Don Julio, Diktator Seumur Hidup Sepakbola Argentina

Cerita

by Randy Aprialdi

Randy Aprialdi

Pemerhati kultur dan subkultur tribun sepakbola. Italian football enthusiast. Punk and madness from @Panditfootball. Wanna mad with me? please contact Randynteng@gmail.com or follow @Randynteng!

Don Julio, Diktator Seumur Hidup Sepakbola Argentina

Ada beberapa kesamaan antara Jorge Videla dan Julio Grondona.

Nama pertama merupakan jenderal yang memimpin pemerintahan Argentina sejak 1976 hingga 1981. Ia membangun Argentina sebagai sebuah junta militer dengan lebih dulu mengkudeta Presiden Isabel Peron. Sepanjang kepemimpinannya, Argentina memasuki era kelam yang berdarah. Ia melakukan berbagai kekerasan pada siapa pun yang menentangnya. Para aktivis, buruh, mahasiswa dan siapa pun yang dianggapnya berbahaya diculik, dipenjara tanpa pengadilan, banyak di antaranya dibunuh.

Sedangkan "Don Julio", julukan Grondona, merupakan sisi lain diktator sepakbola Argentina. Ia menjabat Presiden Asosiasi Sepakbola Argentina (AFA) sejak 1979, saat Videla masih berkuasa, hingga akhir hayatnya pada 2014 lalu.

Lantas apa kesamaan Don Julio dengan Videla yang melantiknya menjadi Presiden AFA? Jawabannya adalah pencitraan di segala media. Jika Videla menjabat Presiden Argentina dengan melakukan pencitraan militer Argentina sebagai penyelamat bangsa, sementara Don Julio menggunakan sepakbola sebagai pencitraan politik bagi kekuasaannya di sepakbola. Semua kepentingan keduanya disebar melalui program-program penyiaran di Argentina.

Cerita terkait diktator-diktator Argentina :

Jorge Videla, Diktator Argentina Sumber Kekalahan Belanda

Sepakbola dan Politik Penculikan

Menculik Tamburini, Kisah Kiper yang Diculik Rezim Militer


Melalui dunia penyiaran, ia membagi kekuatan klub-klub Argentina serta pendapatan dari televisi. Dari situlah Don Julio membangun basis kekuasaan. Melalui kedekatannya dengan Clarian Group, ia membeli hak siar Tyc (Torneos y Competencias) yang dikelola oleh grup tersebut.

Dari penyiaran TyC dilancarkanlah kampanye-kampanye politik pencitraan, baik bagi Julio sendiri maupun bagi Videla. Salah satunya adalah mendukung Jenderal Videla yang ingin memanfaatkan Piala Dunia 1978 sebagai kampanye propaganda.

Melalui lembaga-lembaga penyiaran itulah Don Julio menyisipkan kebenciannya kepada sepakbola Inggris dalam sengketa Pulau Falkland di awal dekade 1980an. Terkait Inggris, kebenciannya agaknya tak pernah surut. Don Julio dikabarkan melakukan hal kontroversial dengan mendukung Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. Ia menggunakan sepakbola sebagai alat barter politik.

"Marilah kita berunding. Jika anda memberikan kembali kepulauan Falkland milik kami, maka anda akan mendapatkan suara saya," ujar pria yang menjabat Wakil Presidan FIFA Senior ini, terkait persaiangan Qatar dan Inggris memperebutkan posisi tuan rumah Piala Dunia 2022.

Berhembus juga kabar soal penyuapan Qatar kepada Grondona. Salah satu konsesi yang diberikan kepada Grondona jika mendukung Qatar adalah pihak Qatar akan mendukung federasi sepakbola Argentina yang dipimpinnya yang sejak 2009 sedang mengalami krisis keuangan. Salah satu tawarannya adalah Al-Jazeera, salah satu TV Qatar, akan membeli hak siar kompetisi Argentina.

Tentu saja Don Julio membantah.

Cerita terkait Piala Dunia 1978 di Argentina di era kepemimpinan Videla:

Ketika Gelar Juara Piala Dunia Diatur oleh Militer

Diancam Dibunuh, Johan Cruyff Enggan Bermain di Piala Dunia 1978


Upaya Cristina Memutus Monopoli Penyiaran Argentina

Atas konspirasi-konspirasinya di dunia media, ia pernah diselidiki atas dugaan penyalahgunaan dana publik. Sejak tuduhan itu pendiri kesebelasan Arsenal (bukan Arsenal yang di London, tapi Arsenal di Argentina) ini mulai sering menghindari pertanyaan-pertanyaan wartawan.

Walau begitu ia tetap tidak tersentuh media karena mayoritas tidak berani mempertanyakan dirinya. Apalagi dia bersama Clarin Group menguasai TyC yang memegang seluruh siaran sepakbola di Argentina.

