Kumpulan Cerita Pilihan Perempuan dan Sepakbola

Cerita

by Ammar Mildandaru Pratama

Ammar Mildandaru Pratama

mildandaru@panditfootball.com

Kumpulan Cerita Pilihan Perempuan dan Sepakbola

Sepakbola adalah permainan semua kalangan, tidak memperdulikan ras, agama, suku, dan bahkan jenis kelamin. Tapi nyatanya sampai sekarang masih ada praktik yang meremehkan dan cenderung diskriminasi terutama soal jenis kelamin. Padahal sepakbola sekarang seharusnya sudah dapat memberi ruang yang sangat terbuka untuk perempuan terlibat di dalamnya.

Memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh hari ini 8 Maret, kami akan menyajikan kembali berbagai cerita tentang sepakbola perempuan yang pernah dituliskan Pandit Football. Mulai dari anggapan yang keliru tentang perempuan itu lemah dan tidak dapat bermain sepakbola, kasus-kasus diskriminasi terhadap perempuan yang terlibat dalam sepakbola, hingga kurangnya perhatian beberapa kalangan (termasuk FIFA dan federasi) tentang sepakbola perempuan.

Kami lumayan sering menuliskan cerita-cerita tentang sepakbola perempuan, jika tak salah lebih sering ketimbang menuliskan tentang futsal. Dengan inilah kami hendak mengatakan bahwa sepakbola perempuan, dalam beberapa hal, sesungguhnya lebih sepakbola ketimbang futsal.

Berikut beberapa di antaranya:

Women on Top: (Jangan) Meremehkan Sepakbola Perempuan


Sepakbola perempuan memang baru belakangan saja mulai menyeruak ke permukaan. Padahal perempuan disebut-sebut sudah bermain sepakbola bahkan ketika olahraga ini pertama kali muncul. Tetapi Piala Dunia khusus perempuan baru diadakan pada 1991, setelah sebelumnya diawali Piala Eropa khusus perempuan pada 1984.

Yang menarik dan tidak biasa dari sepakbola perempuan adalah, mungkin dikarenakan masih baru, peta kekuatan sepakbolanya agak berbeda dengan sepakbola pria. Meski ada Jerman dan Brasil yang tampil dominan, tetapi Amerika Serika, Jepang, Norwegia, Cina dan Swedia juga bisa hadir sebagai kekuatan yang tidak bisa dianggap remeh. Padahal tim sepakbola putra negara negara tersebut bisa dibilang biasa saja.

Bagaimana dengan kesebelasan nasional perempuan Indonesia? Banyak orang bahkan tidak mengetahui kalau Indonesia punya kesebelasan perempuan. Padahal, kesebelasan perempuan kita pada 1977 sudah mulai bertanding.

Ironis memang. Futsal kini justru mulai mendapatkan porsi perhatian besar dari PSSI. Padahal, mari kita ajukan pertanyaan ini: lebih murni mana kadar sepakbolanya, futsal atau sepakbola perempuan?

Selengkapnya

Lewat Sepakbola Perempuan Iran Ingin Merasa “Happy”


Iran memang memberlakukan aturan yang begitu ketat terhadap aktifitas wanita di luar, terutama dalam soal urusan jilbab.Dalam sepakbola pun sama.

Di Iran, melihat kaum hawa hadir menonton sepakbola di stadion berdampingan dengan kaum adam adalah anomali. Salah satu alasan kenapa perempuan dilarang hadir di stadion adalah karena mereka takut perempuan terpengaruh sikap kaum pria yang terkadang melakukan sumpah serapah, cacian, dan makian saat pertandingan berjalan di dalam stadion.

Sama seperti negara-negara Arab lainnya, Iran memberlakukan aturan ketat terkait dengan soal larangan ber-khalwat (bercampur baurnya pria dan wanita dalam satu tempat). Alasan inilah yang membuat perempuan dilarang datang ke pertandingan sepakbola pria.

