Sensasi Koran Kuning yang Diwariskan Rupert Murdoch

Backpass

by Redaksi 46

Redaksi 46

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Sensasi Koran Kuning yang Diwariskan Rupert Murdoch

10 April 1999, Komisi Kompetisi Kerjaaan Inggris, UKCC, melarang penjualan Manchester United kepada Sky Sports. Padahal, nilai yang ditawarkan Sky Sports terbilang fantastis: 625 juta pounds atau 12,3 triliun rupiah. UKCC berpandangan transaksi tersebut dapat mencederai persaingan dalam industri sepakbola dan industri siaran di Inggris.

Aktor utama pembelian tersebut siapa lagi kalau bukan sang bos media, Rupert Murdoch. Pria kelahiran Melbourne, 84 tahun silam ini sepertinya sudah kehabisan “lapak” di industri media. Hampir semua jenis media sudah ia punya; televisi, jaringan internet, radio, tabloid, majalah, dan koran.

Rupert Murdoch lahir pada 11 Maret 1931. Hari ini ia tepat berusia 84 tahun. Tulisan ini merupakan catatan untuk warisan-warisan Murdoch dalam pemberitaan sepakbola lewat langgam pemberitaan koran kuning.

Meskipun lahir di Australia, Murdoch besar di Inggris. Ia merupakan lulusan Worcester College, Oxford. Sejak masa kuliah, Murdoch terbilang aktif mengelola penerbitan di kampus. Setelah lulus, Murdoch bekerja sebagai sub-editor di harian Inggrs, Daily Express, selama dua tahun.

Kelihaian Murdoch mengelola media sebenarnya merupakan turunan dari ayahnya, Sir Keith Murdoch. Keith Murdoch merupakan seorang jurnalis untuk The Age. Saat menjad editor, ia sukses meningkatkan oplah Herald dari 100 ribu eksemplar menjadi 140 ribu eksemplar dalam waktu setahun.

Usai magang di Daily Express, Rupert kembali ke Australia dan bergabung dengan Adelaide News. Beberapa tahun kemudian, ia membeli sejumlah media, termasuk The Sunday Times yang berbasis di Perth. Rupert kemudian merentangkan sayapnya ke Inggris pada akhir 1960-an. Ia membeli News of The World, koran mingguan yang beritanya sensasional, dan The Sun yang segmentasinya tidak jauh berbeda.

Rupert yang “bosan” dengan dunia penerbitan, akhirnya merambah ke dunia siaran. Di Inggris, ia membeli jaringan tv satelit Sky Television. Di Amerika, ia membuat televisi nasional keempat bernama “Fox”. Selain siaran berita, Fox juga menggarap layar lebar yang langsung menjadi box office kala itu lewat “Home Alone”.

Koran Kuning

Rupert tidak bisa dilepaskan dengan “koran kuning”. Dalam istilah jurnalistik, “koran kuning” merujuk pada media yang mementingkan unsur sensasional serta tidak mengindahkan kaidah jurnalistik yang berlaku. Ciri “koran kuning” ini biasanya penggunaan judul yang sensasional dan vulgar.

Lekatnya Rupert dengan “koran kuning” juga merupakan pengaruh dari ayahnya, Keith. Kemampuannya mengembangkan Herald tidak lain karena perubahan cara pandang media itu sendiri, menjadi media yang sensasional.

Di Inggris, salah satu pelopor yang masih stabil dengan gayanya adalah The Sun. Tentu, The Sun adalah media milik Rupert. Pun dengan News of The World yang ditutup karena skandal penyadapan telepon pada Juli 2011 silam.

“Koran kuning” milik Murdoch identik dengan gambar hampir separuh halaman muka, dengan judul yang dibuat besar-besar. Alih-alih memiliki pandangan sendiri terhadap suatu masalah, “koran kuning” umumnya menggiring opini masyarakat lewat tuduhan ataupun hinaan.

Salah satu ciri dari Murdoch, yang kadang terlihat juga dalam tulisan-tulisan yang muncul di media miliknya, adalah konervatisme khas sayap kanan. Cenderung punya bias rasial dan gemar menurunkan isu-isu sensitif nan provokatif seperti imigran dan isu Islam.


Salah satu halaman muka The Sun yang mengundang kontroversi.

Di sepakbola, salah satu halaman muka yang menjadi kontroversi adalah saat The Sun mengejek pidato Roy Hodgson. Mereka menulis “Woy gets England job-Bwing on the Euwos! (We’ll see you in Ukwaine against France)”.

Kritik pun mengalir deras dari twitter termasuk Phil Neville, hingga editor yang pernah lima tahun menangani The Sun.

“Maaf, tapi halaman muka The Sun kali ini tidaklah lucu, tidak cerdas, dan tidak benar,” kicau editor The Northern Echo, Peter Barron.


Di Inggris, “koran kuning” masih mendapat tempat di hati masyarakat. Berita yang ringan, bisa membuat tersenyum, mudah dibaca, dan tentu saja, sensasional, sesuai dengan segmentasi pembaca masyarakat kelas bawah.

Wajar jika anda, pembaca yang budiman, sering menemukan berita “menarik” saat berkunjung ke situs Mirror, atau The Sun misalnya. Berita seperti Cristiano Ronaldo yang mau pindah ke Arsenal, ada di sana. Namun, umum bagi penulis maupun jurnalis untuk tidak 100 persen mempercayai berita yang ada pada situs tersebut, kecuali media seperti BBC, The Guardian, Telegraph, ataupun Independent, menaikkan tulisan mengenai rumor tersebut.

Tepat pada hari ini, Rupert Murdoch berusia 84 tahun. Ia memberikan pengaruh yang begitu besar dalam dunia kewartawanan, terutama menyangkut “koran kuning”, baik di Inggris, maupun di Australia. Murdoch juga yang menguatkan fondasi “koran kuning” yang awalnya barangkali terlihat samar dengan media lainnya, kini bisa terlihat dengan jelas.

Baca juga:

Ki Sung-yueng dan Mengapa Ia Disukai Media Inggris

Pemain Muda dan Ekspektasi Media

Ketika Media Bertanya pada Sumber yang Salah

Cara mengetahui Kebohongan Media


Sumber gambar: brw.com.au

Komentar