Stadion yang Berdebu dan Resesi Sepakbola Italia

Cerita

by Redaksi 41

Redaksi 41

Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis pertandingan sepakbola, statistik dan liga, juga sejarah perkembangan sepakbola dan evolusi taktiknya

Stadion yang Berdebu dan Resesi Sepakbola Italia

Karut marut krisis keuangan di sepakbola Italia hingga kini masih belum terselesaikan. Bahkan setelah krisis yang tak kunjung selesai di tubuh Parma, kini gejala krisis keuangan terus menjalar ke kesebelasan lain di Italia. Dan untuk saat ini, AC. Milan sedang mengalami kesulitan keuangan. Bahkan diberitakan, mereka sampai menjual bus yang bisa dipakai untuk aktivitas tim.

Salah satu strategi brilian yang membuat Milan masih sanggup bertahan adalah kecerdasan Adriano Galliani, yang bertahun-tahun lamanya menjadi tangan kanan Silvio Berlusconi. Dengan cerdik ia melakukan "operasi pasar" peminjaman pemain. Memanfaatkan reputasi, pengalaman dan kecanggihan lobinya, ia berhasil memboyong nama-nama besar dengan gratis dalam status peminjaman.

Tapi strategi macam itu tak bisa terus menerus dipakai. Sebab, kadang kala, pemain-pemain penting dan berkualitas memang harus didatangkan jika ingin memperbaiki kinerja. Meminjam pemain tentu sulit untuk mendapatkan pemain-pemain top yang sedang ada di puncak penampilannya, biasanya meminjam berlaku untuk pemain muda atau pemain top yang sedang sulit mendapatkan tempat di kesebelasan yang mengontraknya.

Barangkali itulah yang menyebabkan muncul kabar Berlusconi siap untuk melepas 25% saham Milan demi memperbaiki kondisi keuangan Milan. Kabar itu memang masih sebatas rumor. Bahkan Berlusconi sudah menyampaikan sangkalan atas kabar dirinya mau menjual sebagian saham yang dimilikinya.

Kendati pun Berlusconi serius ingin menjual (sebagian saham) Milan dan/atau berbagai kepemilikan dengan investor baru, belum tentu akan ada tawaran yang memuaskan. Sepakbola Italia cenderung tidak terlalu menarik jika dibandingkan Inggris, misalnya, dalam soal menarik investor.

Ya, tentu saja sulitnya investor asing untuk menanam modal di sepakbola Italia sangat dipengaruhi gejolak politik di Italia. Kondisi politik di Italia yang fluktuatif, juga krisis ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, menyulitkan masuknya investor yang mau menanam uangnya di industri sepakbola Italia. Jika pemerintah tidak mampu memberikan keamanan, kenyamanan, dan jaminan investor asing di negaranya, jangan harap aliran dana luar negeri akan masuk.

Apa sesungguhnya yang terjadi dengan sepakbola Italia? Mengapa banyak kesebelasan yang tampak megap-megap menghadapi masalah keuangan?

Menurut Mr. Philp, seseorang yang telah menghabiskan satu dekade untuk bekerja di salah satu kesebelasan Italia itu menyatakan, jika televisi memainkan peran utama dalam pembiayaan sepakbola Italia. Kesebelasan lebih bergantung dengan uang dari TV, berbeda dengan liga besar Eropa lainnya.

Tapi ketergantungan kesebelasan Serie A terhadap hak siar tidak berjalan seiring dengan pengembangan di sektor stadion di Italia.Liga Italia tertinggal dari para pesaingnya dari negara lain karena konglomerat cenderung memperlakukan prestasi mereka sebagai aset bisnis. Justru para pemilik kesebelasan lupa dengan pembenahan fasilitas untuk penonton. Stadion mereka pun dibiarkan tak terurus.

Itu pun kebanyakan stadion dimiliki oleh pemerintah kota. AS Roma dan Lazio masih berbagi stadion yang sama, begitu juga dengan raksasa AC Milan dan Inter Milan, hingga kesebelasan semenjana seperti Chiveo dan Verona atau Sampdoria dan Genoa.

Kondisi industri sepakbola Italia yang sedang merosot itu, misalnya, harus dibaca sebagai salah satu penyebab kekalahan Italia dari Prancis dalam memperebutkan status tuan rumah Piala Eropa 2016. Bagi banyak pengamat, kekalahan itu tidak terlalu mengejutkan, karena banyak bukti yang menunjukkan bobroknya stadion di Italia.

Kegagalan menjadi tuan rumah ini secara telak menggagalkan kemungkinan kucuran dana dari pemerintah untuk memperbaiki beberapa stadion di Serie-A. Asumsinya, jika menjadi tuan rumah Piala Eropa, maka beberapa stadion niscaya akan diperbaiki guna memenuhi standar kelayakan dan itu berarti kucuran dana dari pemerintah.

Baca juga tentang krisis keuangan Parma

Mereka yang Tak Menghendaki Parma Bangkit dari Krisis

Pengabdian Alessandro Lucarelli pada Parma dan Sepakbola


Stadion yang kini banyak digunakan kesebelasan-kesebelasan di Liga Italia adalah peninggalan dari era Perang Dunia II. Ya, mereka memang memperbaharui stadion sebelum Piala Dunia 1990. Tapi hingga 25 tahun kemudian, tetap tak banyak perbaikan yang terjadi.

Salah satu kendala utama merenovasi stadion adalah faktor yang sudah disebutkan tadi: mayoritas kesebelasan di Italia tak punya stadion, sebab stadion kebanyakan berstatus milik pemerintah. Pengecualian, tentu saja, berlaku untuk Juventus yang berani berinvestasi membangun stadion sendiri.

Sementara tim lainnya tidak bisa melakukan apa yang mereka inginkan dengan bangunan-bangunan kuno yang mereka miliki. Belum lagi faktor hambatan perizinan. Perjuangan untuk memiliki stadion pun akhirnya menjadi sangat sulit karena faktor perizinan itu. Presiden Napoli, Auerlio De Lurentis, pernah mengancam untuk memindahkan kesebelasannya jauh dari kota jika rencana untuk membuat stadion mendapatkan hambatan.

Dalam beberapa tahun terakhir, rata-rata penonton di Serie A turun menjadi sekitar 16 ribu, jauh di belakang liga-liga top  Eropa, seperti Inggris, Spanyol, Jerman dan Prancis. Stadion tua nan berdebu tidak membantu upaya perbaikan jumlah penonton dan itu menjadi alasan lain mengapa pendapatan per pertandingan terus menerus berkurang.

Yang dibutuhkan Serie A adalah sesuatu yang baru, stadion yang baru, setidaknya stadion yang direnovasi secara serius dan menyeluruh, agar kelayakannya meningkat, sehingga memungkinkan penonton kembali ke stadion. Tanpa itu, langkah kesebelasan-kesebelasan Serie-A untuk memperbaiki daya saingnya di Eropa masih akan menjadi sebuah perjalanan yang panjang.

Seperti data yang dirilis The Economist, Italia hanya menempatkan satu wakilnya, Juventus, di daftar Football Money League musim 2013/2014. Padahal, pada musim lalu, ada dua wakil Italia di 10 besar. Jika menilik data yang dilansir Deloitte, tergambar bahwa kesebelasan-kesebelasan Italia hanya menumpukkan pendapatannya dari hak siar laga dan melupakan sektor bisnis lainnya.

Baca juga: Mengatasi Krisis Finansial Dengan Pengembangan Akademi Ala Feyenoord

Pengaruh Krisis Ekonomi Terhadap Skuat Timnas Yunani

Komentar