Tetapi apakah aturan ini ditaati? Tentu saja tidak, belakangan ini muncul fenomena baru di Iran. Gadis-gadis muda, dan wanita pada umumnya adalah fanatik dari sepak bola dan mengikuti berita sepakbola bahkan mungkin lebih dari rekan-rekan pria mereka, kerap melakukan aksi-aksi nekat. Mereka tak ragu untuk mengempiskan payudara, memotong rambut, ataupun menyamar jadi pria  agar bisa masuk ke Stadion. Bahkan, tak jarang tindakan nekat seperti itu dilakukan keturunan para penguasa dan ulama ternama.

Selengkapnya

Eva Carneiro, Chelsea dan Pandangan Sepakbola tentang Perempuan


Katanya, sepakbola adalah olahraganya para pria. Sepakbola dianggap sebagai olahraga yang maskulin. Ya, tapi itu hanyalah anggapan yang telah usang. Kini, perempuan memiliki lebih banyak ruang di sepakbola. Di lapangan, perempuan sering terlihat menjadi wasit hingga fisioterapis.


Salah satunya adalah Eva Carneiro. Ia kerap hilir mudik di atas lapangan untuk menangani pemain yang membutuhkan penanganan medis. Ada ocehan yang menyebut para pemain Chelsea terkadang mengerang kesakitan dan berbaring terlalu lama di atas lapangan. Ini dilakukan agar Eva datang untuk menangani mereka.


Meskipun memiliki peran yang besar, perempuan pada umumnya, yang terjun dan menekuni karir di sepakbola, kerap mendapatkan perlakuan yang secara kasar bisa terlihat sebagai pelecehan. Misalnya saja beberapa situs berita kerap mengaitkan Eva sebagai “hot” atau “sexy” atau “beautfiul assests”. Padahal, ungkapan-ungkapan semacam itu menyiratkan adanya eksploitasi terhadap fisik perempuan itu sendiri.


Selengkapnya


Diacre dan Costa, Bukti Sulitnya Perempuan Menjadi Pelatih


Keputusan manajemen Clermont Foot 63 untuk mempercayakan posisi pelatih kepala kepada Helena Costa pada bulan Mei lalu adalah sebuah keputusan bersejarah. Costa menjadi perempuan pertama yang menjabat posisi pelatih kepala di sebuah klub sepakbola profesional pria. Klub profesional pria yang berkompetisi di dua divisi teratas di lima liga terbesar Eropa, tepatnya.


Namun Costa tidak bertahan lama. Kurang dari dua bulan setelah menerima kepercayaan tersebut, perempuan asal Portugal tersebut memilih untuk pergi. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak dihargai di Clermont. Claude Michy, chairman Clermont, langsung mencari seorang pengganti.

Michy tak membutuhkan waktu lama untuk menemukan pelatih kepala baru untuk timnya. Namanya adalah Corinne Diacre. Seperti Costa, Diacre adalah seorang perempuan. Jadilah Diacre perempuan pertama yang menangani klub profesional pria di kompetisi resmi.

Penunjukkan yang tidak biasa ini menimbulkan reaksi yang kurang menyenangkan. Seorang pendukung yang enggan disebutkan namanya terang-terangan menuding pihak klub mengedepankan kepentingan pasar ketimbang prestasi. “Saya menyesal karena kepentingan pemasaran dan sponsor lebih dikedepankan ketimbang kepentingan klub sebagai tim olahraga,” ujar sang penggemar.

Selengkapnya

Di Inggris, Laporan KDRT Meningkat Saat Pertandingan Sepakbola Digelar


Seperti dilansir Harian Independent baru-baru ini, Yvette Cooper politisi feminis dari Partai Buruh di Inggris memaparkan sebuah data mencengangkan mengaitkan antara sepakbola dan kekerasan dalam rumah tangga yang sering menimpa kaum wanita.  Di Inggris, kekerasan dalam rumah tangga selalu melonjak dari tahun ke tahun, hanya saja lonjakan itu akan meningkat tajam di akhir pekan atau momen-momen tertetu saat pertandingan sepakbola gencar digelar.