Ketika Cristina Fernandez menjadi Presiden Argentina (mulai berkuasa pada 2007), Don Julio menolak turut campurnya pemerintahan kepada sepakbola. Padahal, sekitar 2009, terjadi penundaan liga Apertura selama seminggu akibat utang liga yang menggunung. Selain itu, gejolak keuangan dunia pun menyebabkan penurunan keuntungan dari liga Argentina dan menjadi salah satu alasan banyaknya penjualan pemain ke luar negeri.

Cristina pun mencoba membantu dengan mengucurkan dana sebesar 115 juta dolar Amerika. Ia juga mencoba ikut membeli hak siar televisi agar pertandingan bisa disiarkan bebas biaya sehingga bisa diakses oleh masyarakat miskin yang tak sanggup membayar tv kabel berbayar.

Akan tetapi AFA malah menganggap Cristina tidak memenuhi kesepakatan dengan lembaga penyiaran. Orang nomor satu Argentina itu dituduh baru membayar setengah dari yang dijanjikan. Hal tersebut dianggap terlalu kecil daripada uang yang dibutuhkan untuk menambal keuangan liga.

Inilah yang membuat AFA dan Clarin Group, serta media konglomerat yang mengontrol penyiaran, menolak bantuan Christina. Padahal, Clarin sebenarnya pernah diselamatkan keluarga Kirschner dari kebangkrutan pada 2002. Untuk diketahui, Christina adalah istri dari Nestor Kirchner, Presiden Argentina pada periode 2003-2007.

Upaya Christina sebenarnya langkah untuk mematahkan monopoli bisnis penyiaran yang dilakukan Clarin Group dalam penayangan sepakbola dan dalam peta pemberitaan media. Ia ingin menciptakan berita-berita yang lebih progresif, ketimbang pemberitaan yang terlalu mempengaruhi proses politik dari prespektif sayap kanan, seperti pada Fox News.

Clarin pun akhirnya memposisikan diri sebagai lawan politik Christina. Pemberitaan yang negatif terhadap pemerintah mendominasi pemberitaan di lembaga-lembaga penyiaran yang dikuasai Clarin.

Maka pada Maret 2009, pemerintah Argentina memperkenalkan UU Reformasi Media. Niat awal undang-undang itu membangun keterbukaan informasi. Dia menghendaki lembaga penyiaran yang tak digunakan dan dikendalikan oleh konglomerat dengan mengabaikan prinsip-prinsip jurnalisme. Sebagai politisi yang di masa mudanya berhaluan Peronis, yang berhaluan kiri, yang tokoh utamanya (Peron) ditumbangkan  oleh kudeta berdarah Jorge Videla, Christina juga ingin agar lembaga-lembaga penyiaran mulai berani membuka kasus-kasus kekerasan yang terjadi di masa Videla.

Don Julio pun dianggap harus bertanggung jawab terhadap penjualan hak siar sepakbola yang tidak masuk ke dalam keuangan federasi. Resesi yang melanda sepakbola Argentina tak bisa dilepaskan dari lingkaran korupsi yang terjadi di AFA. Kontrak hak siar dengan tv kabel dianggap tak menghasilkan keuntungan bagi kesebelasan-kesebelasan yang bertarung. Laba malah lebih banyak mengalir kepada Clarin Group.

Padahal uang dari TV seharusnya digunakan untuk menyelamatkan liga dari kesulitan keuangan. Namun kebanyakan uang-uang tersebut dijadikan kepentingan sang Don Julio untuk menjadi Presiden AFA seumur hidup, bahkan dipakai untuk mencalonkan diri sebagai Walikota Avellaneda. Tapi Don Julio gagal menjadi walikota.

Don Julio meninggal pada Rabu (30/7/2014) karena sakit jantung dalam usia 82 tahun. Kendati konspirasi-konspirasi Don Julio mengandung kontroversi, ia tetap dianggap memberikan jasa banyak bagi persepakbolaan Argentina. Seperti ketika Argentina menjuarai Piala Dunia 1986 di Meksiko. Selain itu juga ia memperbanyak fasilitas sepakbola di Argentina, terutama Buenos Aires.

Seperti biasa, seorang yang banyak mengeruk laba memang harus membangun banyak hal di sekelilingnya. Sebab jika kekayaan itu tak sampai dirasakan lingkungan sekitar, apalagi jika laba kekayaan itu berasal dari kerja-kerja gelap, niscaya ia tak mendapatkan pondasi dan dukungan yang dibutuhkan. Apa yang dicuri, sebagian di antaranya harus dikembalikan kepada orang lain/publik, agar semua orang tak meneriakinya pencuri.

Komentar