1 terakhir mereka. Kekalahan 3-5 juga membawa Marseille, yang menguasai puncak klasemen sejak pekan keenam, merosot ke peringkat kelima. Kandidat juara yang dipaksa mengubah target menjadi lolos ke Champions League kembali dipaksa mengubah target menjadi mengakhiri musim sebaik mungkin.

Karena Jordan, Marseille terpisah tiga angka di belakang Association Sportive de Saint-Étienne, lima angka dari Association Sportive de Monaco, sebelas angka dari Olympique Lyon, dan empat belas angka dari Paris Saint-Germain. Marseille juga tidak berada di posisi aman karena hanya berjarak dua angka di depan Girondins de Bordeaux, lawan Jordan hari ini (2/5).

Mau tidak mau, suka tidak suka, Marseille harus mengharapkan kemurahan hati Jordan. Kemenangan atas Bordeaux akan membawa Lorient, yang berjarak satu angka dari zona degradasi, mendekati peringkat yang lebih baik; yang menjamin hak berkompetisi di Ligue 1 musim depan. Dengan sendirinya kemenangan Lorient juga akan mengurangi tekanan Marseille. Tetapi jika mengingat bahwa kemenangan Bordeaux akan menempatkan Marseille dalam situasi yang lebih sulit lagi, akankah Jordan mengalah? Tak maukah ia memanfaatkan kesempatan langka menyakiti Marseille dua pekan berturut-turut?

Kemungkinan tersebut, bagaimanapun, terlalu ekstrem. Mustahil rasanya Jordan rela menukar keselamatan Lorient demi membuat Marseille menderita. Lagipula, tiga angka untuk Bordeaux tidak akan ada artinya jika Marseille menang melawan Football Club de Metz.

Walaupun Marseille memperjuangkan nasib mereka sendiri, mereka tetap harus mengharapkan kemurahan hati Jordan agar dijauhkan dari ancaman Bordeaux. Kemenangan atas Metz akan lebih manis lagi rasanya jika disandingkan dengan kekalahan Bordeaux. Mengenai bagaimana hasil akhirnya nanti, Semesta tahu yang terbaik.

Komentar