Sebagai contoh, selama Piala Dunia 2010 dan 2014, layanan call line pelaporan KDRT di Inggris  menerima  laporan keluhan yang meningkat tajam hingga 26 pesen saat Inggris menang dan 38 persen saat Inggris kalah. Data itu terjadi pada Piala dunia 2010, lantas pada Piala Dunia 2014 yang dimana Inggris tak pernah menang, angka kekecewaan yang dilampiaskan lewat KDRT hingga mencapai 80%. Lantas di akhir pekan saat Liga Inggris digelar, laporan selalu meningkat hingga 30%.

Selengkapnya

Hilangkan Diskriminasi pada Perempuan di Stadion


Sejumlah negara di Timur Tengah memiliki aturan ketat terkait aktivitas perempuan di luar rumah. Ini yang mengakibatkan perempuan dilarang menyaksikan pertandingan sepakbola di kafe, atau tempat terbuka lainnya, apalagi di stadion. Namun, anomali terjadi di Uni Emirat Arab.

Klub yang berbasis di Abu Dhabi, Al Ain, meluncurkan tiket musiman untuk menyaksikan seluruh pertandingan mereka di Stadion Hazza bin Zayed. Selain terobosan yang juga tidak biasa, Al Ain juga mengajak kaum hawa serta penonton dari kelas keluarga untuk berpartisipasi memenuhi stadion.

Di Timur Tengah, kehadiran perempuan di stadion adalah hal yang tak biasa. Tapi Al Ain seolah membukakan pintu bagi kehadiran perempuan untuk menyaksikan secara langsung pertandingan sepakbola.

Al Ain memberikan promo bagi kaum hawa dengan mempersilakan mereka memilih kursi di manapun mereka mau. Harga tiket sendiri dibanderol mulai dari 55 USD

Selengkapnya

Perempuan Tidak Bisa Bermain Bola Layaknya Pria


Ada sedikit hal menarik yang di ungkap David Hockey dalam tulisan singkatnya untuk I Paper, setelah ia menyaksikan pertandingan sepak bola perempuan antara Jerman menghadapi Inggris dalam sebuah partai persahabatan. “Perempuan tidak bisa bermain sepak bola, mereka tidak mengerti peraturan sepakbola.”


Ia memiliki berbagai alasan kenapa ia sampai berkesimpulan seperti itu, ketika ia menyaksikan pertandingan tersebut, David melihat bahwa sepakbola yang diperlihatkan perempuan jauh berbeda dengan sepakbola yang biasa diperlihatkan oleh para pria.

Dalam pertandingan yang disaksikan hampir 46.000 penonton yang hadir di stadion Wembley tersebut, ia melihat kala para pemain perempuan dijatuhkan oleh lawannya, mereka langsung berdiri dan bermain kembali. Tak ada ekspresi untuk mengerang kesakitan dan tak ada niatan untuk melakukan diving untuk mengelabui wasit. Mereka pun tidak melakukan protes-protes yang tidak perlu terhadap wasit bila ada keputusan-keputusan yang merugikan timnya masing-masing.

Selengkapnya

113 Tahun Kesunyian Perempuan di Real Madrid


Sepakbola pada dasarnya adalah olahraga yang bebas untuk dimainkan siapapun. Apa pun agama, ras, bahasa, suku, etnis hingga jenis kelamin bisa memainkan sepakbola. Namun, stereotipe kebanyakan orang masih banyak menganggap sepakbola adalah milik laki-laki. Pemikiran kolot ini juga yang membuat bos Real Madrid, Florentino Perez Rodriguez, tak berniat membuat kesebelasan perempuan.


Kebebalan Real Madrid bisa diwakili oleh Florentino Perez sendiri. Pada 2009, ia pernah diwawancarai harian El Confidencial terkait sepakbola perempuan dan alasan mengapa El-Real. Jawabnnya bisa ditebak dengan mudah. Florentino lebih mementingkan aspek ekonomi.  Perez mengungkapkan secara gamblang sepakbola perempuan sama sekali tidak menarik sehingga sudah pasti tidak akan menguntungkan.


Selengkapnya

Komentar